Share

Harus Move On

Penulis: El Nurien
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-20 16:42:00

"Menangislah. Kuharap setelah ini, tidak ada lagi air mata yang tumpah. Air matamu sangat berarti. Tak layak kau tumpahkan untuk seorang Bagus. Songsonglah masa depan, kamu berhak bahagia. Entah sendiri atau dengan siapapun."

Wahda mengangkat wajahnya. Menatap wajah sepupu yang selama ini suka membuatnya kesel. Pada saat tertentu, sepupunya yang satu ini memang dapat diandalkan. 

Arsa mengusap lembut wajahnya. "Kamu tidak sendiri. Ada ibumu dan aku yang siap ada untukmu. Perlu kamu ingat, kamu memiliki banyak sepupu laki-laki. Meski sepupu, percayalah kami akan  selalu membelamu."

Wahda mengangguk. Kembali ia membenamkan wajahnya di pinggang Arsa. 

*** 

Terlihat mobil Arsa memarkir, saat Bagus memasuki halaman rumahnya. Ia bergegas keluar dari mobil,  Wahda dan Arsa muncul dari balik pintu rumahnya. Hatinya terasa diremas melihat wajah bengkak Wahda dan langkah yang terlihat lemah. 

“Wahda, ini rumah kita, rumahmu,” ucap Bagus setelah melihat koper besar yang ditarik Arsa. Arsa terus menarik koper itu hingga ke mobilnya. 

Wahda menggeleng. “Rumah ini tidak lagi menawarkan senyuman dan mimpi. Berapa menit saja aku di sini, rasanya tubuh ini tak kuat lagi menahan sakit yang ditorehkan kenangan. Jadi aku tidak mungkin lagi tinggal di sini.”

Bagus meraih tangannya, tetapi Wahda segera mundur. 

“Wahda, aku memang salah, tapi aku tau kau masih mencintaiku, berilah aku kesempatan sekali lagi, ya,” bujuk Bagus. 

Wahda menengadahkan wajahnya. Menatap wajah tampan yang kelihatan kusut itu. Wajah yang selalu ingin ia lihat saat sebelum menutup dan membuka mata. Satu-satunya Wajah dalam mimpinya selama lima tahun ini. 

"Benar aku mencintaimu. Sangat mencintaimu."

"Benar aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Karena cintaku yang masih ada inilah yang membuat hatiku sangat sakit. Andai ciptaan manusia, tubuh ini pun akan tercabik-cabik. Aku sangat  … sangat … sangat mencintaimu, dapat kau bayangkan bagaimana hancurnya hatiku. Jangan lagi kau mengemis dengan alat yang setiap detik membuat hatiku berdenyut nyeri. Kumohon, jangan lagi mendekatiku," melas Wahda.

“Wahda!” Arsa telah berdiri di dekat mereka. 

Wahda mengangguk, lalu turun dari teras rumahnya. Tiba-tiba Arsa melayangkan sebuah pukulan ke wajah Bagus. 

Wahda memekik. “Arsa, apa yang kau lakukan?!” Ia diserang panik ketika melihat darah mengalir di sudut bibir Bagus. Ia hendak menyentuh wajah itu, tetapi Arsa langsung menarik tangannya. 

“Dengar, ini hanya sepersekian persen dari amarah yang terpendam. Jangan coba lagi mendekatinya, kalau tidak ingin mendapatkan yang lebih parah dari ini.”

Bagus mengusap sudut bibirnya. Terlihat cairan merah di jarinya. Ia menatap Arsa menarik lengan mantan istrinya hingga memasuki sebuah mobil. Ia terus menatap mobil itu, hingga hilang dari pandangannya. 

“Aku tidak akan berhenti di sini, Wahda.”

***

Seperti biasa, selama menunggu Evan, Teratai menghabiskan waktunya di kafe. Paling sering duduk di sebuah meja dekat rak buku. Di sana ia akan betah berlama-lama membaca buku, mencatat sesuatu yang penting atau menulis, minat yang baru ditekuninya. 

Sanad pernah sangsi dengan keinginan Teratai memanfaatkan salah satu propertinya yang lama teronggok menjadikan sebuah kafe, karena ia membeli Teratai Kedua untuk dikelola Teratai. Namun, mengapa tiba-tiba Teratai mempunyai dunia baru?

“Pertama karena seperti kamu bilang, sudah lama tidak ada yang menyewa tempat itu. Kedua, karena jarak Bangkau dengan sekolah Evan lumayan jauh, untuk pulang pergi rasanya melelahkan.” Alasan yang ia berikan waktu itu.

