"Kaisar....."
Kasim Leo berlari masuk dengan cepat ke dalam Istana Naga. Dia begitu cemas.Kaisar Yufen yang sedang sarapan menghentikan aktivitasnya.
Dia menoleh, "Ada apa?"Kasim Leo mengatur nafasnya.
"Ada kabar dari paviliun Merpati." "Nona yang semalam jatuh dalam kolam anda, pagi ini menderita sakit kepala." "Pagi ini tabib diminta untuk datang ke paviliun Merpati untuk memeriksanya." Yufen mengerutkan kening, 'gadis itu sakit?'"Segera ke paviliun Merpati!!!"
Kasim Leo terkejut.
'Kaisar malah akan mendatangi gadis itu?' 'Jika berita ini tersebar maka akan menimbulkan kekacauan di Istana.'"Baik."
Kasim Leo hanya bisa mengikuti kemauan Kaisar.Sepanjang perjalanan dia hanya bisa berpikir.
Bagaimana Kaisar yang selama ini bersikap tegas dan keras, bisa berubah menjadi perhatian. Meskipun bukan hal yang penting, tapi Kaisar bahkan sampai memeriksa sendiri seorang gadis yang sakit. Hanya seorang gadis? Kasim Leo sungguh tidak bisa berkata apa pun.Dia menelisik wajah Kaisar.
Dia melihat Kaisar sudah lebih segar dari biasanya.Kaisar memiliki kebiasaan mandi di malam hari karena dia susah untuk tidur.
Setelah mandi biasanya dia akan tidur, itupun tidak lama. Kaisar akan bangun pagi - pagi sekali keesokan harinya dan akan terlihat sedikit lelah dan muncul kantung mata di wajahnya.Tetapi hari ini, wajah Kaisar terlihat lebih segar, dan ada sedikit senyuman di wajahnya.
Ada apa ini? Kasim Leo hanya bisa menebak - nebak.Dia tidak mau tenggelam dalam pikirannya.
Langkahnya dipercepat mengikuti cepatnya langkah Kaisar.Sebagai kasim senior, dia tau apa yang boleh dikatakan atau tidak.
Dia hanya bisa melihat tanpa harus banyak berkomentar.Paviliun Merpati.
Kondisi Kiara sudah membaik saat Kaisar datang.
Dari diagnosa tabib, dikatakan jika Kiara terkena flu.
Hal itu mungkin disebabkan karena dia kehujanan dan mandi air dingin di malam hari.Para pelayan di Paviliun Merpati gempar.
Pasalnya karena seorang wanita asing yang sakit flu, sampai membuat Kaisar sendiri datang ke sini. Muncul bisik - bisik antara para pelayan. Ada yang kagum, ada juga yang mencibir Kiara sebagai hanya ingin merebut perhatian Kaisar."Kaisar tiba....!!!"
Dari arah pintu terdengar teriakan bahwa Kaisar sudah tiba.Para pelayan dan juga dayang memberi hormat pada Kaisar.
"Hamba memberi hormat pada Kaisar!!!"
"Semoga Kaisar panjang umur."Yufen masuk dengan langkah pasti.
Dia langsung masuk ke dalam aula dalam dan melihat Kiara berbaring di kasur."Bagaimana keadaannya?" Kaisar bertanya pada tabib yang selesai memeriksa Kiara.
"Menjawab Kaisar, nona itu terkena flu dan badannya panas. Sakit kepala yang dialaminya karena panas yang dihasilkan oleh tubuhnya."
"Hamba sudah memberikan ramuan pereda panas dan ramuan pemulih tenaga." "Setelah tidur sebentar, keadaannya akan baik - baik saja." Tabib itu mengatakan kondisi Kiara."Apa semalam dia tidak makan?" kali ini Kaisar bertanya pada dayang Arni.
"Menjawab Kaisar."
"Nona Kiara setelah mandi langsung tertidur tanpa makan.”“Bawa bubur hangat dan teh jahe. Jangan terlalu manis. Setelah ia bangun, pastikan ia makan,” titah Yufen tanpa menoleh, suaranya tenang tapi tegas.
