Home / Romansa / Mendadak Sah / 5. Wajah Tak Asing

Share

5. Wajah Tak Asing

Author: Viallynn
last update Huling Na-update: 2023-11-01 20:28:14

Memasuki ruang pertemuan, mata Fasya langsung tertuju pada sekumpulan mahasiswa dengan almamater kebanggaan dari kampus mereka. Mereka semua duduk rapi dengan wajah yang serius, siap mendengarkan materi kunjungan hari ini. Seketika Fasya meringis. Apa dia pernah seserius ini saat kuliah? Sepertinya tidak.

"Ini, kalian bagiin kertas ini ke mereka semua ya. Setelah itu duduk di belakang laptop," ucap Shanon memberi arahan.

Fasya dan Dinar kompak mengangguk dan segera melaksanakan tugas mereka. Melihat Damar yang sudah berdiri di depan podium, sepertinya pria itu yang akan mengisi materi kunjungan hari ini. Setelah membagikan kertas yang Fasya yakini berisi materi pembahasan hari ini, dia mulai duduk di depan laptop untuk membantu Damar melakukan presentasi.

Mendengar penjelasan Damar mengenai perusahaan, Fasya seperti ikut belajar banyak hal di sini. Ini masih hari pertamanya tapi dia sudah mendapatkan banyak informasi. Awalnya yang ia ketahui hanya tentang departemen tempat ia magang, tapi ternyata sebuah perusahaan jauh lebih luas dari pada itu.

"Mas Damar keren banget," bisik Dinar sambil menyandarkan kepalanya di bahu Fasya.

"Untuk materi selanjutnya akan dijelaskan oleh Bapak Fatomi, perwakilan dari bagian produksi. Silakan, Pak."

Setelah itu Damar turun dan mendekat. Dia duduk di samping Fasya sambil merapikan kemejanya.

"Haus, Mas?" tanya Dinar.

"Dikit."

"Minum dulu." Dinar memberikan sebotol air mineral dengan tatapan yang masih terpesona.

"Terima kasih."

"Biasanya kunjungan itu berapa jam, Mas?" tanya Fasya.

"Untuk penjelasan materi nggak lama, paling cuma setengah jam. Selebihnya mereka akan keliling pabrik nanti."

Fasya dan Dinar kompak mengangguk. Mereka benar-benar seperti anak kecil yang baru mengetahui sesuatu. Banyak pertanyaan yang mereka tanyakan pada Damar dan Damar juga dengan sabar menjawabnya.

"Nanti kalian ikut keliling pabrik temenin Mbak Hanum."

"Pihak humas juga ikut, Mas?"

"Iya dong, kan kita penjembatan antara pihak eksternal dan internal," jelas Damar lagi.

"Siap, Bos!"

Beberapa menit kemudian penjelasan materi telah selesai. Mereka semua bergegas keluar menuju bus milik perusahaan untuk berkeliling pabrik. Namun sebelum itu, Fasya memutuskan untuk ijin ke toilet terlebih dahulu. Dia tidak bisa menahannya lagi. Tubuhnya memang sangat sensitif dengan suhu ruangan yang cukup dingin.

Ketika keluar dari kamar mandi, Fasya dikejutkan dengan bayangan seorang pria yang terlihat tidak asing. Pria itu memasuki toilet pria saat ia keluar dari toilet wanita. Meskipun terlihat samar tapi Fasya tetap dibuat terkejut. Apa penglihatannya salah? Tidak mungkin jika Fasya melihat pria itu.

"Kok mirip Mas Adnan ya?" gumam Fasya panik.

Dia sangat penasaran tapi dia tidak mungkin masuk ke toilet pria. Fasya masih waras untuk tidak mengikuti insting gilanya.

"Asli, orang tadi mirip Mas Adnan," gumam Fasya lagi.

Pada akhirnya Fasya memilih untuk menunggu di depan toilet. Dia berdiri dengan bersandar pada tembok. Bibirnya berdoa agar penglihatannya memang salah tadi. Mungkin karena terlalu benci sehingga bayang-bayang wajah pria itu menghantuinya. Fasya masih menunggu, ia hanya ingin memastikan jika tidak akan berhubungan dengan pria itu tempat ini. Cukup di rumah saja mereka bertemu, Fasya tidak ingin Adnan mengganggu ketenangan magangnya di kantor.