“Bukankah kamu sudah terbiasa menjajakan kerupuk, bahkan berkeliling sampai antar kecamatan?” bantah Sanad. 

“Itu dulu, sekarang aku menjadi istri orang kaya. Tubuhku tahu betul seberapa banyak harus mengeluarkan tenaga.”

Sanad mencebik dengan jawaban ngasal istrinya. Teratai memeluknya dari belakang. 

“Selain itu, aku ingin memiliki waktu yang tenang untuk belajar lebih banyak lagi.”

Sanad mengerutkan kening. Ia melepaskan pelukan Teratai lalu menuntunnya ke ranjang. “Aku hargai semangatmu. Tapi, ada yang harus kamu prioritaskan. Bukankah dulu kamu pernah cerita, mendirikan Teratai Produksi untuk menciptakan lahan kerja untuk orang Bangkau?” 

Teratai mengangguk. Ia merebahkan badannya. Sanad mengikuti dengan menghadapnya. 

“Itu dulu, sebelum aku memiliki Evan.”

“Kamu tidak percaya diri dengan Evan?” 

Teratai menggeleng. Ia meluruskan pandangannya, menatap langit-langit kamar mereka. “Dulu orang Bangkau pernah mengalami masa-masa jaya. Dimana hasil ikan mereka lebih dari cukup. Anak remajanya terbilang kaya dibanding anak-anak petani dari desa sekitarnya.”

Sanad bergeser, meraih kepala Teratai, lalu meletakkan di bahunya. 

“Setiap ada acara hiburan di mana saja, mereka tidak pernah ketinggalan selama jaraknya masih bisa dijangkau. Baik orkes dangdut, film di bioskop atau hiburan apapun. Mereka sangat menikmati hidup, bahkan menurutku termasuk berpoya-poya. Sangat sedikit, bahkan nyaris tidak ada yang berpikir bagaimana Bangkau beberapa tahun ke depan?" 

Teratai mendongakkan kepalanya. "Sekarang kita bisa lihat bagaimana kondisi perekonomian Bangkau. Andai remaja Bangkau dulu menyibukkan diri dengan belajar dan berbenah diri, mungkin sekarang tidak semenyedihkan ini. Alam mungkin saja tidak separah ini, andai tidak semua orang hanya menyandarkan diri pada sumber dayanya."

Teratai merapatkan badannya. Ia merasakan sesuatu mencegat di tenggorokannya. "Namun, bukan itu satu-satunya alasan kemerosotan Bangkau, melainkan bagaimana kondisi dari generasi sekarang, hanya segelintir yang mau bangkit, menempuh pendidikan dan berani bermimpi. Sisanya sungguh mengkhawatirkan. Pengetahuan mereka belum siap menerima arus informasi dan janji-janji semu, akhirnya pergaulan terlalu bebas, hamil di luar nikah, pecandu obat terlarang, bahkan ada yang berani melakukan tindakan kriminal terhadap orang lain." 

Sanad memeluk erat tubuh Teratai. Ia mengerti jelas apa yang dirasakan istrinya. Dimana hampir seluruh mimpi  Teratai hanya untuk Bangkau, ternyata ia tak mampu mengimbangi arus zaman.

"Dulu aku berharap adik-adikku dapat membangun Bangkau. Elang sebagai insinyur, Kembang bisnis dan Lilac untuk ilmu agama. Ternyata mereka mempunyai jalan sendiri." 

"Jangan salahkan mereka. Bagaimanapun kehidupan mereka denganmu tidak sama. Tentu mereka tidak mempunyai kepekaan, mental dan ketahanan tubuh sepertimu." 

Teratai melepaskan pelukan Sanad. Ia mengusap wajahnya yang tiba-tiba sembab. "Aku tidak menyalahkan mereka. Aku pun tidak begitu berambisi lagi untuk Bangkau. Yang kupikirkan sekarang hanya Evan. Masa depan Evan, bahkan mungkin keturunannya di tanganku saat ini. Karena itulah aku juga harus pintar. Aku harus bisa dijadikan Evan tempat bertanya, share dan menyandarkan diri ketika ia mempunyai masalah." 

Tiba-tiba Sanad merasakan matanya mengaca. "Aku tidak menyangka, Evan akan bertemu ibu sambung sebaik kamu."

