Menurut kalian seru gak? Ditunggu komentarnya 🤍 Jika berkenan, bisa minta tolong dibantu beri ulasan bintang lima 🫶
Kazuya kini tiba di depan bangunan yang tampak megah, sungguh berbeda dari apa yang dibayangkannya tadi.Bangunan modern dengan logo besar berwarna biru tua bertuliskan ‘Bestari Textile Suplier’ terpampang jelas di gerbang. Mata Kazuya memicing, nama perusahaan yang tak asing baginya. Dulu pernah mendengar beberapa kali Martin menyebut nama itu saat menelepon seseorang.“Ini tempatnya,” ujar Felicia seraya turun dari motor. “Pemilik pabrik ini adalah teman lamaku. Dia selalu membutuhkan tenaga tambahan, apalagi saat musim ramai.”Kazuya terdiam, tak menjawab. Matanya menatap ke sekeliling bangunan itu. Memperhatikan para karyawan yang berlalu lalang memasuki pintu utama pabrik.Seorang wanita berpenampilan elegan keluar dari ruang kantor utama. Blus putih dipadukan dengan rok span hitam, memberi kesan formal sekaligus anggun. Rambut pendek sebahu tertata rapi, menambah pesona matangnya.“Felicia..” serunya ceria sambil mempercepat langkah. Felicia tersenyum tipis, lalu melangkah leb
Kazuya melangkah cepat mendekati Clay. Kemudian tanpa aba-aba, menundukkan tubuhnya hingga wajahnya sejajar dengan perut buncit sang istri. Jemarinya menyentuh lembut permukaan kain tipis yang membalut perut itu.“Sayang, papi pergi sebentar,” bisik Kazuya lirih, seolah sedang berbicara langsung pada si kecil. “Doakan papi hari dapat pekerjaan supaya bisa membahagiakan kalian,” lanjutnya di akhiri dengan mencium perut sang istri penuh perasaan.Clay terharu melihat pemandangan itu. Suaminya yang selama ini tak pernah hidup susah, kini terpaksa harus berjuang untuknya dan calon buah hati mereka.Kazuya mengangkat wajahnya kembali, berdiri tegak di hadapan Clay. Netranya menatap lekat wajah sang istri, perlahan menundukkan kepala untuk memberikan kecupan ringan di dahi sang istri.“Jaga dirimu baik-baik selama aku pergi. Aku akan segera kembali,” bisiknya lembut, memeluk tubuh Clay sejenak sebelum akhirnya melangkah menjauh.Di ujung tangga, Felicia masih berdiri mematung dengan pandang
Kamar kontrakan sempit kini dipenuhi aroma makanan dalam rantang yang telah terbuka. Di atas lantai beralaskan tikar tipis, Clay duduk bersila menyendok nasi dan lauk pemberian Felicia. Wajahnya terlihat lebih cerah, setiap suapan seolah menghapus rasa lelah.“Kamu gak makan?” tanya Clay melirik pada Kazuya yang justru diam memandangnya.Kazuya menggeleng pelan, “kamu duluan, aku ntaran.”Clay mencibir, rongga mulutnya masih dipenuhi makanan. Segera menyendok nasi dan lauk, lalu mengarahkan ke depan mulut Kazuya.“Kamu harus cobain! Masakan Bu Felicia sangat enak,” pinta Clay setelah menelan makanan dalam mulutnya.Kazuya tak langsung mengiyakan, justru menatap sang istri dengan alis bertaut.“Aku bisa..” belum selesai berucap, Clay memasukkan sesendok makanan ke mulut Kazuya. Membuat mata sipit Kazuya sedikit melebar.“Gimana? Enak kan?” tanya Clay dengan alis naik turun.Kazuya mengangguk. Memang tak diragukan, masakan pemilik kontrakan memiliki cita rasa yang menggunggah selera. Ta
“Kazuya..” Suara Clay menyentak kesadaran Kazuya.Clay melepaskan diri dari pelukan sang suami, kali ini Kazuya tak menahannya.“Hum, ya sayang?” Kazuya mengalihkan pandangannya pada Clay. Berusaha menyembunyikan keterkejutannya dengan seutas senyum tipis.“Udaranya semakin dingin. Ayo kita masuk!” pinta Clay seraya mengusap pelan lengan Kazuya.Setelah melihat Kazuya mengangguk, Clay lantas memutar tubuh. Mendahului Kazuya masuk ke dalam kamar.Kazuya tak langsung mengikuti sang istri, tubuhnya masih terpaku di depan pagar balkon kayu. Tatapannya menyapu kembali ke arah ujung gang, tempat sosok pria misterius tadi berdiri. Namun hanya dalam sekejap sosok itu lenyap, seperti ditelan gelapnya malam. Tanpa suara, tanpa langkah.Kazuya menarik nafas panjang, dadanya terasa sesak.“Ada sesuatu tak beres di tempat ini,” batin Kazuya.Perasaan itu semakin menekan, seakan menuntut untuk segera mengambil keputusan sebelum hal buruk terjadi.Tatapannya mengeras, sejurus kemudian gumamnya terde
Mata sipit Kazuya sedikit melebar. “Felicia?” “Ya, nama pemilik kontrakan ini. Ibu yang tadi, Kaz.” Netra Kazuya bergerak ke atas, berusaha mengingat wajah sang pemilik kontrakan. Lalu kembali menatap sang istri. “Benarkah? Aku malah gak tahu. Kalau menurutmu memang seperti itu, ya mungkin saja.” Kazuya kembali memeluk Clay, seolah tak pernah puas. Bibirnya mulai menelusuri lembut ceruk leher sang istri. Wangi parfum vanila yang selalu membuatnya candu. Aroma yang selalu mampu menenangkan hatinya di tengah keterpurukan. Clay terdiam, tubuhnya sempat menegang karena keintiman yang mendadak itu. Namun perlahan melembut, seiring sentuhan Kazuya yang merambat pelan, memancing sesuatu dalam dirinya. Kelopak mata Clay perlahan tertutup, menyerahkan dirinya dalam dekapan pria yang begitu rapuh namun begitu mendominasi. “Ssshhh…Ka-kazuya..” desah Clay di ambang batas kesadaran. Setengah ingin menahan, setengah lagi pasrah dalam gelombang hasrat yang diciptakan Kazuya. Clay tak menolak
“Maaf, apa benar di sini masih ada kontrakan kosong?” Suara Kazuya memecah keheningan.Wanita paruh baya itu tak langsung menjawab, namun tatapannya tak beralih sedikitpun dari pria yang berdiri di depannya.Garis dahi Kazuya mengerut dalam, melihat sikap wanita yang terlihat aneh menurutnya.“Bu..” panggil Kazuya seraya melambaikan tangannya di depan wajah sang pemilik kontrakan, hingga kesadarannya kembali.Wanita itu mengangguk pelan, sebelum akhirnya bersuara.“Masih ada satu kamar kosong, apa kalian mau menyewa?” ucap wanita itu dengan suara terdengar serak.“Kalau boleh, kami mau menyewanya Bu,” jawab Clay santun.Tatapan pemilik kontrakan pun beralih pada Clay. Mata tuanya mengamati Clay dari wajah hingga ujung kaki, menelisik dalam. Sejenak Clay merasa tidak nyaman dengan tatapan itu. Tangannya mengeratkan dalam genggaman Kazuya. “Baiklah, ikut saya! Kamarnya ada di lantai atas,” jawab wanita itu seraya memutar tubuhnya, melangkah ke arah tempat penyimpanan kunci di samping