Share

4. Kehidupan Baru

Hari baru telah tiba. Dengan bersenandung, Fasya tampak memoles wajahnya di depan cermin. Polesan make-up yang tidak terlalu tebal melekat sempurna di wajahnya. Fasya terlihat cantik dengan riasan yang cocok di wajahnya.

Setelah selesai, dia mulai memasukkan beberapa barang yang sekiranya ia butuhkan ke dalam tas bahunya. Fasya mengambil laptop dan bergegas keluar dari kamar. Hari ini adalah hari pertamanya magang, oleh karena itu dia tidak boleh terlambat.

"Selamat pagi, Mbak?" sapa Bibi Sari saat Fasya mulai memasuki area meja makan.

"Pagi, Bik." Fasya tersenyum dan memilih untuk duduk di kursi paling ujung.

Matanya sesekali melirik pada pria yang tengah sarapan dengan tenang. Setelan kemeja yang rapi telah melekat di tubuh Adnan, menandakan jika pria itu akan berangkat bekerja.

"Mau sarapan roti atau nasi, Mbak?" tanya Bibi Sari.

"Hm...," Fasya tampak berpikir, "Nasi aja, Bik."

Fasya terkejut saat Bibi Sari mulai mengambilkan sarapan untuknya. Dengan cepat Fasya mencegahnya.

"Biar saya sendiri, Bik. Terima kasih."

Semua perubahan yang ada di hidup Fasya terjadi secara tiba-tiba. Tidak ada lagi wajah kakek dan neneknya di pagi hari, melainkan wajah Adnan pria yang ia benci. Tidak ada lagi yang memberikan ciuman di kening seperti kakek dan neneknya, yang ada hanya sapaan dari Bibi Sari. Kemudian yang terakhir adalah Fasya harus terbiasa dengan kemewahan yang ada di rumah ini. Selama ini dia hidup sederhana tetapi berkecukupan. Oleh karena itu Fasya sedikit terkejut dengan apa yang dilakukan Bibi Sari.

"Saya berangkat dulu, Bik," ucap Adnan tiba-tiba dan berlalu pergi.

"Iya, Pak. Hati-hati."

Fasya mencibir dan memakan nasinya kesal. Pria itu hanya pamit pada Bibi Sari padahal ada dirinya juga di sini. Sepertinya Adnan memang tidak mau menganggap pernikahan ini ada. Semua hanya formalitas belaka. Jika begitu, Fasya akan melakukan hal yang sama. Toh ini lebih baik karena sampai detik ini dia juga belum bisa menerima keberadaan Adnan.

"Mbak Fasya mau berangkat kuliah?"

Fasya menggeleng dengan mulut yang penuh, "Enggak, Bik. Lagi libur semester. Ini saya mau berangkat magang."

"Wah, berapa lama, Mbak?"

"Cuma dua bulan, Bik."

"Semangat ya, Mbak. Belajar yang pinter. Semoga nanti seniornya pada baik-baik."

"Aamiin.. makasih, Bik. Omong-omong nasi gorengnya enak banget. Nanti saya minta resepnya ya?"

"Siap, Mbak. Nanti saya kasih, sekarang habisin dulu makanannya biar nggak telat."

Fasya mengangguk dan memakan sarapannya dengan lahap. Dia memang lapar karena melewatkan makan malam. Dia kelelahan setelah menata barangnya sehingga jatuh tertidur. Setidaknya dia tidak tidur telat semalam yang bisa saja membuatnya kesiangan.

"Saya berangkat dulu ya, Bik."

"Iya, Mbak. Hati-hati."

***

Fasya menatap gedung perusahaan di hadapannya dengan jantung yang berdebar. Jika boleh dia ingin berlari menjauh karena belum siap bertemu dengan orang baru. Namun dia tidak bisa melakukannya. Magang adalah salah satu kegiatan kampus yang harus ia lakukan. Beruntung jika dia tidak hanya sendiri di sini. Ada sahabatnya, Dinar yang juga magang di tempat ini. Beruntung akhirnya mereka bisa belajar di perusahaan yang sama.

"Woi! Ngelamunin apa lo?" Dinar datang dan mengejutkan Fasya.

"Kaget, bego!"

"Pucet banget wajah lo? Panik ya?" Dinar mengejek Fasya.

"Emang lo nggak deg-degan?"

"Iya sih, tapi gue juga nggak sabar ketemu karyawan kantor. Kali aja ada yang ganteng."

Fasya mendengkus dan mulai berjalan. Berbicara dengan Dinar tidak membuatnya tenang sama sekali. Saat memasuki kantor, Fasya mulai memasang id-card yang harus selalu ia pakai. Dengan kartu itu dia bisa leluasa memasuki gedung perusahaan sebagai karyawan magang.

"Aduh, perut gue mules. Pingin pup." Fasya meringis.

"Halah, lo itu cuma takut. Udah buruan, nanti telat." Dinar menarik tangan Fasya ke arah lift.

Mereka tampak antri bersama dengan karyawan lainnya. Hal yang menjadi pembeda antara karyawan tetap dan magang adalah dari pakaian. Fasya harus memakai almamater kampusnya. Berbeda dengan karyawan tetap yang bebas dengan pakaiannya.

Mereka masuk ke dalam lift menuju lantai di mana departemen mereka berada. Ini bukan kali pertama mereka datang. Tepat dua mingu sebelum pelaksanaan magang, semua peserta magang telah diberi arahan dan penyuluhan terlebih dahulu. Oleh karena itu baik Fasya dan Dinar tidak kebingungan saat memasuki kantor ini.

