Home / Rumah Tangga / Mendadak Talak / Sepupu Paling Care

Share

Sepupu Paling Care

Author: El Nurien
last update Last Updated: 2024-11-20 16:38:15

Angel menepuk bahunya. “Nanti kita bisa coba lagi.” 

Bagus mengangguk lesu. Ia menyerahkan buket itu kepada Angel, lalu melangkah ke dalam. Beberapa orang di selasar menatapnya dengan berbagi rupa. Ada yang menatap dengan iba, ejek, juga mengolok. Hilang semua wibawa yang ia bangun selama ini. 

Di belakang Angel menciumi mawar merah yang kini beralih ke tangannya. Ia tidak peduli dengan tatapan orang-orang. Sebagai wanita mandiri hingga sampai ke titik ini,  telah banyak mengecap asam garam kehidupan tentu sangat kenal dengan karakter manusia umumnya.

Tatapan  seperti itu hanyalah lalat yang akan pergi cukup dengan dikibas. Ia mengambil beberapa tangkai mawar, lalu membagikannya satu persatu kepada beberapa perempuan di sana. Seketika mereka menatapnya dengan penuh terima kasih. 

***

"Sekarang kita mau ke mana?" tanya Arsa saat mereka menunggu plang parkir belum terbuka. 

"Ke rumah ibuku."

"Apa kamu sudah siap?" tanya Arsa melajukan mobilnya. 

"Ada kamu," jawab 

Arsa berdecak.  "Dasar, sepupu ngerepotin!" 

"Apa gunanya punya sepupu kalau tidak direpotkan?!"

Arsa menghempaskan napasnya. "Nasib-nasib sebagai jomlo, bukan ngurusin cewek, malah urusin anak orang," gerutu Arsa. 

Wahda tertawa. "Putus lagi?" 

Arsa terdiam. 

Wahda masih terkekeh. "Makanya yang serius. Giliran serius, eh menyukai istri orang." 

"Kayak hidupnya sudah benar saja," sahut Arsa. "Jadi nggak kita ke kafe Teratai? Kalau jadi, nanti sore aku jemput."

"Iya. Tapi hari ini kamu harus stay temani aku. Aku mau mengurus izin cuti, mengambil beberapa barang ke rumah dan ...."

"Tapi hari ini aku kerja. Kau mau aku dipecat?" potong Arsa.

Wahda mengangkat alisnya. Beberapa detik kemudian, ia mengambil ponselnya dari dalam tas. 

"Assalamualaikum. Hallo, Sayang! Bagaimana kabarmu? Katanya kamu masuk rumah sakit? Maaf ya, Tante belum sempat jenguk kamu." 

Kening Arsa mengerut begitu mendengar sahutan di seberang sana. 

"Waalaikum salam. Tidak apa, Tante. Ini sudah mau pulang. Kabarku kurang baik, Tante. Karena itu, aku minjam Arsa ya, Tante. Arsa libur hari ini ya, buat nemani aku."

"Arsa di situ?" tanya Fatima, bibi sekaligus bosnya Arsa. 

"Iya, Tante. Dia yang jemput aku dari rumah sakit. Aku minjam dia dulu, Tante. Ada yang mau mau aku urus. Boleh ya, Tante," bujuk Wahda. 

"Jangan, Tante. Begini saja, aku sudah nggak betah dengan kebawelan dia," seru Arsa setengah berteriak. 

"Arsa, kamu temani dia. Dia baru dari rumah sakit. Pasti belum pulih total. Kamu temani dia, kecuali kamu ingin berhenti kerja." 

"Tante?!"

Wahda tertawa. "Terima kasih, Tante. Tante baik deh. Ummaah."

***

Angel mengetuk pintu kantor Bagus yang terbuka. Laki-laki yang termangu itu seketika terkesiap. 

"Angel?!"

Tanpa disuruh Angel memasuki ruangan kantor itu. Ia berdiri di samping Bagus. 

