Masuk“Mengapa kita tak melakukannya sekarang? Bukankah kita sudah resmi menjadi pasangan suami istri?” Mendapatkan pengkhianatan dari sang kekasih yang tega berselingkuh dengan adik tirinya sendiri, hanya karena prinsip hidup Clay yang tak ingin melakukan hubungan badan sebelum adanya ikatan pernikahan. Elodie Clay Margaux terpaksa menerima ajakan menikah dari Kazuya, pemuda yang sudah berulang kali menyatakan perasaan cinta padanya. Hanya agar bisa membalas pengkhianatan sang mantan kekasih. Perbedaan usia tak menjadi masalah. Bagi Kazuya, mendapatkan cinta sang Asisten Dosen adalah impian dan tujuan hidupnya. Terjebak oleh sandiwara yang Clay buat, membuatnya harus berurusan dengan Kazuya Ivander Martin seumur hidup. “Lakukan kewajibanmu sebagai istri, maka apapun keinginanmu akan aku turuti.” Akankah Clay menuruti permintaan Kazuya? Bisakah Clay membalas cinta lelaki yang lebih pantas menjadi adiknya?
Lihat lebih banyak“Jika bukan denganmu, aku tidak akan menikah! Aku akan melajang selamanya!” tegas Kazuya dengan raut wajah serius.
Sorot matanya memancarkan ketulusan cinta yang mendalam, pada wanita berusia dua puluh empat tahun yang menjadi asisten dosen di perguruan tinggi tempat Kazuya mengenyam pendidikan. “Tidak! Apakah kau tak pernah diajarkan sopan santun?” Clay menatap tajam penuh peringatan pada pemuda berwajah oriental itu. Tak hanya sekali Clay menolak pernyataan cinta dari mahasiswa semester satu itu. Bahkan kali ini pemuda berusia sembilan belas tahun itu, berani melamarnya. Bukan hanya karena Clay sudah memiliki kekasih, namun perbedaan usia menjadi salah satu alasan wanita itu menolak. Mendengar penolakan tak membuat semangat Kazuya patah, justru dia semakin tertantang untuk bisa menaklukan hati sang pujaan hati. Rasa kagumnya justru bertambah, melihat raut wajah Clay yang tampak semakin cantik meski sedang dalam keadaan marah. “Kenapa kamu senyum-senyum sendiri? Apa ada yang lucu?” tanya Clay masih dengan nada ketus. “Memangnya ada ya, peraturan yang melarang mahasiswa untuk tersenyum pada Asdos? Lagian kita kan lagi di rumahku. Jadi aku bisa bebas melakukan apapun,” balas Kazuya sembari melangkah semakin dekat ke arah wanita yang ditugaskan untuk membimbing Kazuya belajar. “Hei, mau ngapain kamu? Aku bisa teriak sekarang kalau kamu ngelakuin yang aneh-aneh!” Raut panik terlihat jelas di wajah Clay. Segera dia menggeser tas pundaknya hingga di depan dada, seraya melangkah mundur. Pemuda itu bukannya menurut, justru semakin melangkah maju dengan senyum yang terlihat aneh di pandangan Clay. Langkah Clay berhenti, kala punggungnya sudah membentur tembok. “A-aku bilang berhenti Kazuya! Aku akan teriak sekarang!” ancam Clay ketika Kazuya semakin memupus jarak. Tangan wanita itu terulur ke depan, menahan dada Kazuya agar tetap di posisinya. “Ngapain kita gak pacaran aja sih? Kamu single, aku juga gak punya pacar,” ucap Kazuya sembari mengungkung tubuh kecil Clay dengan meletakkan kedua tangannya di sisi wanita itu. Pandangannya menelusuri kecantikan Clay yang sudah beberapa bulan ini mengisi pikirannya. Wajah Clay mendongak, membalas tatapan lembut pemuda kurang ajar itu dengan tatapan tajam penuh peringatan. “Enak saja kamu ngomong! Aku sudah punya calon suami! Dan sebentar lagi kami akan menikah! Jadi aku mohon mulai sekarang berhentilah melakukan hal yang sia-sia, karena aku tidak akan pernah menerimanya!” tegas Clay berusaha mendorong tubuh jangkung itu menjauh, namun usahanya sia-sia. Kekuatannya tak sebanding dengan kekuatan pemuda berbadan