Home / Romansa / Mendadak Sah / 4. Kehidupan Baru

Share

4. Kehidupan Baru

Author: Viallynn
last update Last Updated: 2023-11-01 20:27:48

Hari baru telah tiba. Dengan bersenandung, Fasya tampak memoles wajahnya di depan cermin. Polesan make-up yang tidak terlalu tebal melekat sempurna di wajahnya. Fasya terlihat cantik dengan riasan yang cocok di wajahnya.

Setelah selesai, dia mulai memasukkan beberapa barang yang sekiranya ia butuhkan ke dalam tas bahunya. Fasya mengambil laptop dan bergegas keluar dari kamar. Hari ini adalah hari pertamanya magang, oleh karena itu dia tidak boleh terlambat.

"Selamat pagi, Mbak?" sapa Bibi Sari saat Fasya mulai memasuki area meja makan.

"Pagi, Bik." Fasya tersenyum dan memilih untuk duduk di kursi paling ujung.

Matanya sesekali melirik pada pria yang tengah sarapan dengan tenang. Setelan kemeja yang rapi telah melekat di tubuh Adnan, menandakan jika pria itu akan berangkat bekerja.

"Mau sarapan roti atau nasi, Mbak?" tanya Bibi Sari.

"Hm...," Fasya tampak berpikir, "Nasi aja, Bik."

Fasya terkejut saat Bibi Sari mulai mengambilkan sarapan untuknya. Dengan cepat Fasya mencegahnya.

"Biar saya sendiri, Bik. Terima kasih."

Semua perubahan yang ada di hidup Fasya terjadi secara tiba-tiba. Tidak ada lagi wajah kakek dan neneknya di pagi hari, melainkan wajah Adnan pria yang ia benci. Tidak ada lagi yang memberikan ciuman di kening seperti kakek dan neneknya, yang ada hanya sapaan dari Bibi Sari. Kemudian yang terakhir adalah Fasya harus terbiasa dengan kemewahan yang ada di rumah ini. Selama ini dia hidup sederhana tetapi berkecukupan. Oleh karena itu Fasya sedikit terkejut dengan apa yang dilakukan Bibi Sari.

"Saya berangkat dulu, Bik," ucap Adnan tiba-tiba dan berlalu pergi.

"Iya, Pak. Hati-hati."

Fasya mencibir dan memakan nasinya kesal. Pria itu hanya pamit pada Bibi Sari padahal ada dirinya juga di sini. Sepertinya Adnan memang tidak mau menganggap pernikahan ini ada. Semua hanya formalitas belaka. Jika begitu, Fasya akan melakukan hal yang sama. Toh ini lebih baik karena sampai detik ini dia juga belum bisa menerima keberadaan Adnan.

"Mbak Fasya mau berangkat kuliah?"

Fasya menggeleng dengan mulut yang penuh, "Enggak, Bik. Lagi libur semester. Ini saya mau berangkat magang."

"Wah, berapa lama, Mbak?"

"Cuma dua bulan, Bik."

"Semangat ya, Mbak. Belajar yang pinter. Semoga nanti seniornya pada baik-baik."

"Aamiin.. makasih, Bik. Omong-omong nasi gorengnya enak banget. Nanti saya minta resepnya ya?"

"Siap, Mbak. Nanti saya kasih, sekarang habisin dulu makanannya biar nggak telat."

Fasya mengangguk dan memakan sarapannya dengan lahap. Dia memang lapar karena melewatkan makan malam. Dia kelelahan setelah menata barangnya sehingga jatuh tertidur. Setidaknya dia tidak tidur telat semalam yang bisa saja membuatnya kesiangan.

"Saya berangkat dulu ya, Bik."

"Iya, Mbak. Hati-hati."

***

Fasya menatap gedung perusahaan di hadapannya dengan jantung yang berdebar. Jika boleh dia ingin berlari menjauh karena belum siap bertemu dengan orang baru. Namun dia tidak bisa melakukannya. Magang adalah salah satu kegiatan kampus yang harus ia lakukan. Beruntung jika dia tidak hanya sendiri di sini. Ada sahabatnya, Dinar yang juga magang di tempat ini. Beruntung akhirnya mereka bisa belajar di perusahaan yang sama.

"Woi! Ngelamunin apa lo?" Dinar datang dan mengejutkan Fasya.

"Kaget, bego!"

"Pucet banget wajah lo? Panik ya?" Dinar mengejek Fasya.

"Emang lo nggak deg-degan?"

"Iya sih, tapi gue juga nggak sabar ketemu karyawan kantor. Kali aja ada yang ganteng."

Fasya mendengkus dan mulai berjalan. Berbicara dengan Dinar tidak membuatnya tenang sama sekali. Saat memasuki kantor, Fasya mulai memasang id-card yang harus selalu ia pakai. Dengan kartu itu dia bisa leluasa memasuki gedung perusahaan sebagai karyawan magang.

"Aduh, perut gue mules. Pingin pup." Fasya meringis.

"Halah, lo itu cuma takut. Udah buruan, nanti telat." Dinar menarik tangan Fasya ke arah lift.

Mereka tampak antri bersama dengan karyawan lainnya. Hal yang menjadi pembeda antara karyawan tetap dan magang adalah dari pakaian. Fasya harus memakai almamater kampusnya. Berbeda dengan karyawan tetap yang bebas dengan pakaiannya.

Mereka masuk ke dalam lift menuju lantai di mana departemen mereka berada. Ini bukan kali pertama mereka datang. Tepat dua mingu sebelum pelaksanaan magang, semua peserta magang telah diberi arahan dan penyuluhan terlebih dahulu. Oleh karena itu baik Fasya dan Dinar tidak kebingungan saat memasuki kantor ini.

"Kok mendadak gue ikutan mules ya?" bisik Dinar.

Fasya hanya diam dan mengatur napasnya. Dia menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Saat ini mereka sudah sampai di depan Departemen tempat mereka magang.

"Lo siap?" tanya Fasya.

"Enggak! Gue mau pup dulu." Saat akan berlari menjauh, Fasya menarik kerah kemeja Dinar cepat.

"Tapi gue udah siap." Setelah itu Fasya mengetuk pintu dan masuk sambil menarik Dinar.

"Selamat pagi semuanya," sapa Fasya. "Perkenalkan nama saya Efasya Rahman, karyawan magang di departemen ini untuk dua bulan ke depan."

Fasya menyenggol Dinar untuk melakukan perkenalan. Saat ini semua mata kartawan tertuju pada mereka.

"Perkenalkan nama saya Dinar Cantika, karyawan magang di departemen ini juga. Mohon bimbingannya semua."

Dalam beberapa detik hanya ada keheningan yang terjadi. Fasya dan Dinar semakin dibuat takut dengan tatapan para karyawan. Namun sedetik kemudian terdengr suara celetukan yang mengundang tawa.

"Wah, akhirnya ada mangsa baru!" Setelah kalimat itu terdengar, disusul dengan sorakan lainnya.

"Selamat datang Efasya dan Dinar. Ayo masuk," ucap salah satu wanita muda yang tampak tenang. Berbeda dengan lainnya yang masih terlihat heboh.

"Terima kasih, Bu."

"Panggil Kakak aja. Rata-rata karyawan departemen ini masih muda. Cuma ada tiga orang yang udah bapak-bapak," ejeknya pada tiga orang pria yang menatapnya kesal.

Fasya hanya bisa tersenyum sopan. Dia mulai berkeliling dan kembali berkenalan dengan satu-persatu karyawan. Perlahan rasa takut dan gugup yang Fasya rasakan mulai hilang. Dia senang karena karyawan memberikan kesan positif dan menyambutnya dengan baik.

***

Fasya duduk di mejanya dan fokus membaca artikel majalah perusahaan edisi bulan depan. Di hari pertama dia sudah mendapatkan tugas untuk merevisi artikel. Tidak masalah, setidaknya sudah ada tugas yang ia lakukan. Dia sering mendengar dari kakak tingkatnya jika magang itu tidak memiliki banyak kegiatan. Justru itu yang Fasya takutkan. Dia harus mencari banyak informasi dengan banyak belajar agar bisa mengerjakan laporan untuk magangnya nanti.

"Gimana, bisa nggak?" tanya Shanon, salah satu karyawan yang merupakan pembimbing Fasya dan Dinar.

"Bisa kok, Kak."

"Oke, kalau gitu aku tambahin ya." Shanon tertawa dan meletakkan beberapa lembar kertas lagi di meja Fasya dan Dinar.

"Ini artikel majalah atau ensiklopedia, Kak? Tebel banget," tanya Fasya polos.

Celetukannya membuat Damar, karyawan di samping meja mereka tertawa. "Bukan ensiklopedia lagi, tapi kitab suci."

"Memang perusahan ada banyak kegiatan bulan ini. Nanti kasih ke Damar kalau nggak kuat," jawab Shanon santai.

Saat mereka kembali fokus bekerja, suara langkah kaki yang terdengar mantap membuat Fasya menoleh. Mulutnya terbuka saat melihat seorang wanita yang tampak anggun dan cantik memasuki ruangan.

"Fix, bidadari," gumam Fasya.

"Cantik banget, gue kenalin sama bapak gue mau nggak ya?" gumam Dinar.

"Ngaco!"

"Lah kenapa? Bapak gue duda." Dinar memutar matanya jengah.

"Baru duda, bapak gue malah udah nggak ada," bapak Fasya asal.

