Share

Bab Lima

last update Last Updated: 2023-10-20 07:56:31

Ibu Pov

****************

Gerak tanganku terhenti untuk menanti jawaban Kalila. Akan tetapi, beberapa saat menunggu, Kalila tak kunjung bersuara. Dia malah sibuk mengecupi pipi merah bayinya.

Entah ia tak mendengar pertanyaanku, atau cuma berpura-pura tak tak mendengar. Yang terlihat hanya sikap Kalila yang seperti begitu menyayangi putrinya. Sehingga tak memedulikan yang lain. Jelas sekali dari senyuman yang tercetak di bibirnya saat memandangi wajah bayinya.

"Lila, ayo bersiap pulang," tegurku pada Kalila yang terlihat tidak memerhatikan apapun di sekitarnya. Fokusnya hanya tertuju pada bayi merah yang lahir menjelang malam kemarin.

Kalila tersentak mendengar suaraku, namun segera menjawab, "Iya, Bu." Kemudian beringsut dari tempat tidur khas rumah sakit tersebut.

"Sini bayinya biar Ibu yang gendong. Kamu duduk di kursi roda. Jangan jalan takut jahitannya lepas," ujarku, dengan kedua tangan meraih bayi dari gendongan Kalila.

"Arla, Bu. Namanya Arla." Kalila menyebutkan nama anaknya seiring dengan tarikan di sudut bibirnya.

"Kenapa namanya Arla?"

"Karena Lila suka nama itu."

"Ya sudah, cepat bersiap. Setelah Ayah kembali, kita pulang."

Aku duduk di tepi tempat tidur. Menggendong bayi Arla sambil memberinya susu dalam botol. Sesekali kulirik Kalila yang tengah mengutak-atik  ponselnya. Sepertinya sedang berbalas pesan. Tapi, tidak kuketahui dengan siapa. Yang pasti senyuman tak kunjung surut menghiasi wajah pasinya.

"Sudah beres semua, kan? Ayo pulang!" Suara suamiku menginterupsi keheningan kamar rawat ini. Sekaligus memudarkan seri yang baru saja terbit di raut wajah Kalila.

Gurat itu kini berubah ekspresi menjadi sebuah ketakutan dan kecemasan. Ditambah lagi intonasi bicara ayahnya yang tegas namun datar, membuat suasana serasa mencekam.

Di belakang suamiku, seorang lelaki setengah baya membuntuti langkahnya. Ia turut membantu membawa barang-barang Kalila dan bayinya. Kemudian seorang perawat yang kemarin menemani Kalila di ruang bersalin pun, muncul dan segera mengambil tugas mendorong kursi roda putriku.

Entah perasaanku saja, atau memang benar adanya. Perawat itu tampak begitu akrab dengan Kalila. Sepenjang menyusuri lorong menuju pintu keluar, suster muda itu begitu antusias memberi banyak petuah pada Kalila. Begitu pun sebaliknya, Kalila amat semangat menerima segala nasihat perawat tersebut.

"Apa kalian saling kenal?" tanyaku, ketika langkah kami hampir mendekati taksi yang sudah dipesan suamiku.

Semua terdiam. Baik sang perawat maupun Kalila tak ada yang berinisiatif menjawab. Sontak ayunan kakiku pun terhenti. Rasa penasaran semakin menggugah hatiku untuk terus mencecar mereka dengan banyak lagi pertanyaan lain. Andai apa yang kusangkakan itu benar adanya.

"Ibu lupa, ya? Ini suster yang kemarin nemenin Lila." Kalila segera menjawab, sesaat setelah kulayangkan tatapan menyelidik pada keduanya.

"Tentu saja Ibu ingat. Tapi, bukan itu yang Ibu maksud. Kenapa suster ini kerjaannya cuma ngurusin kamu dari kemarin. Bukannya tugasnya juga mengurus pasien lain?" cecarku, berharap mendapat jawaban yang masuk akal.

"Bu, dari awal datang ke rumah sakit, Suster Laras yang bantuin Lila. Sebenarnya kemarin sore jam kerja suster Laras udah selesai, tapi Lila yang minta suster Laras nemenin Lila. Dan suster Laras gak keberatan. Lagian Lila bayar, kok, jasanya. Iya, kan, Sus?" Suster bernama Laras itu mengangguk. 

Cukup masuk akal penjelasan Kalila. Akan tetapi, tetap saja aku tidak puas mendengar jawabannya. Namun begitu, kusudahi sesi tanya jawab dengan dua perempuan yang kuperkirakan usianya sepantaran itu.

Badanku juga sangat lelah ingin segera beristirahat. Semalaman aku tidak tidur, tepatnya tak bisa tidur. Selain karena terlalu banyak yang kupikirkan, aku juga sibuk merawat bayi Arla yang hampir setiap jam terbangun dan harus menyusu.

**********

Keheningan kembali menyergap di antara kami yang tengah dalam perjalanan menuju Apartemen Kalila. Ayah Kalila masih enggan mengajak putrinya untuk bicara. Juga Kalila yang jelas sekali sangat takut berhadapan dengan suamiku. Suasana canggung pun tak dapat kami hindari.

Sementara itu, otakku justru dipaksa untuk berpikir keras. Aku sedang mencoba mencari arti dari setiap sikap yang ditunjukkan Kalila. Karena, dari sudut pandangku, tak nampak kesedihan maupun penyesalan di matanya. 

Apakah semua yang menimpanya sama sekali tak membebaninya? Dia hanya akan terlihat murung ketika berhadapan dengan ayahnya. Selebihnya Kalila tampak tenang bahkan acap kali tersenyum ketika berbalas pesan dengan seseorang di ponselnya.

Juga saat memandangi putri kecilnya, Kalila justru terlihat bahagia seperti ibu-ibu yang lain. Namun, sekali lagi aku harus bisa menahan diri. Setidaknya sampai kami tiba di tempat tinggalnya. Agar pembicaraan kami mendapat ruang privasi.

"Bu, sini gantian Lila yang gendong Baby Arla." Lila meminta bayinya, setelah kami sampai di parkiran gedung tinggi di mana tempat tinggalnya berada.

Kuserahkan bayi itu pada Ibunya, kemudian kuminta sopir taksi tadi agar membantu membawa barang-barang. Dengan penawaran upah sesuai kesepakatan tentunya.

Ketika kami semua tiba di depan pintu unit Apartemen sewaan Kalila, kami dikejutkan oleh seorang perempuan yang kira-kira usianya lebih tua dariku. Ia menyambut kedatangan kami dengan ramah.

"Selamat datang, Bu. Selamat atas kelahirannya bayinya," ucap wanita itu, seraya mempersilahkan kami untuk masuk.

"Bi, ini Ibu dan Ayah aku." Kalila memperkenalkan kami pada perempuan itu. Kemudian balik memberitahu kami bahwa wanita itu asisten rumah tangganya, bernama Resti.

Aku dan suamiku hanya bisa saling pandang dalam kebingungan. Bagaimana bisa Kalila mempekerjakan seorang ART? Apakah gajinya memang mencukupi untuk membayar upah wanita itu?

Kutelusuri pula setiap sudut ruangan di mana kami berada saat ini. Mewah. Ya benar, semua yang ada di dalamnya adalah barang-barang mewah. Ya Allah, dari mana putriku mendapat uang untuk membeli semua itu. Sedangkan setiap bulan, ia juga tak pernah absen mengirim uang untuk biaya sekolah Kirana.

Meski kami pun berasal dari keluarga yang berkecukupan, tetapi untuk berang mewah seperti yang dimiliki Kalila, itu sesuatu yang masih jauh dari jangkauan kami. Sekalipun gaji Kalila terbilang besar, rasanya tetap mustahil bisa seperti ini.

Di tengah banyaknya pertanyaan yang belum terjawab ini, tiba-tiba Bi Resti menghampiri kami.

"Bu, itu di kamar Adek bayi ada kiriman stroller dari Bapak ...."

____________________________

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Empat Puluh Empat (Ending)

    Resepsi pernikahan yang nyaris batal itu, akhirnya digelar. Jika saat akad nikah Kalila dan Ilham mengenakan baju pengantin khas Sunda, kali mereka memakai konsep Internasional.Acara tersebut digelar secara outdoor, dan didukung dengan cuaca cerah yang membuat segalanya berjalan dengan apik dan sempurna.Para tetamu yang terdiri dari keluarga, kerabat, juga rekan-rekan serta sahabat, baik dari Ilham maupun Kalila, terus berdatangan dan bergantian bersalaman sambil memberi ucapan selamat, pun mendoakan segala kebaikan untuk rumah tangga mereka.Tak cuma itu, masing-masing dari mereka juga tak mau ketinggalan dengan sesi foto bersama. Momen penting tersebut, sangat sayang untuk tidak diabadikan. Tak hanya menggunakan kamera profesional, mereka juga memakai ponsel pribadi untuk bisa segera dipajang di sosial media yang mereka miliki."Mbak, kita belum foto berdua," cerocos Kirana, yang tiba-tiba berdiri memben

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Empat Puluh Tiga

    Tersedu meresapi pilu, Kalila tak kuasa membendung butiran yang menggenangi parasnya yang sendu.Kondisi terburuk dari kesehatan sang Kakek mau tak mau mencuatkan besarnya rasa bersalah dirinya karena, telah tega meninggalkannya."Maafin Lila, Kek. Gara-gara Lila, Kakek jadi begini," lirihnya, di antara isakan yang tak lagi mampu ia tahan.Beberapa saat sebelumnya, Kalila segera dibawa masuk oleh suaminya. Setelah ia memastikan bahwa apa yang dilihatnya bukan sekadar bayangan.Namun sebelumnya, Ilham sempat merengkuh tubuh ringkih yang belum benar-benar pulih. Akhirnya rindu itu terobati dengan hadirnya sang kekasih. Meski setelahnya ia merasa batinnya teriris perih, begitu mengetahui seseorang yang berdiri di belakang wanita terkasih."Jangan, Nak. Jangan minta maaf sama Kakek. Kakek sakit bukan karena kamu. Kakek sudah tua, ini sudah sewajarnya. Tapi, kamu. Kamu menderita karena Kak

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Empat Puluh Dua

    Hari-hari berlalu tanpa kabar yang pasti. Pencarian telah dilakukan dengan berbagai cara. Teman, saudara, dan juga para kerabat sudah disambangi satu demi satu, untuk mendapatkan informasi.Dari dalam kota hingga ke luar kota, mereka kunjungi. Mana tahu ada salah satu yang dijadikan Kalila tempat sembunyi. Terhitung sudah 10 hari, Kalila tak juga kembali.Demi menebus kesalahannya, Ima juga meminta Amar mengerahkan orang-orang kepercayaannya untuk mencari Kalila. Namun, wanita itu bak hilang tanpa kerana. "Mas Ilham mau kerja?" tanya Ina, ketika menikmati sarapan bersama.Si bungsu sudah menginap beberapa hari karena kesehatan ayah mereka yang kian menurun pasca kepergian cucu kesayangannya. "Iya," jawabnya singkat."Mas Ilham yakin?" Ilham menoleh, menyadari keraguan dari nada bicara sang adik. "Cuma ngecek aja. Aku masih mau cari Kalila lagi,

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Empat Puluh Satu

    Tanpa pikir panjang Ilham segera berlari menyusuri setiap lorong rumah sakit yang menuju pintu keluar. Dalam benaknya, Kalila yang sakit tak mungkin secepat itu bisa pergi.Bahkan hingga kakinya menapaki gerbang yang dijaga oleh beberapa security, lelaki berhidung bangir itu tak sekalipun mendapati apa yang ia cari.Tertinggal cukup jauh, Mbak Susi menyusul dengan terengah-engah."Mbak Susi tunggu di sini, saya ambil mobil dulu," pekik Ilham, dengan panik.Mbak Susi kesulitan bicara. Hanya mampu menganggukkan kepala. Napasnya terputus-putus saking lelahnya.Hanya butuh 2 menit saja bagi Ilham memindahkan mobilnya dari area parkir menuju gerbang keluar. Lelaki dengan kemeja biru tua itupun berseru, menyuruh sang ART memasuki kendaraannya.Layaknya berpacu di arena balap, Ilham mengemudi tanpa kendali. Tak peduli banyaknya umpatan dan makian yang ia dapat dari penggun

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Empat Puluh

    Tanpa menunggu jawaban istrinya, Ilham gegas mengambil langkah lebar meninggalkan ruangan tempat Kalila dirawat. Beberapa langkah di depannya, orang tua Kalila rupanya sudah tiba untuk melihat kondisi putri sulung mereka."Keadaan Lila gimana, Ham?" tanya Ira, gurat kecemasan begitu kentara memenuhi wajahnya."Masuk aja, Mbak," sahut Ilham, menunjuk ruang rawat istrinya dengan ekor matanya.Wanita lembut itu segera memasuki ruangan yang telah ditunjukkan menantunya.Sementara suaminya tengah memandang Ilham dengan tatapan yang aneh. "Kamu mau kemana?" tanyanya, kemudian."Aku ada urusan sebentar, Mas." Jawaban yang tak memuaskan menurut Ridwan. "Urusan? Urusan apa malam-malam begini?" Pria baya itu memicingkan mata, curiga."Mas, aku mohon jangan curigai aku seperti itu. Aku buru-buru, nanti kalian semua juga tahu." Lelaki ber

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Tiga Puluh Sembilan

    "Ada apa sebenarnya dengan Tante Ima? Kenapa semua orang bungkam di depanku? Kenapa aku tidak boleh tahu tentang keberadaannya? Kenapa?" Tatapan Ibu dari satu anak itu nyalang."Sayang, kamu tenang dulu. Kita omongin ini baik-baik, ya." Ilham memegang pundak Kalila, mencoba menenangkannya. Sayangnya, Kalila malah menepisnya."Kalian tahu sesuatu tentang wanita itu. Dan kalian merahasiakannya dariku. Aku tahu apa alasannya. Karena, selama ini kalian masih tetap tidak percaya sama aku, kan?" Tawa hambar mengiringi tiap kata yang meluncur dari bibirnya."Sayang, dengar dulu. Kami lakuin ini juga demi menjaga perasaan kamu—""Enggak, Om Ilham pasti bohong. Om juga bohong kalau selama ini percaya sama aku. Om gak pernah mempercayai aku. Gak ada yang percaya aku, semua orang selalu bilang aku pembohong. Aku penggoda, aku murahan, aku hina, aku ...." Runtuh sudah pertahanannya kala itu. But

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status