"Aku mengerti perasaanmu. Sesal pasti ada.  Tapi menurutku dia benar, kamu tidak mencintainya. Sekadar makanan favoritnya saja kamu tidak tahu. Kamu ingat saat kita pacaran dulu, kamu selalu berusaha mencari tahu apa saja kesukaanku."

"Aku akui salah dalam hal itu. Mungkin dia benar, cintaku tidak seberapa kepadanya. Tapi sekarang aku membutuhkannya. Semalam saja tanpa dia, hidupku benar-benar kacau. Apakah itu tidak cukup dikatakan sebuah cinta?" 

Angel tertawa mengejek. "Gus, Gus, aku tidak menyangka laki-laki pintar di akademik ternyata sebodoh ini. Cinta sama butuh itu beda." Angel mendekatkan wajahnya. "Dari dulu kamu hanya mencintaiku, sedang dia hanya kau jadikan serep. Sadarilah itu!"

Angel memajukan wajahnya. Bagus mengerjap. Spontan ia menjauhkan wajahnya dan berdiri. 

"Aku capek. Aku pulang dulu."

***

Sesampai di rumah, Mauriyah sedikit terkejut dengan kedatangannya dan Arsa yang membawa box berisi peralatannya.

“Badanku masih lemas, Bu. Boleh aku tidur dulu di sini beberapa hari?” ucap Wahda sedikit gamang. Andai bukan karena beralasan sakit, ibunya pasti tidak mengizinkannya. Ibunya pernah berpesan suami itu raja, harus dilayani sepenuh perhatian supaya dia tidak ke lain hati.

 Jangan pernah membiarkan suami tidur sendirian di rumah, kecuali keadaan tertentu. Karena itulah, ia tidak terlalu berambisi lagi melanjutkan studi. Namun, setelah semua terjadi, ternyata berakhir dengan kehancuran. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan ibunya jika mengetahui keadaan rumah tangganya. 

“Jika suamimu mengizinkan, boleh. Nanti ibu bikin sop babat, semoga kamu bersemangat makan dan badan cepat bertenaga.”

Wahda memeluk ibunya dari belakang. “Aku selalu suka dengan masakan ibu. Masakan ibu semuanya enak. Aku pasti akan memakannya.”

Mauriyah mendengus. “Kalau ada maunya, baru memuji.”

Wahda tergelak. Tiba-tiba ia takkuasa, menahan diri, ia memeluk erat badan yang mulai ringkih itu.

“Apa yang terjadi?” tanya Mauriyah pelan. 

“Tidak, Bu. Tiba-tiba saja kangen seperti ini.”

Mauriyah tersenyum. Ia menepuk punggung tangan Wahda yang melingkar di pinggangnya. 

***

Dengan melangkah pelan Wahda memasuki rumahnya. Perasaannya remuk redam saat memasuki rumah itu. Mengurai kenangan yang terlanjur tercetak selama lima tahun. Andai bukan karena sesuatu yang penting, ia tidak akan memasuki rumah ini dalam waktu dekat.

Tubuhnya terhenyak di ujung ranjang. Tangisnya kembali menderu. Sulit dipercaya keadaan berubah secepat kilat. Masih segar dalam ingatan, pagi-pagi memadu asmara, malamnya sudah menjadi janda. 

Di luar Arsa menatap pintu kamar yang terbuka. Terdengar deru tangis teman kecilnya. Ia tahu tak pantas seorang laki-laki memasuki kamar wanita yang bukan mahramnya, hanya saja deru tangis itu membuatnya tak kuasa menahan diri. 

Ia memasuki kamar itu dan menyandarkan kepala Wahda ke pinggangnya. Tangis Wahda semakin menderu. Memenuhi kamarnya yang sebenarnya cukup luas. 

"Menangislah. Kuharap setelah ini, tidak ada lagi air mata yang tumpah. Air matamu sangat berarti. Tak layak kau tumpahkan untuk seorang Bagus. Songsonglah masa depan, kamu berhak bahagia. Entah sendiri atau dengan siapapun."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Talak    Ajakan Konyol

    Getaran dadaku kembali bergelombang. Aku menahan napas supaya tidak lagi menangis. “Tadi dia menelponku, memintaku ke rumah sakit. Aku janji padanya setelah mengantar rantang ke rumah Tante. Siapa sangka akan seperti ini.” Lagi-lagi aku menghela napas. Sangat terasa tubuhku lemah sekali. Entah berapa lama aku menangis. “Dia tidak akan menyalahkanmu. Jadi jangan menyalahkan diri,” sahutnya sambil menoleh padaku. Matanya mulai bergulir lembut. “Besok dia ulang tahun. Aku telah membelikan kado untuknya Tapi ....” Aku kembali terisak. Ia menarik kepalaku, tetapi aku mengelak. Aku menghirup udara dingin kuat-kuat, lalu menghempaskannya. Aku melakukan itu berkali-kali, sampai dadaku sedikit lega.“Terima kasih. Kau bisa pergi sekarang. Maaf, telah mengganggu waktumu.”Aku berdiri, lalu menepuk-nepuk belakangku dari debu. Arsa juga berdiri. “Aku akan mengantarmu.”“Tak perlu. Kau pergilah. Aku mau pergi ke suatu tempat.”“Mau ke mana? Aku akan mengantarmu. Aku tidak akan membiarkanmu b

  • Mendadak Talak    Hubungan Emosi

    “Dokter, Sonia kritis.” Mataku membelalak. Setelah itu tidak jelas lagi Mama Sonia berucap apa, hanya terdengar deru tangis. “Tante, aku pergi dulu.”Aku bergegas membuat ponsel ke dalam tas dan langsung berdiri. “Kritis? Siapa yang kritis?" tanya Tante Fatima. Arsa dan semua ada di situ ikutan menoleh. "Pasien aku, Tante," ucapku sambil menyalami tangan Tante Fatima. Tante Fatima mengerutkan kening. Aku tidak bisa menjelaskan perasaanku saat ini. "Aku pergi, Tante. Assalamu alaikum.""Tunggu!" Langkahku terhenti. "Arsa, antar Wahda ke rumah sakit," titah Tante Fatima.Arsa melongo. "Aku bawa mobil sendiri, Tante," selaku sambil kembali bergegas. "ARSA!" Kali ini suara Tante Fatima menggelegar. "Dia panik begitu, sangat berbahaya mengemudi." Teratai terdiam dengan piring lauk masih di tangan. Caroline melongo. Mungkin dia tidak mengerti apa yang dibicarakan."Iya, Tante," sahut Arsa dengan wajah sewot. Aku langsung berlari ke depan. Tidak ada waktu melihat wajah terpaksa

  • Mendadak Talak    Di sebuah Pesta

    Aku tidak mendengar lagi perbincangan Tante Fatima dengan Caroline. Perhatianku teralih pada Arsa yang berjalan mendekati ibu. "Assalamu'alaikum, Tante. Bagaimana kabar Tante? Sehat?"Saat ia ngobrol dengan ibu, ingin rasanya aku menghilang. Diabaikan setelah sekian lama bersahabat, rasanya sangat menyakitkan. Sayangnya, aku tak punya hak untuk mengeluh, apalagi membela diri karena semua ini bermula dariku. Beruntung MC cepat memanggil dia, sehingga dia cepat berlalu dan aku dapat bernapas lega. Aku tidak bisa membayangkan, di mana menaruh muka setelah diabaikan di depan orang banyak. “Tante, kami mau naik dulu,” izin Arsa pada Tante Fatima. Tante Fatima mengangguk. Arsa mengulurkan tangan pada Caroline seperti yang kulihat di film Barat. Betapa anggun dan elegant. Tepuk tangan meriah mengiringi langkah mereka hingga sampai ke atas panggung. “Selamat malam semuanya.” Salam Arsa langsung disambut dengan tepuk meriah. Ia memperkenalkan diri juga Caroline Poni. Ternyata Caroline s

