Maaf ya sudah buat kakak pembaca menunggu 😣, author ada sedikit masalah di real life. Saya usahakan KazuyaClay up tiap hari. Doakan tidak ada halangan 🙏🏻 Terima kasih ya yang masih menunggu 🤍
“Kau bicara apa tadi?” tanya Martin memastikan. Meski suara Kazuya terdengar lirih, namun telinganya mampu menangkap.Kazuya kembali menoleh ke belakang.“Apa papa ingat Helena, atasanku?”Martin langsung mengangguk, “apa yang dia lakukan? Kenapa kau menduga dialah orangnya, Kazuya?”Kazuya menghela nafas panjang. Sebenarnya dia enggan membicarakan hal ini pada Martin, namun tak memungkinkan lagi dirinya untuk menyembunyikan permasalahan itu. Kazuya harus mengungkap alasan yang kuat di balik dugaannya.Dari semua kemungkinan, hanya Helena yang paling masuk akal. Dialah satu-satunya orang yang memiliki alasan juga keberanian melakukan hal sekeji itu. “Aku bermasalah dengannya. Dari awal bekerja di pabrik itu, aku melihat sikapnya berbeda,” ucap Kazuya mengawali penjelasan.Salah satu alis Martin terangkat, “apa maksudmu atasanmu itu menyukaimu?” tebak Martin.“Aku tidak tahu, Pa. Hanya saja dia menunjukkan perhatian lebih.”“Apa dia sakit hati karena ternyata kau sudah memiliki istri?
“Ikut aku! Aku butuh bantuanmu untuk mencarinya!” perintah Kazuya seraya memacu langkahnya.Bastian mengambil kembali ponselnya dari tangan Felicia. Tanpa berucap, segera melangkah membuntuti Kazuya.“Hei, tunggu!” panggil Felicia, namun Bastian tak menoleh sedikitpun.Hingga langkah Kazuya tiba di depan pintu gerbang, matanya menangkap keberadaan mobil mewah milik Martin yang terparkir tak jauh dari sana.Kondisi langit sudah gelap. Minimnya penerangan jalan, tak menghalangi Kazuya untuk tidak mengenali mobil itu. Apalagi wajah seorang pria paruh baya yang terlihat dari sisi jendela setengah terbuka.“Tuan Kazuya, tunggu sebentar. Aku akan menghubungi orang yang saya tugaskan menjaga. Kemungkinan dia tahu tentang keberadaan Nona..”Ucapan Bastian terhenti kala tangan Kazuya terulur ke depan, sebagai isyarat untuk diam.Perlahan kakinya melangkah mendekat ke sisi mobil. Martin tadinya sibuk dengan ponselnya, ketika mendengar langkah kaki mendekat sontak mengalihkan tatapannya keluar j
Langkah Kazuya terhenti di ambang pintu kamar. Kondisi pintu yang tak sepenuhnya tertutup, memantik rasa curiga di hatinya. Jantungnya berdegup lebih cepat, ada firasat yang tak bisa dijelaskan. “Sayang..” panggil Kazuya seraya mendorong daun pintu perlahan. Pandangannya langsung menyapu ke dalam kamar. Kasur dalam kondisi kosong, selimut terlipat rapi dan kipas angin pun masih menyala. “Clay, sayang..” Kazuya masih terus memanggil, memacu langkahnya menuju kamar mandi. “Sayang, kamu di dalam?” ucapnya, berharap Clay berada di dalam. Namun tak ada jawaban. Tanpa mengulur waktu lagi, Kazuya meraih gagang kamar mandi lalu mendorongnya hingga terbuka. Menyalakan lampu penerangan. Tak ada Clay di sana. Hening menyelimuti keadaan sekitar. Kazuya bergerak mundur, meraih ponsel dari saku celana. Mencari kontak sang istri dan berusaha menghubunginya. Dering telepon terdengar dari dalam laci meja. Kazuya tersentak, pandangannya langsung tertuju ke arah meja di sisi ranjang. Perlahan t
Langkah-langkah mereka bergema di lorong pabrik yang panjang. Suara mesin berdengung, bercampur dengan aroma logam yang panas dan serat kain yang khas, memenuhi udara sekitar.Kazuya melangkah paling depan, suaranya terdengar tenang saat menjelaskan setiap area yang mereka lalui.“Ini tempat produksi utama,” ucapnya singkat tanpa ada niat untuk menjelaskan secara detail.Martin hanya diam, tak menjawab. Bukannya memperhatikan proses produksi yang berlangsung, Martin justru menatap punggung tegap Kazuya. Rasa sesal itu kembali menyeruak, menusuk dadanya. Dalam hitungan hari, hubungan yang dulunya begitu erat kini seolah terputus. Putra yang dulu begitu dia jaga, kini terlihat seperti orang asing. Sementara itu, Bastian yang berjalan paling belakang turut merasakan kecanggungan itu, namun memilih untuk diam.Hingga langkah mereka berakhir di bagian gudang pengepakan barang.“Ini tempat terakhir. Semua hasil produksi akan di simpan di sini, sebelum nantinya didistribusikan,” ucap Kazuy
“Papa..” panggil Kazuya lirih hampir tak terdengar. Melihat kembali wajah pria yang selama ini dianggap ayahnya, cukup membuat hatinya mencelos.Di sisi lain, Martin tampak mematung untuk sesaat. Namun dalam hitungan detik raut wajahnya kembali dingin, segera mengalihkan pandangannya ke depan.“Maaf nyonya Helena, Tuan Martin,” sapa sang kepala gudang seraya menunduk hormat. “Maaf kami mengganggu waktu anda, saya hanya..”“Gery, duduklah! Ajak Kazuya masuk dan.. tutup pintunya!” perintah Helena yang langsung dituruti oleh kepala gudang.Kini Kazuya terjebak dalam situasi yang tak diinginkan. Dari awal ingin menghindar, namun justru orang yang dihindari telah muncul di hadapannya.Kazuya duduk di sofa memanjang di sudut ruangan, sementara Martin duduk di kursi depan meja kerja Helena, dengan Bastian yang berdiri di belakangnya.“Maaf obrolan kita terjeda Tuan Martin,” ucap Helena kembali duduk di kursi. Tangannya mulai bergerak di atas papan keyboard. “Sejak tiga bulan terakhir, produk
“Maaf Nyonya Helena, saya rasa itu tidak mungkin. Saya tahu betul seperti apa suami saya. Dia tidak mungkin..” “Kau pikir suamimu itu lurus-lurus aja?” Helena memotong ucapan Clay, tersenyum remeh. “Sudahlah, kita itu harus hidup sesuai realita. Tak ada lelaki jujur di dunia ini, kita harus terima itu.” Clay mengulas senyum tipis, berusaha menunjukkan sikap setenang mungkin meski dadanya berdebar tak menentu. Meski hatinya berusaha menyangkal ucapan Helena tidaklah benar, namun tetap saja pikiran negatif kembali meracuni. “Saya tetap percaya sama suami saya. Kebetulan anda datang kemari, saya bermaksud ingin mengembalikan paket yang anda kirim tadi pagi,” ucap Clay seraya melangkah menuju pintu kamarnya. Namun saat hendak meraih gagang pintu, Helena kembali memanggilnya. “Hei tunggu!” Helena melangkah menghampiri. “Maksud kedatanganku kali ini ingin memberi tawaran kerja untuk suamimu. Tentunya dengan gaji yang lebih besar.” Clay terdiam untuk sesaat, sebelum akhirnya memut