atletis itu. “Oh, really? Serius? Kamu sudah punya pacar?” Kazuya merendahkan wajahnya hingga sejajar dengan wajah sang wanita. Sorot mata tajam menelisik, namun menyimpan rasa tak percaya akan perkataan wanita itu. Justru dia mengira jika Clay sengaja membuat alasan yang mengada-ada, hanya untuk menolak cintanya. “Aku serius, Kazuya! Calon suamiku akan marah jika melihat kamu memperlakukan calon istrinya seperti ini!” “Lalu, dimana dia? Jika benar apa yang kamu katakan, kenapa aku gak pernah melihat pria yang kau bilang calon suami itu?” ucap Kazuya terdengar meremehkan. Smirk tipis tersungging di bibirnya. Clay membuang pandangannya ke samping. Tak kuat lama-lama bertatapan dengan pemuda yang memiliki ketampanan menonjol ini. Ada sedikit getaran aneh di dadanya, setiap kali berdekatan dengan Kazuya. Wangi maskulin bercampur dengan aroma tembakau, yang begitu menunjukkan sifat kelelakian Kazuya. “Calon suamiku sedang sibuk bekerja. Untuk itu, jarang sekali kami terlihat bersama,” jelas Clay tanpa berani menatap balik lawan bicaranya. “Tapi bukan berarti dia tak perhatian. Kami saling mencintai dan tak lama lagi kami akan menikah.” Clay menghela nafas panjang. Apa yang dia katakan, bukanlah seratus persen kebohongan. Meski ada hal yang dia ungkap secara berlebihan. Namun inilah satu-satunya cara yang mungkin saja bisa membuat pemuda itu berhenti mengejarnya. “Aku gak akan berhenti mengejarmu sampai..” Kazuya menghentikan ucapannya, meraih salah satu tangan Clay yang masih berada di dadanya. Membuat wanita itu terkesiap, hingga menegakkan pandangan. “Sampai aku sendiri tahu, jika calon suamimu itu benar-benar ada!” Deg! Wajah Clay tampak pias. Pipinya pun memerah. Clay tahu, Rafael memang belum pernah melamarnya. Bahkan sudah beberapa bulan terakhir ini, hubungan Clay dengan sang kekasih terasa sangat hambar. Ada sesuatu hal yang membuat hubungan mereka renggang. Entah apa itu, Clay pun tak tahu. Clay memejamkan mata sejenak seraya menghirup nafas dalam-dalam. Menghadapi pemuda seperti Kazuya memerlukan kesabaran ekstra. Padahal sudah berbagai cara dilakukan untuk menyadarkan pemuda itu, namun sepertinya Kazuya memiliki pendirian yang teguh. “Kalau kamu gak percaya, kamu boleh melihatnya sendiri. Aku akan kenalkan kamu dengan calon suamiku!” Dengan sekuat tenaga, Clay mendorong tubuh jangkung itu menjauh. Secepatnya dia mencari celah untuk bisa terbebas dari Kazuya. Melangkah terburu-buru menuju gerbang rumah keluarga Martin. Namun langkahnya terhenti kala melihat Mercedes Maybach hitam, memasuki pelataran rumah. Clay menunduk hormat ketika pria bergaya parlente itu keluar dari mobil mewahnya. Martin Gerald menatap datar pada wanita muda dari balik kacamata hitam yang bertengger di hidungnya. “Selamat sore tuan Martin,” sapa Clay seraya memaksakan senyumnya yang terlihat kaku, pada pria yang tak lain adalah papa Kazuya. “Bagaimana perkembangan putraku?” tanya pria pemilik rahang tegas itu dengan raut wajah datarnya. “Kazuya bisa mengikuti pelajaran yang saya ajarkan, tuan Martin. Anda tak perlu cemas, saya akan membantunya menyelesaikan pendidikan hingga putra anda meraih gelar dan memperoleh indeks prestasi seperti yang anda inginkan,” jelas Clay dengan pandangan menunduk. Berhadapan dengan pria yang memiliki pengaruh besar di universitas tempat Clay menimba ilmu, tak ayal membuatnya canggung. Andai saja bukan karena perintah dari Martin sendiri, mungkin saja dia sudah menolak menjadi pembimbing mahasiswa kurang ajar seperti Kazuya. Martin mengangguk, tanpa