Shanon mendekat ke arah Fasya dan berbisik, "Itu Ibu Kinan, manager humas. Ayo, kenalan dulu," perintah Shanon.

Fasya dan Dinar langsung berdiri dengan kompak. Mereka tersenyum saat Kinan sudah berada di hadapan mereka.

"Selamat pagi, Bu."

"Pagi," jawab Kinan merasa bingung. Namun setelah paham, dia mengangguk dan tersenyum manis, "Mahasiswi magang ya?"

Fasya dan Dinar kompak mengangguk. Mereka mulai memperkenalkan diri. Rasa nyamannya semakin bertambah karena ternyata Kinan sebagai atasan menunjukkan kesan yang positif. Senyum tak pernah luntur dari wajahnya cantiknya. Tak terlihat angkuh sama sekali.

"Damar, nanti ada kunjungan dari Kampus Perunai kan?" tanya Kinan pada Damar.

"Iya, Bu," balas pria itu.

"Sekalian ajak Fasya dan Dinar ya, biar mereka tahu apa aja kegiatan departemen ini kalau ada kunjungan dari luar perusahaan."

"Makasih, Bu," jawab Fasya dan Dinar semangat.

"Kalau gitu saya masuk dulu ya," pamit Kinan yang berlaku masuk ke ruangan manager.

"Wah." Fasha menggelengkan kepalanya pelan, "Udah cantik, pinter lagi. Cocok jadi bintang film."

"Cocok jadi ibu tiri gue," celetuk Dinar dengan pelan.

"Bu Kinan emang idola perusahaan," ucap Shanon setuju.

"Ayo, kalian siap-siap. Kita ke ruang kunjungan sekarang," ajak Damar.

Fasya dan Dinar segera bangkit dan bersiap. Mereka tidak sabar untuk melihat hal baru dalam pekerjaannya.

***

TBC

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Sah   84. Ekstra Chapter 6: Hadiah Wisuda

    Di tengah kerumunan banyak orang, Fasya berjinjit untuk membuat tubuh mungilnya menjadi lebih tinggi. Bahkan heels setinggi tujuh sentimeter yang ia kenakan tidak banyak membantu. Pandangannya mengedar untuk mencari seseorang. Tas yang ia bawa semakin menyulitkan langkah kakinya. "Permisi," ucap Fasya yang harus menerjang ribuan orang itu. Mau tidak mau Fasya berhenti di tengah kerumunan dan mulai mengambil ponselnya. Saat akan menghungi Adnan, Fasya melihat ponselnya lebih dulu berdering. Nama Adnan muncul membuatnya tersenyum lega. "Mas, di mana?" tanya Fasya cepat. "Di sebelah kanan kamu. Jalan pelan-pelan ke sini." Fasya mengalihkan pandangannya dengan mata menyipit. Dia kembali berjinjit dan melihat seseorang yang melambaikan tangannya. Senyum Fasya pun merekah. Dengan cepat dia mengangkat sedikit rok kebayanya dan berlari kecil ke arah Adnan, kembali menerjang ribuan manusia yang tengah berbahagia saat ini, sama seperti dirinya. "Mas Adnan!" Fasya langsung masuk ke

  • Mendadak Sah   83. Ekstra Chapter 5: Lembaran Baru

    Tak terasa satu tahun telah berlalu. Seperti tahun sebelumnya, hari ini adalah hari yang istimewa. Tepat hari ini semua anggota keluarga Atmadja kembali berkumpul di puncak untuk merayakan hari spesial, yaitu hari ulang tahun Kakek Faris. Tak henti mereka mengucapkan rasa syukur akan kesehatan yang diberikan Tuhan untuk kakek. "Fasya, sini coba, Sayang." Tante Laras mendekat sambil menyuapi Fasya dengan potongan daging. "Udah enak belum?" Fasya mengangguk sambil mengunyah. "Enak, Tan." "Kamu juga, Mitha. Gimana rasanya?" Tante Laras juga menyuapi Mitha. Benar, hari ini Mitha dan Denis memang hadir di ulang tahun kakek. Awalnya mereka menolak karena rasa segan dan malu, tetapi karena paksaan akhirnya mereka mau datang ke Puncak Bogor. Setelah pernikahan Denis dan Mitha, entah kenapa semua seperti kembali ke awal. Di mana mereka menjadi keluarga yang semestinya. Masa lalu yang buruk seperti mulai terkubur. Sekarang Denis tahu kebahagiaan seperti apa yang sebenarnya ia ingink