Suara langkah sepatu yang terdengar mendekat membuat Fasya berdiri tegak. Dia menatap pintu masuk toilet pria dengan mata yang tajam. Bahkan tanpa sadar keningnya berkerut dalam karena rasa penasaran yang begitu dalam.

Saat pintu terbuka, Fasya menghela napas lega melihat Damar yang keluar dari sana.

"Loh, Sya. Masih di sini?" tanya Damar bingung.

Fasya menghela napas lega. Ternyata apa yang ia lihat memang salah. Pria tak asing itu dalah Damar. Anggap saja seperti itu, Fasya terlalu malas untuk berpikir lebih dalam yang akan membuatnya terus berpikiran yang tidak-tidak.

"Iya, Mas. Saya ke toilet dulu tadi. Mas Damar sendiri kok masih di sini? Nggak balik ke ruangan?"

"Ada rapat sama Pak Dirut di ruangan sebelah. Ini saya lagi temenin Bu Kinan buat ikut rapat."

Fasya mengangguk mengerti. Dia melirik jamnya sebentar dan bersiap untuk pergi.

"Kalau gitu saya ke Mbak Hanum dulu ya, Mas."

"Iya, nanti jangan lupa pake APD pas masuk pabrik!" ucap Damar agak keras saat Fasya sudah berlalu.

"Kenapa teriak-teriak?" tanya seorang pria yang baru saja keluar dari toilet.

Damar tersenyum canggung, "Enggak, Pak. Cuma ingetin anak magang tadi."

Pria itu mengangguk mengerti dan melirik jam tangannya sebentar, "Kamu ikut rapat kan? Ayo, kita mulai rapatnya."

"Baik, Pak," jawab Damar yang kemudian berjalan di belakang pria yang merupakan Direktur Utama perusahaan ini.

***

Di dalam pabrik, tidak banyak hal yang Fasya lalukan. Dia hanya mengekor dengan pelan. Berbeda dengan Dinar, sahabatnya itu tampak bersemangat melihat isi pabrik. Kapan lagi dia bisa melihat dengan jelas seperti ini? Meskipun tidak semua bagian pabrik bisa dilihat oleh umum, tapi dia tetap bersyukur bisa mengetahui ini semua.

Apa yang Dinar lakukan tidak membuat Fasya melakukan hal yang sama. Gadis itu masih berjalan sambil berpikir. Dia benci dengan sifatnya yang pemikir seperti ini. Meskipun sudah terbukti jika penglihatannya salah, tapi Fasya tetap memikirkan kejadian di toilet tadi. Dia berusaha untuk tenang tapi entah kenapa dadanya terasa sesak. Dia merasa jika ada sesuatu yang besar akan terjadi nanti.

"Heh! Jangan ngelamun. Kecemplung adonan mesin baru tau rasa."

Fasya menatap Dinar kesal. Dengan jahil tangannya mencubit bibir sahabatnya itu, "Mulut lo difilter lain kali."

"Lagian lo ngelamun, mikirin apa sih?"

Fasya menggeleng pelan. Tidak mungkin dia menceritakan apa yang ada diotaknya pada Dinar. Meskipun sahabat dekat, tapi hingga saat ini Dinar tidak tahu mengenai permasalahan keluarga yang ia hadapi.

Ya, Dinar tidak tahu jika Fasya telah menikah dan menjadi seorang istri saat ini.

Bukan bermaksud untuk menyembunyikannya, hanya saja Fasya berpikir jika semua ini hanyalah kepalsuan yang akan segera berakhir. Pernikahannya dengan Adnan tidak akan berlangsung lama dan akan berakhir jika keadaan sudah memungkinkan. Tidak ada yang istimewa dari mimpi buruk ini.

"Kan, ngelamun lagi lo."

"Udah, ayo ke Mbak Hanum." Fasya tersadar dan merangkul bahu Dinar untuk menghampiri Hanum, salah satu karyawan departemen humas yang mereka segani.

"Gimana? Seneng nggak?" tanya Hanum.

"Seneng, Mbak. Makasih ya udah diajak ikut keliling pabrik."

"Makasih sama Bu Kinan. Beliau yang minta kita semua buat bener-bener ajarin kalian tentang departmen ini."

Dinar tampak terharu, "Baik banget idola gue. Bapak gue pasti suka."

"Tetep ya otak lu!" Fasya mendorong kepala Dinar.

Fasya memutuskan untuk melupakan kejadian di toilet tadi. Dia juga sudah meyakinkan dirinya sendiri jika pria tak asing itu adalah Damar. Lagi pula pemikiran Fasya tidaklah masuk akal. Tidak mungkin jika Adnan bekerja di perusahaan ini. Seingat Fasya, pria itu bekerja di perusahaan milik keluarganya.

"Kan ngelamun lagi!" Dinar menepuk kencang kepala Fasya.

"Sakit bego!"

"Mau lagi?" tanya Dinar polos.

Fasya mendengkus dan memilih untuk berjalan lebih dahulu. Bahkan dia masuk ke dalam kerumumanan mahasiswa dan ikut mencatat ilmu baru yang ia dapatkan. Jika sedang seperti ini dia benar-benar menjadi seorang mahasiswa, yaitu sibuk dengan teori dan tugas.

Lebih baik seperti ini. Fasya membutuhkan sesuatu untuk mengalihkan isi kepalanya yang agak aneh akhir-akhir ini.

***

TBC

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Mendadak Sah   84. Ekstra Chapter 6: Hadiah Wisuda

    Di tengah kerumunan banyak orang, Fasya berjinjit untuk membuat tubuh mungilnya menjadi lebih tinggi. Bahkan heels setinggi tujuh sentimeter yang ia kenakan tidak banyak membantu. Pandangannya mengedar untuk mencari seseorang. Tas yang ia bawa semakin menyulitkan langkah kakinya. "Permisi," ucap Fasya yang harus menerjang ribuan orang itu. Mau tidak mau Fasya berhenti di tengah kerumunan dan mulai mengambil ponselnya. Saat akan menghungi Adnan, Fasya melihat ponselnya lebih dulu berdering. Nama Adnan muncul membuatnya tersenyum lega. "Mas, di mana?" tanya Fasya cepat. "Di sebelah kanan kamu. Jalan pelan-pelan ke sini." Fasya mengalihkan pandangannya dengan mata menyipit. Dia kembali berjinjit dan melihat seseorang yang melambaikan tangannya. Senyum Fasya pun merekah. Dengan cepat dia mengangkat sedikit rok kebayanya dan berlari kecil ke arah Adnan, kembali menerjang ribuan manusia yang tengah berbahagia saat ini, sama seperti dirinya. "Mas Adnan!" Fasya langsung masuk ke

  • Mendadak Sah   83. Ekstra Chapter 5: Lembaran Baru

    Tak terasa satu tahun telah berlalu. Seperti tahun sebelumnya, hari ini adalah hari yang istimewa. Tepat hari ini semua anggota keluarga Atmadja kembali berkumpul di puncak untuk merayakan hari spesial, yaitu hari ulang tahun Kakek Faris. Tak henti mereka mengucapkan rasa syukur akan kesehatan yang diberikan Tuhan untuk kakek. "Fasya, sini coba, Sayang." Tante Laras mendekat sambil menyuapi Fasya dengan potongan daging. "Udah enak belum?" Fasya mengangguk sambil mengunyah. "Enak, Tan." "Kamu juga, Mitha. Gimana rasanya?" Tante Laras juga menyuapi Mitha. Benar, hari ini Mitha dan Denis memang hadir di ulang tahun kakek. Awalnya mereka menolak karena rasa segan dan malu, tetapi karena paksaan akhirnya mereka mau datang ke Puncak Bogor. Setelah pernikahan Denis dan Mitha, entah kenapa semua seperti kembali ke awal. Di mana mereka menjadi keluarga yang semestinya. Masa lalu yang buruk seperti mulai terkubur. Sekarang Denis tahu kebahagiaan seperti apa yang sebenarnya ia ingink

  • Mendadak Sah   82. Ekstra Chapter 4: Paksu Cemburu

    Dengan bersenandung pelan, Fasya mengendarai mobilnya memasuki gerbang kampus yang cukup ternama. Dia melambatkan laju mobilnya saat memasuki area kampus. Banyak mahasiswa yang berlalu lalang membuat Fasya harus berhati-hati. Kesabaran dan ketekunannya selama ini membuahkan hasil. Akhirnya Fasya bisa mengendarai mobilnya sendiri, meski belum terlalu lama. Namun dia sering menggunakan mobil akhir-akhir ini agar bisa membiasakan diri. Lagi pula Adnan lebih merasa aman saat ia menggunakan mobil. Fasya menekan klakson mobil saat sudah berada di depan sekumpulan anak muda seusianya. Dia membuka jendela dan melambaikan tangannya pada seseorang. Seseorang yang menatapnya dengan berbinar, seperti melihat bank berjalan. "Gue duluan, sepupu gue udah jemput." Niko meninggalkan teman-temannya dan langsung masuk ke dalam mobil. Sudah hampir seminggu ini Fasya rutin menjemput Niko di kampusnya. Dia tidak lupa akan janjinya jika sudah bisa mengendarai mobil, maka Niko adalah orang pertama

  • Mendadak Sah   81. Ekstra Chapter 3: Mentor Galak

    Suasana di dalam mobil itu begitu tegang. Jantung Fasya masih berdegup dengan kencang. Dia mencoba untuk mengatur napasnya agar lebih tenang. Berdua bersama Adnan di dalam mobil membuat akal sehatnya menghilang. Jika bukan suaminya, mungkin Fasya sudah menendang pantat Adnan menjauh sampai tak bisa dipandang. "Jangan tegang," gumam Adnan. Mendengar itu, Fasya mulai merilekskan tubuhnya. Meskipun sudah berusaha, tetapi tetap saja sulit untuk dilakukan. Bagaimana bisa ia tenang jika berada di dalam situasi yang menegangkan seperti ini? Jika bukan karena Adnan, mungkin ia tidak akan mau melakukannya. "Pelan-pelan," ucap Adnan lagi. Bukannya menenangkan, apa yang pria itu lakukan justru membuat Fasya semakin tidak nyaman. Jika ada lakban, dia akan membungkan mulut suaminya agar diam. "Di depan nanti ada pertigaan, jangan lupa kurangi kecepatan," peringat Adnan lagi. "Iya, diem dulu." Fasya semakin mengeratkan tangannya pada setir mobil. Matanya fokus pada jalanan di depann

  • Mendadak Sah   80. Ekstra Chapter 2: Bujukan Maut

    Suasana kafe malam ini terlihat sangat ramai. Selain karena banyaknya anak muda, para pekerja pun juga ikut menikmati malam minggu untuk melepas penat. Di salah satu meja yang cukup besar, terlihat Fasya tengah tertawa dengan lepas. Bisa dibilang malam ini adalah malam reuni, di mana ia kembali berkumpul dengan para seniornya saat magang dulu setelah beberapa bulan berlalu. "Masa, sih?" tanya Dinar geli. Shanon mengangguk yakin, "Iya, Pak Bonbon kalau marah hidungnya kembang-kempis." "Wah, parah. Masa ngomongin atasan sendiri." "Tapi Pak Bonbon asik. Istrinya nggak pelit, suka bawain makanan ke kantor, tapi ya gitu kalau marah bukannya serem malah lucu." Hanum kembali tertawa. "Apalagi kalau udah ngomel, itu perutnya juga goyang kayak ikutan ngomel," celetuk Damar. Tawa mereka kembali pecah. Kebiasaan buruk yang menyenangkan adalah membicarakan orang lain. Apalagi topik kali ini adalah atasan baru mereka yang menggantikan Kinan. Di tengah candaan, Fasya merasakan ponse

  • Mendadak Sah   79. Ekstra Chapter 1: Hari Sempurna

    Hari Sabtu menjadi hari yang ditunggu oleh semua orang. Terutama untuk dua sejoli yang tengah bersenda gurau saat ini. Tidak peduli dengan matahari yang sudah muncul sedari tadi, pasangan kasmaran itu semakin menikmati momen bersama yang tidak bisa mereka nikmati setiap hari. Momen intim di balik selimut yang sering mereka sebut sebagai pertukaran energi. "Geli, Mas." Fasya terkekeh saat Adnan mencium lehernya gemas. "Kamu bau." Fasya menarik rambut Adnan menjauh dari lehernya dan mulai menyentuh wajah pria itu. Tatapan mata Fasya begitu sayu karena rasa lelah yang ia rasakan. Bukan karena Adnan menyiksanya, tetapi sebaliknya. Pria itu kembali membuat tubuhnya melayang pagi ini. Melelahkan tetapi juga menyenangkan. Mata Adnan terpejam menikmati sentuhan jari Fasya di wajahnya. Untuk pertama kalinya dia merasa sangat nyaman berada di dekat seorang wanita. Selama ini Adnan selalu bersikap mandiri dan dewasa, padahal jauh di dalam lubuk hatinya dia juga ingin dimanja. "Puk-pu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status