  • Mendadak Talak    Orang Baru

    "Dicari-cari ternyata di sini." Teratai muncul dengan selembar undangan di tangan.Tiba-tiba jantungku mencelos."Kenapa?" "Undangan buatmu."Aku menerima dengan wajah penuh tanya. "Ulang tahun August Market. Besok malam." Aku mengangguk. "Terima kasih ya.""Kau harus datang," jawab Teratai sambil memegang pundakku lalu masuk ke dalam ruko. Sepeninggalan Teratai, aku mengembuskan napas pelan. Lalu mencermati undangan hitam yang bertintakan warna emas itu. Mengapa tadi tiba-tiba jantungku terasa lepas saat melihat undangan ini? Padahal dilihat sampulnya saja sudah jelas ini bukan undangan perkawinan. Aku menggelengkan kepala atas kekonyolan sendiri.Jadi Arsa ke sini demi menghadiri ulang tahun August? Itu artinya dia akan balik lagi ke Amerika? ***"Dokter!" Sapa gadis kecil yang duduk di kursi roda ketika aku keluar dari ruang praktik. "Sonia, kenapa keluar?""Maaf, Dokter. Dari tadi dia merengek mau ke sini," ucap ibunya yang mendorong kursi roda yang diduduki Sonia. Aku t

  • Mendadak Talak    Sesal

    Aku telah meluncur ke bandara dan jangan menyusulku. Kurasa kita harus memikirkan ulang hubungan kita. Benarkah yang kita lakukan ini?Sanggupkah kita menerima dunia masing-masing? Sanggupkah kita menerima masa lalu pasangan?Aku memahami jiwamu, tapi aku juga ingin diprioritaskan dari siapa pun. Aku egois, tapi aku tak bisa memaksamu meninggalkan duniamu.Seberapa keras pun aku berpikir, aku ingin kamu hanya untukku. Dulu kita berpikir, selama kita saling bergantung, cinta itu belakangan. Kenyataannya tidak sesederhana itu. Ternyata ketergantungan, masih kalah dengan cinta dan hati.Kalaupun ketergantungan itu ada, bukankah kita bisa tetap bersama tanpa harus menikah? Terlebih lagi kita telah terikat hubungan darah. Seberapa pun jengkelnya, kita tidak akan bisa mengabaikan karena memiliki hubungan darah. Dari genetik yang sama.Sengaja kutinggalkan cincin itu. Jika sepeninggalanku kau bertemu laki-laki yang membuat jantungmu berpacu cepat seperti yang kau inginkan, laki-laki yan

  • Mendadak Talak    Diabaikan

    "Wah, sore ini Arsa datang. Kami mau menjemputnya, kamu mau ikut?" Pertanyaan Teratai membuatku syok. Diam, tetapi di dalam bergemuruh hebat. Betapa aku merindukan laki-laki itu. Arsa mau datang? Mengapa dia tidak mengabariku? Sepertinya dia benar-benar membenciku? Dia sudah tak menganggapku lagi. "Kok bengong?! Masa tunangan nggak dijemput?"Aku masih bungkam. Tunangan? Benar juga, kami memang belum menyampaikan situasi kami kepada orang tua.Atas nama tunangan, aku bisa saja menjemputnya. Hanya saja, masihkah dia menganggapku tunangan? Sedang kabar kepulangannya saja tidak mengabariku. Bagaimana kalau dia datang dengan perempuan lain? Tentu akan sangat menyakitkan."Wah, kau bawa mobil sendiri ya. Aku ikut, ada yang mau kucari di Banjarmasin." Tiba-tiba gadis es kutub muncul dari persembunyiannya. Aku mengangguk linglung. ***Berkali-kali aku meremas tanganku yang terasa dingin. Badanku tak bisa diam duduk di kursi panjang. Sesekali aku melirik Adeena yang sibuk dengan ponselny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status