menjawab penjelasan dari wanita itu. “Saya pamit pulang, tuan. Tugas saya hari ini sudah selesai,” ucap Clay yang ingin segera meninggalkan rumah itu. “Pulanglah! Untuk gajimu, biar nanti asistenku yang mengurus.” Martin berjalan mendahului, hendak memasuki rumah. Namun mendadak raut wajahnya mengerut, tatkala berpapasan dengan putranya yang sudah bersiap dengan jaket kulit hitam dan helm arai menutup kepalanya. Kazuya tak berniat menyapa papanya, justru melangkah melewatinya. “Mau kemana, Kaz?” tanya Martin seraya melepas kacamata hitamnya. Kazuya menghentikan langkah. Sejenak terdiam, sebelum akhirnya menjawab, “mau anterin calon istriku pulang!” Mendengar jawaban singkat dari putra tunggalnya, sontak memancing reaksi Martin. Segera dia memutar tubuhnya untuk melihat langsung ke arah putranya. Namun belum sempat dia bertanya, Kazuya sudah berjalan menjauh. “Calon istri? Apa yang dimaksud adalah wanita yang tadi?” gumam Martin yang segera mencari keberadaan Clay. Namun sayangnya, wanita itu sudah tak terlihat. ***“Kau bicara apa tadi?” tanya Martin memastikan. Meski suara Kazuya terdengar lirih, namun telinganya mampu menangkap.Kazuya kembali menoleh ke belakang.“Apa papa ingat Helena, atasanku?”Martin langsung mengangguk, “apa yang dia lakukan? Kenapa kau menduga dialah orangnya, Kazuya?”Kazuya menghela nafas panjang. Sebenarnya dia enggan membicarakan hal ini pada Martin, namun tak memungkinkan lagi dirinya untuk menyembunyikan permasalahan itu. Kazuya harus mengungkap alasan yang kuat di balik dugaannya.Dari semua kemungkinan, hanya Helena yang paling masuk akal. Dialah satu-satunya orang yang memiliki alasan juga keberanian melakukan hal sekeji itu. “Aku bermasalah dengannya. Dari awal bekerja di pabrik itu, aku melihat sikapnya berbeda,” ucap Kazuya mengawali penjelasan.Salah satu alis Martin terangkat, “apa maksudmu atasanmu itu menyukaimu?” tebak Martin.“Aku tidak tahu, Pa. Hanya saja dia menunjukkan perhatian lebih.”“Apa dia sakit hati karena ternyata kau sudah memiliki istri?
“Ikut aku! Aku butuh bantuanmu untuk mencarinya!” perintah Kazuya seraya memacu langkahnya.Bastian mengambil kembali ponselnya dari tangan Felicia. Tanpa berucap, segera melangkah membuntuti Kazuya.“Hei, tunggu!” panggil Felicia, namun Bastian tak menoleh sedikitpun.Hingga langkah Kazuya tiba di depan pintu gerbang, matanya menangkap keberadaan mobil mewah milik Martin yang terparkir tak jauh dari sana.Kondisi langit sudah gelap. Minimnya penerangan jalan, tak menghalangi Kazuya untuk tidak mengenali mobil itu. Apalagi wajah seorang pria paruh baya yang terlihat dari sisi jendela setengah terbuka.“Tuan Kazuya, tunggu sebentar. Aku akan menghubungi orang yang saya tugaskan menjaga. Kemungkinan dia tahu tentang keberadaan Nona..”Ucapan Bastian terhenti kala tangan Kazuya terulur ke depan, sebagai isyarat untuk diam.Perlahan kakinya melangkah mendekat ke sisi mobil. Martin tadinya sibuk dengan ponselnya, ketika mendengar langkah kaki mendekat sontak mengalihkan tatapannya keluar j
Langkah Kazuya terhenti di ambang pintu kamar. Kondisi pintu yang tak sepenuhnya tertutup, memantik rasa curiga di hatinya. Jantungnya berdegup lebih cepat, ada firasat yang tak bisa dijelaskan. “Sayang..” panggil Kazuya seraya mendorong daun pintu perlahan. Pandangannya langsung menyapu ke dalam kamar. Kasur dalam kondisi kosong, selimut terlipat rapi dan kipas angin pun masih menyala. “Clay, sayang..” Kazuya masih terus memanggil, memacu langkahnya menuju kamar mandi. “Sayang, kamu di dalam?” ucapnya, berharap Clay berada di dalam. Namun tak ada jawaban. Tanpa mengulur waktu lagi, Kazuya meraih gagang kamar mandi lalu mendorongnya hingga terbuka. Menyalakan lampu penerangan. Tak ada Clay di sana. Hening menyelimuti keadaan sekitar. Kazuya bergerak mundur, meraih ponsel dari saku celana. Mencari kontak sang istri dan berusaha menghubunginya. Dering telepon terdengar dari dalam laci meja. Kazuya tersentak, pandangannya langsung tertuju ke arah meja di sisi ranjang. Perlahan t