"Kok mendadak gue ikutan mules ya?" bisik Dinar.

Fasya hanya diam dan mengatur napasnya. Dia menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Saat ini mereka sudah sampai di depan Departemen tempat mereka magang.

"Lo siap?" tanya Fasya.

"Enggak! Gue mau pup dulu." Saat akan berlari menjauh, Fasya menarik kerah kemeja Dinar cepat.

"Tapi gue udah siap." Setelah itu Fasya mengetuk pintu dan masuk sambil menarik Dinar.

"Selamat pagi semuanya," sapa Fasya. "Perkenalkan nama saya Efasya Rahman, karyawan magang di departemen ini untuk dua bulan ke depan."

Fasya menyenggol Dinar untuk melakukan perkenalan. Saat ini semua mata kartawan tertuju pada mereka.

"Perkenalkan nama saya Dinar Cantika, karyawan magang di departemen ini juga. Mohon bimbingannya semua."

Dalam beberapa detik hanya ada keheningan yang terjadi. Fasya dan Dinar semakin dibuat takut dengan tatapan para karyawan. Namun sedetik kemudian terdengr suara celetukan yang mengundang tawa.

"Wah, akhirnya ada mangsa baru!" Setelah kalimat itu terdengar, disusul dengan sorakan lainnya.

"Selamat datang Efasya dan Dinar. Ayo masuk," ucap salah satu wanita muda yang tampak tenang. Berbeda dengan lainnya yang masih terlihat heboh.

"Terima kasih, Bu."

"Panggil Kakak aja. Rata-rata karyawan departemen ini masih muda. Cuma ada tiga orang yang udah bapak-bapak," ejeknya pada tiga orang pria yang menatapnya kesal.

Fasya hanya bisa tersenyum sopan. Dia mulai berkeliling dan kembali berkenalan dengan satu-persatu karyawan. Perlahan rasa takut dan gugup yang Fasya rasakan mulai hilang. Dia senang karena karyawan memberikan kesan positif dan menyambutnya dengan baik.

***

Fasya duduk di mejanya dan fokus membaca artikel majalah perusahaan edisi bulan depan. Di hari pertama dia sudah mendapatkan tugas untuk merevisi artikel. Tidak masalah, setidaknya sudah ada tugas yang ia lakukan. Dia sering mendengar dari kakak tingkatnya jika magang itu tidak memiliki banyak kegiatan. Justru itu yang Fasya takutkan. Dia harus mencari banyak informasi dengan banyak belajar agar bisa mengerjakan laporan untuk magangnya nanti.

"Gimana, bisa nggak?" tanya Shanon, salah satu karyawan yang merupakan pembimbing Fasya dan Dinar.

"Bisa kok, Kak."

"Oke, kalau gitu aku tambahin ya." Shanon tertawa dan meletakkan beberapa lembar kertas lagi di meja Fasya dan Dinar.

"Ini artikel majalah atau ensiklopedia, Kak? Tebel banget," tanya Fasya polos.

Celetukannya membuat Damar, karyawan di samping meja mereka tertawa. "Bukan ensiklopedia lagi, tapi kitab suci."

"Memang perusahan ada banyak kegiatan bulan ini. Nanti kasih ke Damar kalau nggak kuat," jawab Shanon santai.

Saat mereka kembali fokus bekerja, suara langkah kaki yang terdengar mantap membuat Fasya menoleh. Mulutnya terbuka saat melihat seorang wanita yang tampak anggun dan cantik memasuki ruangan.

"Fix, bidadari," gumam Fasya.

"Cantik banget, gue kenalin sama bapak gue mau nggak ya?" gumam Dinar.

"Ngaco!"

"Lah kenapa? Bapak gue duda." Dinar memutar matanya jengah.

"Baru duda, bapak gue malah udah nggak ada," bapak Fasya asal.

Shanon mendekat ke arah Fasya dan berbisik, "Itu Ibu Kinan, manager humas. Ayo, kenalan dulu," perintah Shanon.

Fasya dan Dinar langsung berdiri dengan kompak. Mereka tersenyum saat Kinan sudah berada di hadapan mereka.

"Selamat pagi, Bu."

"Pagi," jawab Kinan merasa bingung. Namun setelah paham, dia mengangguk dan tersenyum manis, "Mahasiswi magang ya?"

Fasya dan Dinar kompak mengangguk. Mereka mulai memperkenalkan diri. Rasa nyamannya semakin bertambah karena ternyata Kinan sebagai atasan menunjukkan kesan yang positif. Senyum tak pernah luntur dari wajahnya cantiknya. Tak terlihat angkuh sama sekali.

"Damar, nanti ada kunjungan dari Kampus Perunai kan?" tanya Kinan pada Damar.

"Iya, Bu," balas pria itu.

"Sekalian ajak Fasya dan Dinar ya, biar mereka tahu apa aja kegiatan departemen ini kalau ada kunjungan dari luar perusahaan."

"Makasih, Bu," jawab Fasya dan Dinar semangat.

"Kalau gitu saya masuk dulu ya," pamit Kinan yang berlaku masuk ke ruangan manager.

"Wah." Fasha menggelengkan kepalanya pelan, "Udah cantik, pinter lagi. Cocok jadi bintang film."

"Cocok jadi ibu tiri gue," celetuk Dinar dengan pelan.

"Bu Kinan emang idola perusahaan," ucap Shanon setuju.

"Ayo, kalian siap-siap. Kita ke ruang kunjungan sekarang," ajak Damar.

Fasya dan Dinar segera bangkit dan bersiap. Mereka tidak sabar untuk melihat hal baru dalam pekerjaannya.

***

TBC

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status