Pandangan Aira dengan cepat melirik ke arah kamar tempat Kiara berada.
“Seorang tamu yang jatuh ke kolam kemarin malam jatuh sakit."
"Aku ingin memastikan keadaannya,” jawab Yufen tanpa basa-basi.“Apakah Kaisar akan sering menjenguk... tamu ini?” Aira menatap lurus, mencoba menahan nada tajam dalam suaranya.
Yufen menatapnya dalam-dalam.
“Aku hanya memastikan tidak ada yang menyentuhnya sebelum aku tahu siapa dia sebenarnya.” "Lagipula apa urusannya denganmu."Aira menunduk pelan dan tersenyum, namun di balik senyuman itu hatinya bergemuruh.
Ia tak buta akan perubahan sikap Kaisar sejak semalam. Ada yang berbeda. Terlalu berbeda.“Aku akan mengirimkan pelayan terbaikku untuk membantunya,” Aira menawarkan dengan suara manis.
“Tidak perlu,” potong Yufen, tegas namun tidak keras.
“Dia akan tetap di bawah pengawasanku.”Seketika ruangan itu terasa lebih sunyi.
Aira tahu, dalam diam, Kaisar sedang menarik garis batas.
Ia wanita cerdas. Dan baginya, ini bukan sekadar tamu asing. Ini ancaman.Setelah beberapa saat, Yufen beranjak dari tempatnya.
“Lebih baik nona Aira segera kembali ke Paviliun Merak." "Mungkin ada banyak hal yang mau kau lakukan."Dengan bahasa isyarat, Yufen meminta Kasim Leo membukakan pintu untuk Aira.
Aira berdiri membeku di tempatnya, karena tidak percaya dengan perlakuan yang didapatkannya.
Matanya menatap ke arah Yufen dengan kesal.
Namun, pada akhirnya Aira menuruti ucapan Yufen dan meninggalkan ruangan itu.‘Siapa dia sebenarnya?’ gumam Aira dalam hati.
Di balik kelembutan wajahnya, api cemburu dan kecurigaan mulai tumbuh.
........
Setelah tertidur beberapa saat Kiara akhirnya terbangun. Cahaya lembut dari lampu minyak di sudut ruang telah menyambutnya.Atap ruangan dari kayu berukir, tirai sutra tipis yang melambai terkena angin, dan aroma obat herbal yang samar menguar di udara, membuatnya merasa masih berada dalam mimpi aneh yang tak berujung.
Namun, ketika ia mencoba bergerak, rasa sakit di kepala dan tubuhnya membuatnya sadar.
Ini bukan mimpi."Di mana aku?" bisiknya pelan nyaris tak terdengar.
Dia mengingat - ingat kejadian yang samar - samar.
Kepalanya sakit, badannya panas, suapan Kaisar dan perhatian Kaisar.
Kiara menutup mulutnya dengan tangan.
Di tengan kesadarannya yang belum pulih, dia dirawat sendiri oleh seorang Kaisar.Pintu kamar terbuka pelan.
Seorang pelayan muda dengan pakaian serba abu - abu masuk dengan membawa nampan berisi bubur hangat dan ramuan yang berbau tajam.Wajahnya ramah.
Tapi dari raut wajahnya, dia begitu berhati - hati pada Kiara."Nona Kiara, anda sudah bangun?" tanya gadis itu dengan suara lembut.
"Saya dayang Sisil."
"Atas perintah Kaisar saya akan merawat anda bersama dengan dayang senior Arni.""Ka... Kaisar?" Kiara berusaha duduk, namun karena tubuhnya masih lemah, dia terhuyung - huyung.
Sisil dengan terburu - buru, menahan tubuh Kiara dengan beberapa bantal.
"Anda istirahatlah dulu."
"Anda terkena flu dan demam tinggi semalam." "Tubuh anda kedinginan setelah anda tercebur ke dalam kolam," jelas Sisil dengan cermat."Tabib sudah memberikan ramuan kepada anda."
"Jika anda makan dan minum obat dengan baik, maka anda akan segera pulih.Kiara mengangguk lemah.
Ia masih sedikit linglung. Ingatannya masih pelan - pelan menyambungkan serpihan - serpihan kejadian yang dia alami sebelumnya.Dunia ini... Istana ini... dan semuanya terasa begitu asing.
Semalam dia terjatuh dalam kolam.