"DUAR!!" 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
laki munafik gus akan ancur juga sama jalangmu lgi ena enaa dgn jalang dikantor ketangkap dan viral dipecat ancur karirnya ,wadah akan ketemu dgn laki yg leb8h baik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Mendadak Talak    Tawaran Andrea

    “Alhamdulillah, baik. Tante mengundang Paman Ardiansyah, ibumu juga kamu dan Arsa makan siang nanti.”Wahda tergagap. Arsa mengangkat wajahnya. “A … ada apa ya, Tante?” “Selain menyambung tali kekeluargaan, juga membicarakan gimana kelanjutan hubungan kalian. Sudah saatnya kita membicarakannya.”“Tapi, Tante, Arsa-nya lagi sibuk. Rasanya dia tidak bisa konsentrasi memikirkan itu. Apa tidak menunggu waktu sedikit luang dulu?!”Arsa hanya diam menatap. “Kita ngumpul-ngumpul dulu. Kita bicarakan sama-sama. Di mana ada masalah, kita selesaikan sama-sama. Tante juga akan mengajak Teratai dan Sanad. Siapa tahu Sanad bisa membantu pekerjaan Arsa, kalau memang pekerjaan Arsa sangat banyak. Yang penting kita kumpul dulu ya. Jangan lupa ya, siang di Hotel Delima. Kasih tahu Arsa.”“Arsa ada di sini.”“Syukurlah kalau begitu. Tante tunggu ya!”“Jangan katakan kau tidak bisa datang!” tukas Arsa setelah melihat wajah redup Wahda setelah menutup telepon. “Aku sudah janji siang menemani Bagus CT

  • Mendadak Talak    Cemburu

    "Aaa … badanku capek sekali, kenapa kau malah mengingatkan itu?!" rengek Wahda. Teratai terkekeh. ***Petugas resepsionis menatap heran. Arsa yang baru saja menerima titipan lunch box, bukannya langsung membawa ke kantor, malah membongkarnya di atas meja resepsionis. Ia tersenyum kecut. Ketika melihat hanya satu sendok dengan garpu."Terima kasih," ucapnya lesu. Sambil berjalan, sebelah tangannya membuka layar ponsel, lalu aplikasi pelacak. Langkahnya terhenti ketika melihat titik keberadaan Wahda. Ia memerhatikan jam tangannya, seketika keningnya mengerut.***"Maaf, aku tadi terlelap. Tiba-tiba mendengar dia mengerang kesakitan, jadi agak panik. Kesadaranku tak sepenuhnya pulih, tiba-tiba melihat dia kesakitan. Tanpa pikir panjang aku menelponmu," ucap Nurul Hadi sambil menatap Bagus yang terlelap. Akibat reaksi obat yang diberikan dokter. Wahda mengembuskan napasnya. "Syukurlah dia tidak apa-apa." "Besok dia CT scan, kau mau menemaninya 'kan?" Wahda mengedikkan bahunya. "Apa

  • Mendadak Talak    Luka yang Tersisa

    “Wah, bolehkah aku meminta lagi padamu?”Wahda mengangkat alisnya, lalu mengangguk. “Saat ini, hanya kamu dan Nurul yang kukenal, dan kurasa kamu lebih mengenalku daripada Nurul. Karena itu ….”“Karena itu?”“Kau mau tetap menemaniku sampai aku pulih?”Wahda terdiam. Bukannya tidak mau, tapi bagaimana dengan Arsa? Laki-laki itu juga perlu perhatian. Kenyataannya ia hanya bisa mengangguk. Sebagai seorang dokter, tentu ia harus tetap mengutamakan pasien.Bagus tersenyum semringah. “Terima kasih ya.”“Makanlah, nanti buburnya dingin.”***

  • Mendadak Talak    Permintaan Bagus

    "Iya, aku mengerti. Begini saja, pindah rawatnya ke rumah sakit dia bekerja. Siapa tahu lalu lalang orang-orang di sana bisa membantu memulihkan ingatannya."Wahda tersenyum semringah."Benar juga.""Tapi mungkin kamu sedikit lebih capek, bolak balik dari satu rumah sakit ke rumah sakit itu."Wahda menghela napasnya. "Apa boleh buat. Terima kasih, Dokter. Semoga urusanmu di sana cepat selesai dan cepat balik ke sini.""Amiin. Terima kasih juga atas pengertiannya."***Wahda mendorong kursi roda yang diduduki Bagus menyusuri lorong rumah sakit."Selama

  • Mendadak Talak    Mengembalikan Ingatan

    Andre lagi berdecak mengejek. “Serius amat hidup Lo. Hebat.” Andre mengacungkan dua jempolnya. "Atau jangan-jangan punya mainan baru?!"Arsa hanya merespon dengan tersenyum nyengir."Wah, dari senyumnya mengerikan. Jangan katakan di sana mainan lo perempuan!"Andre teman seasrama dari Jakarta. Anak IT. Andre sering ngajak ke club mereka, yang akhirnya Arsa juga tergiur ikut bersama mereka. Hanya saja, sejak itu ia sudah berprinsip hanya sekadar mainan buatnya. Dari awal, ia hanya ingin mendedikasikan untuk Tante Fatima. Setelah pulang, ia pun melupakan segalanya. Meski sesekali teringat mainan di Amerika jika melihat Angga mengerjakan orderan di kafe Teratai.Ia tidak begitu peduli tentang IT di perusahaan karena sudah ada divisi yang menanganinya. Siap

  • Mendadak Talak    Permainan Arsa

    "Katakan, kau marah padaku?"Wahda menggeleng."Lalu?"Wahda kembali menghidupkan kompor. Ia mengambil spatula, lalu mengaduk masakan. Arsa terus berdiri di sampingnya."Aku cuma sedih, di saat kamu kesulitan aku tidak bisa ngapa-ngapain. Bahkan sekadar mengantar makanan saja juga buatan ibu. Aku iri dengan Cintia. Dia membantumu menyelesaikan masalah kantor, sedang aku? Bisaku cuma merengek."Arsa merengkuh badannya. "Aku tidak butuh itu. Aku hanya ingin kita saling mempercayai dan menjaga kepercayaan."Wahda merapatkan tubuhnya. Aroma parfum Arsa sedikit membuat hatinya terasa lega."Mungkin Cintia

  • Mendadak Talak    Kepercayaan Diri

    "Menurutmu apa dia masih mencintai Bagus?" Arsa tak kuasa menahan kegalauannya."Entahlah. Mungkin saja, mengingat hubungan mereka selama lima tahun, mungkinkah bisa hilang dengan hanya beberapa bulan?"Arsa semakin menunduk."Mengungkit ini, aku hanya bermaksud agar kau berupaya lebih keras lagi. Sangat disayangkan kalau hubungan kalian putus gara-gara ini.""Kenapa? Apakah kamu juga berpikir akan merusak hubungan kekeluargaan?"Teratai menggeleng. "Bukan itu maksudku. Mungkin kalian masih meragukan perasaan masing-masing. Namun, satu hal yang harus kalian tahu, kalian sudah seperti anggota tubuh satu badan. Kalian akan merasa sedih kalau satunya kesusahan. Mungkin emosional asmara kalian masih perlu dipertanyaka

  • Mendadak Talak    Keraguan

    Arsa memerhatikan jam di tangannya. “Sebentar lagi kami ada rapat penting. Aku minta tolong antar ke dalam ya.”Wahda mengangguk.“Terima kasih ya. Aku pergi dulu.”Arsa dan Cintia menjauh. Wahda menatap sedih punggung Arsa dan Cintia, lalu beralih pada tas yang berisi lunch Box buatan ibunya.***Arsa menghempas sebuah dokumen di depan manajer Doni. Sontak semua yang ada di situ terkejut. Dengan heran Doni membuka dokumen dan seketika matanya membesar.“Ini ….”“Jelaskan!” titah Arsa.&

  • Mendadak Talak    Potongan Masa Lalu

    Arsa tersentak. Tiba-tiba tangannya mengibas dokumen di atas meja sehingga berserakan di lantai. Napasnya memburu. “Maaf, Pak. Maafkan saya,” ucap Cintia dengan wajah menunduk.“Rapikan dokumen itu!” perintah Arsa dingin. Cintia segera memunguti dokumen-dokumen itu, lalu meletakkan di atas meja. “Taruh di sana,” tunjuk Arsa pada meja kerjanya. “Lalu keluarlah.”Cintia meletakkan dokumen ke atas meja, lalu melangkah keluar. Tiba-tiba di tengah pintu Arsa memanggilnya. “Cintia!”“Iya, Pak.”“Jam berapa rapat?”“Jam 19, Pak.”Arsa mengangguk. Lalu menyuruh keluar dengan isyarat. Sepeninggalan Cintia, Arsa menyandarkan punggung ke sofa dan menengadahkan kepala. Dari sini ia mengerti mengapa Sanad tidak mau bergabung dengan ibunya atau ke ayahnya. Ibunya juga tidak memaksa, meski sebagai seorang ibu tentu berharap dibantu oleh anaknya. Dirinya benar-benar pengecualian. Hubungan darah atau emosional dalam pekerjaan kadang membuat bertindak tidak profesional lagi.Mendadak ia juga ter

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status