  • Mendadak Sah   82. Ekstra Chapter 4: Paksu Cemburu

    Dengan bersenandung pelan, Fasya mengendarai mobilnya memasuki gerbang kampus yang cukup ternama. Dia melambatkan laju mobilnya saat memasuki area kampus. Banyak mahasiswa yang berlalu lalang membuat Fasya harus berhati-hati. Kesabaran dan ketekunannya selama ini membuahkan hasil. Akhirnya Fasya bisa mengendarai mobilnya sendiri, meski belum terlalu lama. Namun dia sering menggunakan mobil akhir-akhir ini agar bisa membiasakan diri. Lagi pula Adnan lebih merasa aman saat ia menggunakan mobil. Fasya menekan klakson mobil saat sudah berada di depan sekumpulan anak muda seusianya. Dia membuka jendela dan melambaikan tangannya pada seseorang. Seseorang yang menatapnya dengan berbinar, seperti melihat bank berjalan. "Gue duluan, sepupu gue udah jemput." Niko meninggalkan teman-temannya dan langsung masuk ke dalam mobil. Sudah hampir seminggu ini Fasya rutin menjemput Niko di kampusnya. Dia tidak lupa akan janjinya jika sudah bisa mengendarai mobil, maka Niko adalah orang pertama

  • Mendadak Sah   81. Ekstra Chapter 3: Mentor Galak

    Suasana di dalam mobil itu begitu tegang. Jantung Fasya masih berdegup dengan kencang. Dia mencoba untuk mengatur napasnya agar lebih tenang. Berdua bersama Adnan di dalam mobil membuat akal sehatnya menghilang. Jika bukan suaminya, mungkin Fasya sudah menendang pantat Adnan menjauh sampai tak bisa dipandang. "Jangan tegang," gumam Adnan. Mendengar itu, Fasya mulai merilekskan tubuhnya. Meskipun sudah berusaha, tetapi tetap saja sulit untuk dilakukan. Bagaimana bisa ia tenang jika berada di dalam situasi yang menegangkan seperti ini? Jika bukan karena Adnan, mungkin ia tidak akan mau melakukannya. "Pelan-pelan," ucap Adnan lagi. Bukannya menenangkan, apa yang pria itu lakukan justru membuat Fasya semakin tidak nyaman. Jika ada lakban, dia akan membungkan mulut suaminya agar diam. "Di depan nanti ada pertigaan, jangan lupa kurangi kecepatan," peringat Adnan lagi. "Iya, diem dulu." Fasya semakin mengeratkan tangannya pada setir mobil. Matanya fokus pada jalanan di depann

  • Mendadak Sah   80. Ekstra Chapter 2: Bujukan Maut

    Suasana kafe malam ini terlihat sangat ramai. Selain karena banyaknya anak muda, para pekerja pun juga ikut menikmati malam minggu untuk melepas penat. Di salah satu meja yang cukup besar, terlihat Fasya tengah tertawa dengan lepas. Bisa dibilang malam ini adalah malam reuni, di mana ia kembali berkumpul dengan para seniornya saat magang dulu setelah beberapa bulan berlalu. "Masa, sih?" tanya Dinar geli. Shanon mengangguk yakin, "Iya, Pak Bonbon kalau marah hidungnya kembang-kempis." "Wah, parah. Masa ngomongin atasan sendiri." "Tapi Pak Bonbon asik. Istrinya nggak pelit, suka bawain makanan ke kantor, tapi ya gitu kalau marah bukannya serem malah lucu." Hanum kembali tertawa. "Apalagi kalau udah ngomel, itu perutnya juga goyang kayak ikutan ngomel," celetuk Damar. Tawa mereka kembali pecah. Kebiasaan buruk yang menyenangkan adalah membicarakan orang lain. Apalagi topik kali ini adalah atasan baru mereka yang menggantikan Kinan. Di tengah candaan, Fasya merasakan ponse

  • Mendadak Sah   79. Ekstra Chapter 1: Hari Sempurna

    Hari Sabtu menjadi hari yang ditunggu oleh semua orang. Terutama untuk dua sejoli yang tengah bersenda gurau saat ini. Tidak peduli dengan matahari yang sudah muncul sedari tadi, pasangan kasmaran itu semakin menikmati momen bersama yang tidak bisa mereka nikmati setiap hari. Momen intim di balik selimut yang sering mereka sebut sebagai pertukaran energi. "Geli, Mas." Fasya terkekeh saat Adnan mencium lehernya gemas. "Kamu bau." Fasya menarik rambut Adnan menjauh dari lehernya dan mulai menyentuh wajah pria itu. Tatapan mata Fasya begitu sayu karena rasa lelah yang ia rasakan. Bukan karena Adnan menyiksanya, tetapi sebaliknya. Pria itu kembali membuat tubuhnya melayang pagi ini. Melelahkan tetapi juga menyenangkan. Mata Adnan terpejam menikmati sentuhan jari Fasya di wajahnya. Untuk pertama kalinya dia merasa sangat nyaman berada di dekat seorang wanita. Selama ini Adnan selalu bersikap mandiri dan dewasa, padahal jauh di dalam lubuk hatinya dia juga ingin dimanja. "Puk-pu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status