Bukan kolam biasa, melainkan kolam pemandian Kaisar.Dan sekarang, dia berada di ruangan yang terlihat mewah dengan pelayan pribadi dan yang benar - benar tidak bisa dipercaya, Kaisar sendiri yang merawatnya.
Sebuah suara anggun dan tegas meminta untuk dibukakan pintu dari luar untuk masuk ke dalam. Setelah dibuka, terlihat seorang gadis cantik dan anggun masuk ke dalam kamar yang ditempati Kiara.Langkahnya ringan, namun tegas dan percaya diri.
Hiasan kepala berbentuk phoenik tersemat di rambut hitamnya yang ditata dengan begitu cantik.
Tatapannya tajam, senyumannya begitu manis tapi mengandung makna tersembunyi.
Aura anggun bangsawan memancar kuat dari dirinya.
Semua pelayan yang ada menunduk memberi hormat padanya.
"Kami memberi salam pada nona Aira."
Kiara menatapnya tanpa berkedip, dia bertanya dalam hati, 'Siapa gadis ini?'
"Jadi ini wanita yang bisa membuat Kaisar datang ke Paviliun Merpati pagi - pagi sekali?" dengan suara lembut tapi bernada tajam seolah memprovokasi dia bertanya.
Dayang Arni terlihat gugup.
"Nona Aira, Kaisar hanya melihat keadaan nona Kiara." "Dan lagi nona Kiara masih dalam masa pemulihan....."Aira mengangkat tangan pelan, seolah memberi perintah untuk diam.
Dayang Arni berkeringat dingin dan meremas tangannya.
"Aku hanya ingin melihat dan sekedar menyapa, tak lebih."
"Apa yang kalian takutkan?" katanya sambil melirik pada dayang Arni.Aira menoleh kembali pada Kiara sambil menggunyingkan senyumnya, "Namamu Kiara kan?"
Kiara mengangguk.
Saat ini dia tidak punya tenaga untuk berdebat."Aku Aira, dari keluarga Mirza."
"Tunangan resmi Kaisar Yufen."Kiara terdiam.
Alisnya mengeryit. 'Tunangan Kaisar?'"Tenang saja, aku kesini tidak untuk menyerangmu," lanjut Aira.
"Hanya sekedar ingin memastikan, bahwa kau tidak berniat mencuri apa yang bukan milikmu."Kiara paham dengan apa yang dikatakan oleh Aira meskipun dengan bahasa yang sarkas.
Dia tidak tahan untuk menjawab. Dengan tubuh yang masih lemah dia berkata, "Jujur, aku tidak tau apa maksudmu." "Dan satu hal lagi, aku tidak tertarik sedikitpun untuk mencuri milik orang lain." "Lagipula yang ingin aku lakukan hanya sembuh dan bisa kembali ke duniaku dengan segera."Aira menatap dalam - dalam mencoba menelisik kata - kata Kiara, apakah ada kebohongan yang tersembunyi.
Meskipun sulit dipercaya, tapi Aira melihat penampilan potongan rambut dan gaya bicara Kiara, memang bukan gaya dunia ini.
Hanya yang membuat dia kesal adalah wajah cantik khas yang dimiliki Kiara.
"Jika apa yang kau katakan benar, kau berasal dari dunia lain, maka ketahui batasanmu!"
"Jangan membuat orang salah paham dan menjadi pembicaraan orang." "Kau berbeda dari wanita di sini." "Terlalu asing, terlalu menarik dan gayamu juga berbeda dari kami."Dirasa sudah cukup memberi peringatan, Aira berbalik dan perlahan pergi.
"Sembuhlah dengan cepat, agar Kaisar tidak khawatir dengan keadaamu," katanya sebelum keluar dari kamar Kiara.
Terlihat para dayang menjadi lega setelah kepergian Aira.Dayang Arni segera menghampiri Kiara, takut jika Kiara akan semakin menurun keadaannya.
"Maafkan sikap nona Aira."
"Beliau memang keras, tapi juga sangat melindungi Kaisar," ucap dayang Arni.Kiara mengangguk, prioritas utamanya adalah segera sembuh dan mencari cara kembali ke dunianya.
Banyak hal yang tertunda jika dia pergi terlalu lama.
"Nona...."
Dayang Arni membuyarkan lamunannya. "Saya suapi anda bubur."Kiara menolak.
"Aku bisa makan sendiri."Ia mengambil sendok dengan tangan yang masih gemetar.