“Baik, Kaisar,” Dayang Arni segera bergegas keluar, membawa dua pelayan bersamanya.
Kasim Leo menunduk, tapi tidak bisa menahan keterkejutannya.
Kaisar benar-benar memperhatikan setiap detail kecil tentang gadis itu. Bahkan soal makanan.
Yufen berjalan mendekat, lalu duduk di kursi kayu ukiran naga di samping tempat tidur Kiara.
Matanya memperhatikan setiap lekuk wajah gadis itu, dahi yang berkeringat, bulu mata yang gemetar sedikit saat ia menggeliat dalam tidurnya, dan bibirnya yang sedikit pucat.
“Kenapa kau bisa membuatku seperti ini…” gumamnya nyaris tak terdengar.
Tabib yang tadi memeriksa Kiara masih berdiri menunduk, tak berani bicara jika tak diminta. Ia sadar betul bahwa suasana ini bukan saat yang tepat untuk bertanya atau bersuara.
Yufen menyentuh dahi Kiara dengan punggung tangannya.
"Masih hangat."
“Berapa lama panasnya akan turun?” tanyanya.“Jika ramuan bekerja baik, sebelum malam suhu tubuhnya akan kembali normal,” jawab tabib itu pelan.
“Baik. Kau boleh pergi.”
Tabib itu membungkuk hormat lalu keluar bersama asistennya. Meninggalkan Kaisar seorang diri di dalam ruangan bersama Kiara.
Diam-diam.
Di balik pintu, para pelayan dan dayang menahan napas. Tak ada yang berani bergerak atau bersuara. Apa yang mereka saksikan hari ini sangat tidak biasa. Kaisar Yufen Yuan, lelaki yang terkenal kejam dan tak pernah menunjukkan kelembutan pada siapa pun, sekarang duduk di samping ranjang seorang gadis asing.“Kenapa harus dia?” bisik salah satu pelayan, suaranya lirih nyaris tak terdengar.
“Apa dia punya jimat atau mantra?” sahut yang lain penuh curiga.
Namun dayang Arni yang baru kembali membawa nampan berisi bubur dan teh jahe hanya melirik mereka tajam dan menegur dengan tegas.
"Jagalah lisan kalian." "Kalian lupa siapa yang berbicara sembarangan bisa kehilangan kepala?”Pelayan-pelayan itu langsung bungkam dan menundukkan kepala.
Di dalam ruangan, Kiara perlahan membuka matanya.
Cahaya lembut dari jendela membuatnya menyipit. Pandangannya masih kabur, tapi ia bisa merasakan seseorang duduk dekatnya.Ketika matanya perlahan fokus, ia melihat wajah itu lagi, mata gelap yang tajam, rahang kuat, dan ekspresi yang sulit ditebak.
“Kaisar…” gumamnya lemah.
Yufen menoleh. “Kau bangun.”
Kiara mengangguk kecil.
“Maaf, sudah merepotkan…”“Diamlah!"
"Kau belum pulih. Minum ini dulu.”Yufen mengambil cangkir teh dari nampan dan meniupnya perlahan, lalu menyodorkannya pada Kiara.
Kiara sempat ragu, menatap cangkir itu dan lalu menatap pria di hadapannya.
“Kau… menyuapiku?”“Apakah itu aneh?” Yufen balik bertanya, alisnya sedikit terangkat.
“Sedikit,” jawab Kiara jujur.
Kaisar tersenyum tipis.
“Mungkin aku memang sedang ingin menjadi sedikit aneh hari ini.”
Kiara menatapnya.
Ada sesuatu dalam sorot mata pria itu yang tak bisa ia baca. Tapi untuk pertama kalinya sejak ia berada di dunia asing ini, ia merasa sedikit… aman.Dan juga sedikit takut.
Karena dia tahu, rasa aman dari seorang pria seperti Kaisar Yufen Yuan bisa saja berubah menjadi bahaya dalam sekejap.
Kiara menatap wajah Kaisar Yufen Yuan yang kini duduk di sisinya.
Wajah itu begitu dekat, nyaris seperti ilusi.Apakah ini nyata?
Atau ia masih dalam mimpi?“Aku… sakit?” tanyanya lirih, mencoba mengingat kejadian semalam.
Air dingin, kolam, pakaian basah… lalu tubuhnya menggigil hebat, dan setelah itu semuanya gelap.Yufen mengangguk pelan.
"Kau demam karena mandi di tengah malam." "Tubuhmu belum terbiasa dengan iklim tempat ini.”Kiara mencoba duduk, tapi tubuhnya terasa lemas.
Yufen refleks menahan lengannya agar tak terjatuh.“Jangan memaksakan diri."
"Minum ini dulu.” Yufen menyodorkan teh jahe yang masih hangat.Kiara menatap cangkir itu dengan bingung.
Rasanya aneh, disuapi oleh seorang Kaisar, oleh pria asing yang auranya begitu kuat. Tapi ada kehangatan dalam sikapnya, sesuatu yang membuat hatinya menegang dan melunak bersamaan.Ia mengambil cangkir itu perlahan dan meminum seteguk. Rasa pedas lembut mengalir di tenggorokannya, membuat tubuhnya terasa lebih hangat.
“Terima kasih,” bisiknya.
Yufen mengangguk singkat, lalu berdiri dan berjalan menuju jendela besar. Dari sana, ia memandang ke arah taman istana yang mulai disinari mentari pagi.“Kau pasti bertanya-tanya… kenapa aku memperlakukanmu seperti ini.”
Kiara menatap punggungnya.
Tegap, megah, dan penuh wibawa. Ia tak berani menjawab. Tapi dalam hati, ia memang penasaran. Ia hanyalah seorang gadis asing yang terjatuh ke dunia ini, kenapa seorang Kaisar begitu memperhatikannya?“Aku pun belum tahu jawabannya,” Yufen melanjutkan, suaranya pelan tapi jelas.
“Tapi semalam, saat kau terjatuh ke dalam kolam… aku merasa seperti diseret keluar dari mimpi yang panjang." "Kau membuatku merasa… hidup.”Kiara terdiam. Kata-kata itu tidak ringan.
Bukan sekadar belas kasihan. Ada sesuatu di balik kalimat itu, entah rasa ingin tahu, atau mungkin perasaan yang bahkan sang Kaisar sendiri belum mengerti.“Aku tak tahu apa yang membawamu kesini,” lanjut Yufen.
“Tapi kau tidak biasa." "Dan aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu.”Tiba-tiba pintu aula diketuk.
“Kaisar, Permisi…” suara Kasim Leo terdengar dari luar.
“Ada apa?” tanya Yufen tanpa menoleh.
“Putri Aira dari Paviliun Merak memohon untuk bertemu.
"Beliau mendengar kabar Anda sedang berada di Paviliun Merpati dan… terlihat khawatir.” Sambil berkata, kasim Leo sesekali melirik ke arah pintu.Yufen menghela napas, lalu menatap Kiara.
"Kau beristirahatlah!" "Jangan keluar dari kamar sebelum aku mengizinkan." "Ini perintah!!!"Kiara mengangguk.
Yufen lalu melangkah keluar kamar, dia kembali mengenakan wajah dingin dan tak tergoyahkan. Begitu pintu tertutup, desas-desus mulai menyebar.“Aku ingin ia mendapatkan perawatan terbaik,” ujar Yufen tenang, namun penuh ketegasan.
“Tambahkan penjagaan di sekitar Paviliun Merpati." "Tidak ada yang boleh mengganggunya!""Baik Kaisar..."
Semua pelayan dan dayang menunduk dalam, menyembunyikan keterkejutan mereka.
Kaisar Yufen Yuan tak pernah sepeduli ini terhadap siapa pun.Bahkan terhadap nona Aira, tunangan resminya sekalipun, Kaisar Yufen lebih sering bersikap dingin dan menjaga jarak.
Tanpa memperdulikan pemikiran para bawahannya, Yufen berjalan ke aula depan Paviliun merpati.
Dengan wibawanya, dia tidak terlihat gusar sedikitpun, walaupun dia menyadari apa yang akan terjadi setelah ini.
***
“Kaisar,” suara halus menembus suasana hening.
Aira muncul di ambang pintu, gaunnya berkilau lembut di bawah cahaya pagi. Raut wajahnya tenang, namun matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dari sekadar kekhawatiran.Yufen menoleh, ekspresinya tidak berubah.
“Aku mendengar Anda datang ke Paviliun Merpati.""Jadi hamba berinisiatif menemui anda di sini."
"Apakah ada yang terjadi?” Aira melangkah mendekat, senyumnya lembut namun tajam"Hachi.....," dia mengusap hidungnya yang gatal. "Siapa yang membicarakanku?" keluhnya. "Pangeran..., anda tidak apa - apa?" tanya seorang kasim."Sebaiknya anda segera masuk, udara di luar sedang tidak bagus.""Anda bisa terkena flu."Sean melirik kasim disampingnya."Memangnya aku bisa kenapa?" ucapnya dengan nada sinis.Sejak Sean dipaksa pulang ke Kerajaan Albama dia hidup dibawah tekanan ayahnya lagi.Dulu Sean sering kabur karena tidak mau mewarisi tahta Kerajaan Albama dan menjadi penguasa.Jiwa Sean lebih suka hidup bebas, dan bisa pergi kemanapun yang dia sukai."Ah... aku jadi merindukannya....," ucap Sean sambil menghela napas. "Kau...!!, panggilkan Sabo ke sini!!!" perintahnya pada kasim. "Baik Pangeran," kasim itu segera pergi mencari orang yang bernama Sabo. "Kiara...""Seandainya kau disini, mungkin aku akan tetap tinggal."Dia benar - benar merindukannya. ......Kekacauan di perbatasan timur akhirnya terdengar juga di telinga Kaisar Yufen. Saat rapat pagi dia
"Bagaimana keadaanmu hari ini?" tanya Pangeran Huanzhe pada Kiara. "Lumayan lancar, lagi pula ini semua karenamu," ucap Kiara. "Terima kasih Pangeran Huanzhe. Pangeran Huanzhe tersenyum kemudian duduk di meja bersama Kiara yang sibuk dengan pekerjaan barunya. "Kau bersemangat sekali, aku bahkan jadi iri dengan perhiasan yang kau buat, karena mendapat perhatian khusus darimu." "Ha... ha... ha...," Pangeran Huanzhe tertawa. Kiara menoleh. Memandang aneh ke arah Pangeran Huanzhe. "Kenapa anda berkata begitu?" tanya Kiara memandang bingung Pangeran Huanzhe. Pangeran Huanzhe yang dipandang oleh Kiara menjadi salah tingkah. Dia memalingkan wajahnya ke sisi lain. "Tidak apa -apa, kau lanjutkan saja apa yang kau kerjakan," ucap Pangeran Huanzhe terbata. Kiara belum mengetahui bahwa Pangeran Huanzhe menyukai dirinya.Dengan cekatan Kiara membelah mengasah beberapa baru warna warni dengan bentuk bentuk yang sesuai seleranya. Dia membuat gelang, kalung, bros dan hiasan kepala. Un
Bab29"Tuan.....""Ah... tuan...."Nada - nada manja terdengar dari mulut para wanita penghibur. Seorang pria, lumayan tampan sedang minum di bar itu. Dia bahkan tidak memesan wanita penghibur. Tapi para wanita penghibur itu datang padanya dengan sukarela. "Tuan.... tidakkah kau mau minum bersamaku?""Aku tidak akan memberimu harga," tawar salah seorang wanita itu. Dengan isyarat tangan pria itu menolak. Tapi para wanita lain tidak berhenti begitu saja. Mereka tetap memaksa pria itu dengan berujung penolakan semua. Bahkan sikap manja dan menggoda mereka tidak dilirik satupun oleh pria tampan itu. Para wanita penghibur itu menjadi penasaran dengan identitas pria tampan itu. "Siapa pria tampan itu?" tanya salah seorang wanita penghibur pada temannya. "Aku juga tidak tau, sepertinya dia baru pertama kali datang ke sini.""Karena aku baru melihatnya," jawab temannya. "Kurasa benar...., aku juga baru pertama kali melihatnya.""Dia tampan sekali....," timpal yang lainnya. Para
Tuan...!!!" Dengan terburu - buru seorang pelayan laki - laki berlari menuju kediaman besar. Itu adalah kediaman keluarga Mirza. "Ada apa?!!!""Ini rumah bukan hutan, seenaknya saja kau berlarian!!" ucap tuan Mirza. "Maafkan saya tuan, tapi ini.... ada surat mendesak dari wilayah timur," dengan cepat pelayan itu mengeluarkan surat dari dalam bajunya. Tuan Mirza mengambilnya dan membukanya dengan cepat. Dia membaca apa isi surat itu dan sesekali mengerutkan alisnya. "KETERLALUAN...!!!" dia menggebrak meja dengan keras. "Apa - apaan ini, mereka pikir sedang berurusan dengan siapa!!""Panggilkan Jordan!!! CEPAT!!!""Ba.. baik," pelayan itu dengan tergesa keluar dan mencari keberadaan Jordan. Setelah mencari beberapa lama, Jordan sedang duduk di depan dapur. "Kak Jordan... kak Jordan..., tuan memanggilmu.""Ini penting dan kau disuruh segera kesana," dengan napas yang masih memburu, pelayan itu menyampaikan pesan pada orang yang bernama Jordan. Jordan segera berdiri dan melang
Yufen duduk di samping tempat tidurnya sambil termenung. .Dia mengingat apa kata - kata yang Kiara katakan. Hatinya sakit. Dan bahkan dia tidak rela saat meningalkan paviliun Merpati untuk kembali ke Istana Naga karena malam sudah larut. "Kaisar...""Sudah larut, anda harus istirahat," kasim Leo mengingatkan."Panggil Daffa untuk menghadapku sekarang," Yufen memerintahkan kasim Leo. "Kaisar...." kasim Leo mengingatkan. "Kau tidak dengar apa kataku!?" Yufen berkata dengan marah. "Baik Kaisar," kasim Leo hanya bisa pergi dengan helaan napas. Setelah Daffa datang, hanya ada Kaisar Yufen dan Daffa yang berada di dalam ruangan. "Katakan segalanya!" perintah Yufen.Daffa memberi hormat lalu berkata."Nona Kiara akhir - akhir ini mendapat beberapa barang dan hadiah dari beberapa pelayan dan dayang.""Ditambah lagi, beberapa utusan bangsawan yang juga menitipkan beberapa herbal untuk nona Kiara dengan dalih kesehatan Nona Kiara.""Tapi seperti yang saya amati, nona Kiara tidak nyaman
Malamnya.... Sebelum jam makan malam, Yufen yang lelah sehabis memeriksa berkas di ruang kerja langsung menuju ke paviliun Merpati. Dia ingin memeriksa kondisi Kiara dan sekaligus makan malam disana. "Silahkan Kaisar," Leo segera memberikan jalan pada Kaisar Yufen.Semua dayang dan pelayan di paviliun Merpati memberi hormat saat Kaisar Yufen datang. Tak terkecuali dengan Kiara yang ada di bagian ujung. "Kami memberi hormat pada Kaisar...""Bangunlah!!!" Yufen berjalan kearah meja makan dan duduk di kursinya. "Duduklah Kiara!"Kiara duduk disamping Kaisar Yufen. "Bagaimana keadaanmu hari ini?" "Aku dengar dari tabib, anemiamu sudah hampir sembuh."Sambil menunggu hidangan disiapkan Yufen ingin sedikit mengobrol dengan Kiara. "Hamba bersyukur, atas perhatian Kaisar dan juga tabib, hamba menjadi semakin baik," ucap Kiara. Kiara sadar siapa dirinya di dunia ini dan apa statusnya. "Kaisar...." "Bisakan hamba berbicara dengan anda?" tanya Kiara hati - hati. "Kau bisa bic