Share

Bab 7 MNK : Amarah Tuan Gerardo

"Perkenalkan ini istriku, Alexa Irene."

Sontak saja pengumuman Diego membuat anggota keluarga yang tengah berkumpul menjadi tercengang.

"Beraninya kau!" bentak Tuan Gerardo murka. Dia berdiri dengan menghentakkan tongkat kayunya pada lantai.

Andrea dan Teo ikut berdiri, bahkan ibu Diego memejamkan matanya saat sang suami juga ikut tersulut emosi mengetahui putra satu-satunya itu menikah dadakan tanpa memberitahu anggota keluarga.

"Ayah, sebaiknya kau istirahat saja. Biar aku yang memberi hukuman pada Diego," kata Teo yang begitu khawatir dengan Tuan Gerardo yang memegangi dadanya.

"Anak nakal ini, apa yang dia pikirkan?" keluh Tuan Gerardo.

Diego menahan kesedihannya melihat sang kakek yang marah padanya. Bahkan Diego mempertaruhkan kesehatan sang kakek. Bagaiman lagi dia tidak bisa keluar dari masalahnya sendiri, apa lagi berbagi pada anggota keluarga. Kelakuan Abelin menjadi aib tersendiri bagi Diego.

"Maafkan aku Kakek," kata Diego. Matanya mengisyaratkan sesuatu yang tidak dipahami orang lain.

Elisa mengelus punggung mertuanya. "Aku antar Papa ke kamar saja, ya," bujuknya. Sedangkan Alberto menghembuskan napas kasar melihat kelakuan keponakannya itu.

Alexa merasakan ketegangan yang teramat. Bahkan tangannya mulai dingin dan berkeringat. Diego menggenggam tangan Alexa dengan lembut. Perempuan itu menoleh menatap sang suami yang perhatiannya saja tertuju pada Tuan Besar di keluarga itu.

Tuhan, bantu aku agar kuat berdiri di sisi laki-laki ini. Aku yakin dia orang baik, aku pasti akan selalu aman jika bersamanya. Pernikahan kontrak ini akan aku jalani dengan hati lapang. Ini adalah balas budi terbesarku, karena Diego sudah menyelamatkan nyawaku.

Setelah kepergian Tuan Gerardo, Diego mengajak istrinya menaiki tangga menuju lantai 3 dan memasuki kamarnya.

"Apa kau baik-baik saja?" Alexa begitu mencemaskan Diego.

"Tidak apa-apa. Kau harus bertahan di sisiku karena ini baru permulaan. Tidak mudah membujuk kakekku. Tapi tunjukan saja bahwa kau pantas menjadi cucu menantu di keluarga Gerardo."

Alexa mengangguk pelan. "Orang tuamu? Apa mereka akan mengusirku?"

"Siapa yang akan mengusir menantuku?" tanya Andrea yang tersenyum saat memasuki kamar sang putra.

Diego berdiri dan menyambut ibunya. Andrea memeluk erat tubuh sang anak yang sudah berubah dan mau memutuskan kelangsungan hidupnya dengan menikahi seorang wanita. Dia tidak menyangka waktunya telah tiba, sedari dulu Andrea sangat mengkhawatirkan Diego yang tidak ingin menikah. Padahal Andrea sudah mengenalkan putri dari teman-temannya. Namun, Diego menolak dengan tegas.

"Kau memberiku sebuah kebahagiaan hari ini, aku benar-benar terkejut," ucap Andrea terkekeh pelan. Dia membelai wajah Diego dengan kasih sayang. "Jangan terlalu memikirkan kakekmu, nanti dia pasti akan menerima keputusanmu ini."

"Kau lah ibu terbaik di seluruh dunia," puji Diego yang mengecup pipi Andrea.

Andrea merentangkan kedua tangannya, Diego mengangguk kecil pada sang istri. Alexa mendekat dan menyambut pelukan hangat dari ibu mertuanya.

"Maaf, jika mengecewakan Anda," kata Alexa.

Andrea melerai pelukannya. Dia menatap wajah cantik Alexa. "Kau tau Alexa, mungkin hari ini hanya aku yang bahagia akan kabar mendadak ini, meski aku akui aku pun terkejut. Anak nakal ini tidak mau berbagi info apapun denganku lagi." Wajah Andrea dibuat sedih sebisa mungkin. Membuat Diego menghela napasnya perlahan.

"Ma, maaf untuk ini." Diego merangkul Andrea.

"Kau pandai memilih pasangan," kata Andrea tersenyum. Dia kemudian meraih gelang yang ada di saku celananya dan memakaikannya di pergelangan Alexa.