Setelah beberapa suap, perutnya sudah terasa penuh. Dia meletakkan sendoknya dan meminum air putih.Hatinya tidak tenang.
Semakin lama dia di sini, semakin terasa jika hal ini bukanlah hal yang sederhana.Firasatnya mengatakan akan terjadi sesuatu yang besar.
Terlalu besar, bahkan untuk ditolak.Jauh dalam lubuk hatinya, dia tau Kaisar Yufen Yuan bukanlah pria sembarangan.
Pria itulah yang menjadi pusat kekacauan yang akan terjadi padanya.
Terbukti tadi, bahkan Aira salah paham padanya.Dia merasa disudutkan bahkan dengan hal yang tidak dia lakukan.
Marah?
Tentu saja dia marah, tapi dia bisa apa? Dunia ini bukan dunianya. Dia tidak punya kuasa disini.Rasanya dia ingin menggunakan kekuasaan yang dimiliki oleh keluarga Grace.
Dulu, bahkan dia selalu menekan untuk menggunakan kekuatan keluarganya.Dia selalu berusaha dengan tangannya sendiri.
Tapi saat dia tidak berdaya seperti sekarang, dia merindukan kekuasaan keluarganya."Hachi.....," dia mengusap hidungnya yang gatal. "Siapa yang membicarakanku?" keluhnya. "Pangeran..., anda tidak apa - apa?" tanya seorang kasim."Sebaiknya anda segera masuk, udara di luar sedang tidak bagus.""Anda bisa terkena flu."Sean melirik kasim disampingnya."Memangnya aku bisa kenapa?" ucapnya dengan nada sinis.Sejak Sean dipaksa pulang ke Kerajaan Albama dia hidup dibawah tekanan ayahnya lagi.Dulu Sean sering kabur karena tidak mau mewarisi tahta Kerajaan Albama dan menjadi penguasa.Jiwa Sean lebih suka hidup bebas, dan bisa pergi kemanapun yang dia sukai."Ah... aku jadi merindukannya....," ucap Sean sambil menghela napas. "Kau...!!, panggilkan Sabo ke sini!!!" perintahnya pada kasim. "Baik Pangeran," kasim itu segera pergi mencari orang yang bernama Sabo. "Kiara...""Seandainya kau disini, mungkin aku akan tetap tinggal."Dia benar - benar merindukannya. ......Kekacauan di perbatasan timur akhirnya terdengar juga di telinga Kaisar Yufen. Saat rapat pagi dia
"Bagaimana keadaanmu hari ini?" tanya Pangeran Huanzhe pada Kiara. "Lumayan lancar, lagi pula ini semua karenamu," ucap Kiara. "Terima kasih Pangeran Huanzhe. Pangeran Huanzhe tersenyum kemudian duduk di meja bersama Kiara yang sibuk dengan pekerjaan barunya. "Kau bersemangat sekali, aku bahkan jadi iri dengan perhiasan yang kau buat, karena mendapat perhatian khusus darimu." "Ha... ha... ha...," Pangeran Huanzhe tertawa. Kiara menoleh. Memandang aneh ke arah Pangeran Huanzhe. "Kenapa anda berkata begitu?" tanya Kiara memandang bingung Pangeran Huanzhe. Pangeran Huanzhe yang dipandang oleh Kiara menjadi salah tingkah. Dia memalingkan wajahnya ke sisi lain. "Tidak apa -apa, kau lanjutkan saja apa yang kau kerjakan," ucap Pangeran Huanzhe terbata. Kiara belum mengetahui bahwa Pangeran Huanzhe menyukai dirinya.Dengan cekatan Kiara membelah mengasah beberapa baru warna warni dengan bentuk bentuk yang sesuai seleranya. Dia membuat gelang, kalung, bros dan hiasan kepala. Un
Bab29"Tuan.....""Ah... tuan...."Nada - nada manja terdengar dari mulut para wanita penghibur. Seorang pria, lumayan tampan sedang minum di bar itu. Dia bahkan tidak memesan wanita penghibur. Tapi para wanita penghibur itu datang padanya dengan sukarela. "Tuan.... tidakkah kau mau minum bersamaku?""Aku tidak akan memberimu harga," tawar salah seorang wanita itu. Dengan isyarat tangan pria itu menolak. Tapi para wanita lain tidak berhenti begitu saja. Mereka tetap memaksa pria itu dengan berujung penolakan semua. Bahkan sikap manja dan menggoda mereka tidak dilirik satupun oleh pria tampan itu. Para wanita penghibur itu menjadi penasaran dengan identitas pria tampan itu. "Siapa pria tampan itu?" tanya salah seorang wanita penghibur pada temannya. "Aku juga tidak tau, sepertinya dia baru pertama kali datang ke sini.""Karena aku baru melihatnya," jawab temannya. "Kurasa benar...., aku juga baru pertama kali melihatnya.""Dia tampan sekali....," timpal yang lainnya. Para
Tuan...!!!" Dengan terburu - buru seorang pelayan laki - laki berlari menuju kediaman besar. Itu adalah kediaman keluarga Mirza. "Ada apa?!!!""Ini rumah bukan hutan, seenaknya saja kau berlarian!!" ucap tuan Mirza. "Maafkan saya tuan, tapi ini.... ada surat mendesak dari wilayah timur," dengan cepat pelayan itu mengeluarkan surat dari dalam bajunya. Tuan Mirza mengambilnya dan membukanya dengan cepat. Dia membaca apa isi surat itu dan sesekali mengerutkan alisnya. "KETERLALUAN...!!!" dia menggebrak meja dengan keras. "Apa - apaan ini, mereka pikir sedang berurusan dengan siapa!!""Panggilkan Jordan!!! CEPAT!!!""Ba.. baik," pelayan itu dengan tergesa keluar dan mencari keberadaan Jordan. Setelah mencari beberapa lama, Jordan sedang duduk di depan dapur. "Kak Jordan... kak Jordan..., tuan memanggilmu.""Ini penting dan kau disuruh segera kesana," dengan napas yang masih memburu, pelayan itu menyampaikan pesan pada orang yang bernama Jordan. Jordan segera berdiri dan melang
Yufen duduk di samping tempat tidurnya sambil termenung. .Dia mengingat apa kata - kata yang Kiara katakan. Hatinya sakit. Dan bahkan dia tidak rela saat meningalkan paviliun Merpati untuk kembali ke Istana Naga karena malam sudah larut. "Kaisar...""Sudah larut, anda harus istirahat," kasim Leo mengingatkan."Panggil Daffa untuk menghadapku sekarang," Yufen memerintahkan kasim Leo. "Kaisar...." kasim Leo mengingatkan. "Kau tidak dengar apa kataku!?" Yufen berkata dengan marah. "Baik Kaisar," kasim Leo hanya bisa pergi dengan helaan napas. Setelah Daffa datang, hanya ada Kaisar Yufen dan Daffa yang berada di dalam ruangan. "Katakan segalanya!" perintah Yufen.Daffa memberi hormat lalu berkata."Nona Kiara akhir - akhir ini mendapat beberapa barang dan hadiah dari beberapa pelayan dan dayang.""Ditambah lagi, beberapa utusan bangsawan yang juga menitipkan beberapa herbal untuk nona Kiara dengan dalih kesehatan Nona Kiara.""Tapi seperti yang saya amati, nona Kiara tidak nyaman
Malamnya.... Sebelum jam makan malam, Yufen yang lelah sehabis memeriksa berkas di ruang kerja langsung menuju ke paviliun Merpati. Dia ingin memeriksa kondisi Kiara dan sekaligus makan malam disana. "Silahkan Kaisar," Leo segera memberikan jalan pada Kaisar Yufen.Semua dayang dan pelayan di paviliun Merpati memberi hormat saat Kaisar Yufen datang. Tak terkecuali dengan Kiara yang ada di bagian ujung. "Kami memberi hormat pada Kaisar...""Bangunlah!!!" Yufen berjalan kearah meja makan dan duduk di kursinya. "Duduklah Kiara!"Kiara duduk disamping Kaisar Yufen. "Bagaimana keadaanmu hari ini?" "Aku dengar dari tabib, anemiamu sudah hampir sembuh."Sambil menunggu hidangan disiapkan Yufen ingin sedikit mengobrol dengan Kiara. "Hamba bersyukur, atas perhatian Kaisar dan juga tabib, hamba menjadi semakin baik," ucap Kiara. Kiara sadar siapa dirinya di dunia ini dan apa statusnya. "Kaisar...." "Bisakan hamba berbicara dengan anda?" tanya Kiara hati - hati. "Kau bisa bic