Langkah-langkah mereka bergema di lorong pabrik yang panjang. Suara mesin berdengung, bercampur dengan aroma logam yang panas dan serat kain yang khas, memenuhi udara sekitar.Kazuya melangkah paling depan, suaranya terdengar tenang saat menjelaskan setiap area yang mereka lalui.“Ini tempat produksi utama,” ucapnya singkat tanpa ada niat untuk menjelaskan secara detail.Martin hanya diam, tak menjawab. Bukannya memperhatikan proses produksi yang berlangsung, Martin justru menatap punggung tegap Kazuya. Rasa sesal itu kembali menyeruak, menusuk dadanya. Dalam hitungan hari, hubungan yang dulunya begitu erat kini seolah terputus. Putra yang dulu begitu dia jaga, kini terlihat seperti orang asing. Sementara itu, Bastian yang berjalan paling belakang turut merasakan kecanggungan itu, namun memilih untuk diam.Hingga langkah mereka berakhir di bagian gudang pengepakan barang.“Ini tempat terakhir. Semua hasil produksi akan di simpan di sini, sebelum nantinya didistribusikan,” ucap Kazuy
“Papa..” panggil Kazuya lirih hampir tak terdengar. Melihat kembali wajah pria yang selama ini dianggap ayahnya, cukup membuat hatinya mencelos.Di sisi lain, Martin tampak mematung untuk sesaat. Namun dalam hitungan detik raut wajahnya kembali dingin, segera mengalihkan pandangannya ke depan.“Maaf nyonya Helena, Tuan Martin,” sapa sang kepala gudang seraya menunduk hormat. “Maaf kami mengganggu waktu anda, saya hanya..”“Gery, duduklah! Ajak Kazuya masuk dan.. tutup pintunya!” perintah Helena yang langsung dituruti oleh kepala gudang.Kini Kazuya terjebak dalam situasi yang tak diinginkan. Dari awal ingin menghindar, namun justru orang yang dihindari telah muncul di hadapannya.Kazuya duduk di sofa memanjang di sudut ruangan, sementara Martin duduk di kursi depan meja kerja Helena, dengan Bastian yang berdiri di belakangnya.“Maaf obrolan kita terjeda Tuan Martin,” ucap Helena kembali duduk di kursi. Tangannya mulai bergerak di atas papan keyboard. “Sejak tiga bulan terakhir, produk
“Maaf Nyonya Helena, saya rasa itu tidak mungkin. Saya tahu betul seperti apa suami saya. Dia tidak mungkin..” “Kau pikir suamimu itu lurus-lurus aja?” Helena memotong ucapan Clay, tersenyum remeh. “Sudahlah, kita itu harus hidup sesuai realita. Tak ada lelaki jujur di dunia ini, kita harus terima itu.” Clay mengulas senyum tipis, berusaha menunjukkan sikap setenang mungkin meski dadanya berdebar tak menentu. Meski hatinya berusaha menyangkal ucapan Helena tidaklah benar, namun tetap saja pikiran negatif kembali meracuni. “Saya tetap percaya sama suami saya. Kebetulan anda datang kemari, saya bermaksud ingin mengembalikan paket yang anda kirim tadi pagi,” ucap Clay seraya melangkah menuju pintu kamarnya. Namun saat hendak meraih gagang pintu, Helena kembali memanggilnya. “Hei tunggu!” Helena melangkah menghampiri. “Maksud kedatanganku kali ini ingin memberi tawaran kerja untuk suamimu. Tentunya dengan gaji yang lebih besar.” Clay terdiam untuk sesaat, sebelum akhirnya memut






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen