Share

MD4. Nikah Dadakan

Di saat mereka berdua terjebak di sebuah ruang yang sangat sempit dengan keadaan si pinky boy sedang dalam keadaan listrik bertegangan tinggi.

Di tempat lain, Tegar berhasil ditangkap dan dibawa ke kantor polisi. Dompet yang pemuda itu ambil kembali dengan selamat ke tangan si pemilik. Polisi pun mengintrogasi Tegar dengan berbagai pertanyaan dan harus dijawab jujur oleh Tegar agar tidak bertambah lagi bonyok-bonyok di mukanya.

Kembali lagi ke toilet umum yang di dalam toilet tersebut si pinky boy masih berada di puncak ketegangan dimana pusaka keramatnya mulai bangun dari tidur panjangnya. Terlihat pinky boy mulai resah gelisah tidak karuan.

'Kamvret ... Anacondaku berdiri,' batinnya yang masih menahan rasa ngilu membekap mulutnya sendiri dengan menggunakan tangan kirinya.

'Shiit! Kenapa langsung konek seperti ini sih?' Membatin merasakan anaconda nya semakin menegang dan keras.

'Gadis ini sengaja atau bagaimana sih? Tidak tahu apa jika aku sedang dalam keadaan konek dengan tegangan listrik 1000 volt seperti ini. Jika berada di kamar sudah aku seruduk nih.' Pemuda itu terus ngedumel sendiri di dalam hati.

'Lama-lama jika seperti ini terus-menerus akan muncul orang ketiga yang akan meracuniku otakku.' Sang pinky boy masih ngedumel dalam hati dan dia merasa semakin tidak karuan. Dia masih menahan diri untuk tidak berbuat khilaf.

Setelah merasa keadaaan di luar sana sudah aman, Yola melangkah maju menjauh dari tubuh si pemuda yang sudah mulai sangat tersiksa dengan pergesekan di bawah sana.

Akhirnya si pemuda bisa bernapas lega, walaupun keadaan masih menyiksa karena tegangan masih terlalu tinggi untuk diturunkan. Yola membalikkan badannya menatap pemuda berbaju pink itu.

"Kau kenapa? Kenapa mukamu merah seperti itu? Dan kenapa kau berkeringat?" cerca Yola yang melihat gelagat aneh dari si pemuda dengan napas pemuda itu tidak beraturan.

Pandangan Yola langsung mengarah ke bawah, di mana tonjolan itu terlihat jelas. Mata Yola membulat dan segera keluar dari toilet dan di iringan dengan ocehan yang keluar dari mulutnya.

"Ah ... dasar mesum," gerutu Yola sambil menghirup udara karena terlalu lama ngumpet di toilet yang pengap.

Selang beberapa menit, si pemuda keluar sambil membenarkan letak anacondanya yang sepertinya sudah mulai merasa tidak nyaman di dalam kandangnya. Si pemuda merasakan si anaconda mulai meronta-ronta .

"Hei ... kau ini apa tidak bisa tanggung ja———" kata-kata si pemuda terhenti ketika ada beberapa pria dan wanita lewat di tempat itu. "wab," lanjut si pemuda dengan nada pelan.

"Kalian berdua sedang apa di sini?" tanya seorang wanita yang langsung menatap anunya si pemuda berbaju pink.

"Apa ... ada apa?" Si pemuda menutup tonjolan di balik celana putihnya dengan kedua tangannya.

"Wah ... kalian berdua mesum di toilet ya?" kata seorang pria yang langsung memegang tangan si pemuda dan wanita lainnya juga memegangi Yola agar tidak kabur.

"Kalian berdua harus bertanggung jawab. Enak sekali mencoreng kampung kita dengan mesum di toilet," cerca salah satu wanita berambut pendek.

"Hei ... siapa yang mesum di toilet?" protes si pemuda.

"Kita berdua hanya ngumpet tadi di dalam toilet, tidak lebih dari itu kok." Yola mulai membela dirinya.

"Mana ada ngumpet berduaan di toilet?"

"Kalian berdua itu berbeda jenis kelamin, lalu ngapain kalian di dalam toilet kalau tidak berbuat mesum," lanjut salah seorang lagi.

"Lihat itu anu si pemuda berbaju pink sampai tegang menonjol begitu."

Tampak keduanya dicerca dengan berbagai pertanyaan hingga mereka tak sempat membela diri.

"Sudah ... sudah ... langsung bawa mereka ke KUA saja dan segera nikahkan mereka, biar kita-kita juga tidak ikut berdosa. Mau beralasan apalagi mereka berdua sudah ketangkap basah ini. Jika masih mengelak telanjangi saja mereka berdua!"

Mendengar kalimat itu si pinky boy dan Yola pasrah digiring menuju KUA setempat, mau protes pun tidak akan ada yang percaya jika mereka tidak melakukan apa-apa di toilet. Mereka berdua digiring beramai-ramai masuk ke KUA.

"Ada apa ini, kenapa ramai-ramai? Jika ingin demo peralatan masak bukan di sini tempatnya," ucap pak penghulu.

"Tolong nikahkan mereka berdua, Pak," celetuk seorang warga mendudukkan si pemuda dan Yola di depan penghulu.

"Kasus apa lagi ini sampai harus digiring beramai-ramai seperti ini?" tanya si penghulu lagi.

"Mesum di toilet, Pak," jawab seorang warga. Si penghulu langsung menatap si pemuda dan Yola, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Hmm ... kalian masih muda kenapa harus mesum di toilet?" Penghulu itu pun bersiap-siap.

Si pemuda dan Yola hanya saling pandang, karena mereka tidak diberi kesempatan sedikit pun untuk menjawab atau membela diri.

"Namamu siapa anak muda?" tanya penghulu ke si pinky boy.

"Jin," jawabnya.

"Hah?" Semua bergidik ngeri mendengarkan nama itu. Serentak mundur ke belakang. "Bukan Jin itu. Namaku Herjinot Adiwangsa."

"Oh ...." Semua kembali maju ke depan merapatkan barisan.

Jin menjawab sambil memegang anaconda nya yang masih membuatnya merasa tidak nyaman.

"Kau ... siapa namamu, Nak?" tanya penghulu ke si gadis.

"Aku?" gadis itu menunjuk dirinya sendiri, "Yola ... Yola Asmara," jawabnya.

"Pak ... Pak, tunggu dulu. Tidak adil kalau seperti ini," protes Jin.

"Apanya yang tidak adil?" jawab si penghulu.

"Ya itu, dipaksa menikah," cicit Jin.

"Kalian memang harus bertanggung jawab. Sudah tertangkap basah, masih mau protes. Apa kalian berdua mau ditelanjangi?"

Jin mengangkat kepalanya dan menggerak-gerakkan tangannya, "tidak ... tidak, nanti reputasi ku sebagai pria paling tamvan se-jekardah ambyar."

"Jadi, kalian setuju kalau dinikahkan?"

Baik Jin maupun Yola hanya saling pandang dan tak mengeluarkan sepatah katapun, sepertinya mereka berdua telah setuju jika dinikahkan hari itu juga.

Acara ijab qobul berjalan lancar jaya tanpa hambatan, tanpa batu kerikil, tanpa tanjakkan dan tanpa kelok-kelok seperti jalan tol yang langsung bablas sampai ke tujuan dengan selamat sentosa.

"Bagaimana para saksi? SAH?" ucap penghulu.

"SAH!" dijawab serentak oleh warga kampung yang ada di dalam kantor KUA.

"Kalian sudah resmi menikah dan kau bisa langsung menyalurkan hasratmu itu." Pak penghulu menunjuk tonjolan di balik celana Jin yang kelihatan sudah meronta-ronta ingin lepas.

Mereka berdua keluar dari KUA dengan membawa oleh-oleh sebuah buku nikah yang masing-masing dipegang Jin dan Yola.

"Hei ... Saodah, urusan kita sudah beres kan? Pulang sana," usir Jin mengibaskan tangannya.

"Seenak jidatmu mengusir orang sembarangan. Kita ini sudah menikah dan aku harus ikut ke manapun kau pergi." Yola sedikit kesal.

"Yola! Rupanya kau di sini!" Sebuah teriakan membuat Yola menoleh ke belakang.

"Mampus dah," umpat Yola yang kembali mengambil ancang-ancang untuk lari. Diraihnya kembali tangan Jin yang sedari tadi mulut pemuda itu ngedumel sendiri tidak jelas.

"Apa-apaan lagi ini?" Jin terkejut. "Kau ini benar-benar suka sekali mengajakku kabur berlari." Jin ikut berlari karena ditarik Yola.

"Hei ... kau ke sini naik apa?" tanya Yola.

"Mobil," jawab Jin singkat.

"Lalu di mana mobilmu?" tanya Yola lagi.

"Kenapa kau bertanya-tanya soal mobil?"

"Aku sudah tidak tahan lagi ingin cepat-cepat sampai di rumahmu," kata Yola beralasan.

Mendengarkan hal itu, Jin langsung mendominasi berlari mendahului dan menarik tangan Yola. Dari jauh terlihat mobil berwarna pink berdiri kokoh.

"Cepat masuk ke dalam mobil." Jin menyuruh Yola masuk ke mobilnya.

"Yang benar saja, mobilnya warna pink juga?" Yola bengong.

"Hei ... kenapa kau bengong?" teriak Jin dari dalam mobil.

Yola menoleh ke belakang melihat gerombolan preman yang mengejarnya.

"Cuma ini satu-satunya jalan agar aku bisa kabur dari mereka," beo Yola langsung masuk ke dalam mobil.

Belum sempat Yola memasang seat-beal, Jin sudah langsung tancap gas membelokkan mobil ke kanan hingga membuat Yola oleng ke kanan dan tidak sengaja memegang pusaka keramatnya milik Jin.

"Hei ... kenapa kau meremas anaconda ku?" protes Jin yang masih merasa ngilu pada anunya.

"Ah ... ma-maaf. Aku tidak sengaja." Yola kaget.

"Ah ... kau ini membangunkan tidurnya lagi." Jin mulai tidak fokus menyetir.

"Apanya yang bangun?" Yola tidak paham.

"Adikku," jawab Jin singkat.

"Memangnya kau ke sini bersama dengan adikmu? Lalu di mana adikmu, kenapa aku tidak melihatnya?" Yola celingukan.

"Bukan adik yang itu, tapi adik yang ini." Jin menunjuk ke anunya.

"Mana ... mana ... coba aku ingin melihatnya ...."

Jin makin tidak fokus menyetir, lantaran belaian tangan Yola.

"Awas saja, jika udah sampai rumah. Anacondaku akan mematukmu!" Jin mulai sewot.

"Mana ada anaconda matuk, yang ada itu anaconda melilit," ledek Yola.

"Hiissss ... pokoknya itulah." Jin menginjak gas lagi.

💘💘💘

Mobil pink masuk ke sebuah gerbang rumah yang sangat mewah. Beberapa pengawal memberi salam pada tuannya yang baru datang.

"Selamat datang, Tuan muda ...," sapa salah satu pengawalnya.

"Tolong parkirkan mobilku dengan benar," perintah Jin kemudian menarik tangan Yola masuk ke rumah yang megah itu.

"Selamat datang, Tuan muda ...," sapa seorang wanita paruh baya sambil tersenyum.

"Ah ... Bibi Im, tolong jangan ganggu aku dulu ya."

"Kak Jin!" teriak seorang pemuda yang baru masuk.

Jin menoleh ke belakang melihat sang adik baru pulang kuliah

"Ah ... siapa perempuan ini, Kak?" Jimmy mendekati Yola sambil mengulum lolipop.

"Dia Kakak Iparmu," jelas Jin.

"Kakak Ipar?" Jimmy berusaha mencerna kata-kata Jin. "Hei ... kak Jin, kapan kau pacaran? Kenapa tiba-tiba menikah? dan bla ... bla ... bla ...." Jimmy mencerca dengan banyak pertanyaan pada Jin.

"Hiisss ... diam kau kutil. Berisik sekali kau ini. Jangan menggangguku. Keadaan sedang darurat karena tegangan sudah level tinggi." Jin menarik Yola naik ke lantai dua.

"Level tinggi? Dikata sedang main game apa, Kak?" celoteh Jimmy. Jimmy hanya bengong sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Jin menarik Yola, masuk ke kamarnya yang serba berwarna pink. Gadis yang baru saja dia nikahi beberapa waktu lalu itu hanya menelan ludah.

"Apa tidak salah ini, pink semua?" tanya Yola heran.

"Kenapa?" Jin bertanya pada Yola.

"Aku saja yang wanita tulen tidak begitu suka dengan warna pink. Meragukan." Yola melirik pusaka keramat milik Jin.

"Apa? Kenapa? Kau ragu dengan burung elangku?" Jin mulai sewot.

"Hahaha burung elang? Yang ada burung perkutut kali," ledek Yola.

"Enak saja ngatain burung perkutut." Kesabaran Jin mulai hilang. Dia langsung menyambar tubuh Yola dan menindihinya.

"Hei ... Jamaludin, kau mau apa?" tanya Yola.

"Kita kan sudah menikah, wajar saja kalau pengantin baru melakukan malam pertama," kata Jin.

"Kau ini bisa membedakan waktu tidak? Ini masih sore, dodol." Yola mendorong tubuh Jin.

"Tapi aku sudah tidak tahan, burungku ingin sekali berenang bebas." Jin kembali menindihi tubuh Yola.

"Jika kau ingin burungmu berenang, tunggu sampai malam. Itu baru namanya malam pertama." Yola mendorong tubuh Jin lagi.

"Baiklah, aku mengalah. Nanti malam aku akan menghajarmu," ancam Jin.

Yola mulai khawatir dengan kata-kata Jin ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status