Alexa terkejut, dia melirik pada Diego yang tersenyum kecil menatapnya. "Jika kau butuh apapun, datanglah padaku," pesan Andrea.

Alexa mengangguk dan tersenyum. Andrea memeluknya sebentar lalu keluar kamar.

Alexa buru-buru melepas gelang tersebut dan menyerahkannya pada Diego. "Maaf, ini simpanlah."

Diego menggelengkan kepalanya. "Kau terima saja itu, karena menjadi hakmu sebagai menantu di rumah ini."

"Tapi pernikahan kita–"

Diego segera menutup mulut Alexa, dia menggeleng pelan dan berbisik, "Jangan pernah bahas soal pernikahan kontrak kita. Ini rahasia besar, dinding pun bisa mendengar."

Alexa mengangguk. Diego melepaskan bungkaman tangannya. "Kau istirahat saja, nanti sore kita akan keluar berbelanja semua kebutuhanmu," kata Diego. Dia meninggalkan Alexa sendirian di kamar.

Diego menuruni tangga dan menuju kamar kakeknya. Perasaannya tidak tenang jika belum melihat kembali kondisi dari Tuan Gerardo itu. Masalah ini memang menjadi boomerang bagi Diego, jika ia menceritakan segalanya tentang Abelin maka tidak menutup kemungkinan kakeknya akan mendadak jatuh sakit. Tapi, untuk menghentikan aksi gila keponakannya itu terpaksa Diego membawa wanita lain ke rumahnya dan menjadikannya sebagai istri agar membatasi gerak Abelin. Dan Diego memutuskan menyimpan rahasia itu sebaik mungkin.

Tok tok tok

Diego menunggu dengan sabar. Tiga kali dia mengetuk pintu, namun tidak juga dibukakan. Dia tahu kakeknya pasti kecewa padanya. Diego memejamkan matanya, perasaan sesak di dada menyeruak begitu saja. Dia berbalik hendak pergi.

"Tuan Muda," sapa pelayan kepercayaan Tuan Gerardo.

"Bibi Ramona," sapa Diego.

"Tuan Besar belum mau bertemu denganmu. Sabarlah, sekarang dia sedang tidur."

Diego mengangguk lesu, dia berbalik dan memilih pergi menemui sahabatnya.

Di Cafe Alasta, Kevin Garra sedang menunggu kedatangan Diego dengan menikmati secangkir kopi hitam yang beraromakan madu.

Dia mengamati para pengunjung, tidak seperti biasanya cafe terlihat sangat ramai. Tak lama, kemunculan Diego menjadi perbincangan hangat. Para perempuan begitu antusias saat melihat pemuda tampan dan kaya raya itu memasuki cafe mewah tersebut.

"Hai, aku bergabung ya," kata Catelin. Seorang model terkenal. Perempuan yang sangat cantik dan mempesona. Senyumnya bahkan mengalahkan manisnya gula dan madu.

Diego menarik kursi dan duduk. Dia menyesap kopi yang telah dipesan oleh sahabatnya. Banyak pengunjung yang iri melirik ke arah meja mereka.

"Apa kalian free, ayo berpesta malam ini," ajak Catelin.

Diego menatap teman masa kecilnya itu. "Cate, aku tak bisa karena istriku menungguku di rumah."

"Apa?" pekik gadis itu terkejut. Nampak wajahnya memerah, ada air yang mulai menggenang di pelupuk matanya.

Buru-buru Kevin memberikan tisu pada gadis itu. Bukan rahasia umum, model cantik itu mencintai Diego sejak lama. Namun apa yang dia dengar barusan telah menghancurkan harapannya.

"Kalau begitu aku undur dulu, telepon aku jika kau berubah pikiran." Catelin pergi meninggalkan Diego dan Kevin.

"Kenapa kau katakan itu di hadapannya?" tegur Kevin cemberut. "Kau sulit sekali menjaga perasaan gadis cantik sekelas model ternama."

"Lalu aku harus bagaimana? Membiarkan dia tenggelam dalam khayalannya memiliki diriku, begitu?"

"Ayolah, kau jangan membatasi diri! Nikmati saja hidup," saran Kevin.

Diego menghela napas berat. "Dengar, aku punya masalah yang rumit sekarang."

"Ya, apa pun itu. Kurasa kurang pas jika kau memperlakukan Cetelin seperti itu." Kevin menatap lekat pada sahabatnya. Dia mencoba menyelami pikiran pemuda dingin itu.

"Tapi ngomong-ngomong kenapa kau mendadak nikah?" tanya Kevin yang mulai menatapnya serius. Bahkan tatapan pemuda garang itu seperti mengintimidasi lawan bicaranya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status