“Kemana perginya dia? Apa mungkin dia kabur?” pikir Killian tidak menemukan keberadaan Eleanor.
Killin sudah pergi menemui ayahnya, dia sudah mandi, namun Eleanor masih tidak kunjung terlihat. Killian membaringkan dirinya di ranjang dalam keadaan bertelanjang dada, melepas lelah dan menyingkirkan pikiran beratnya dari pernikahan yang semakin membebaninya. Killian sudah mengenal Hardy sejak dia masih kecil, lelaki itu memiliki kesan yang baik dalam hidupnya sehingga Killian segan untuk membuatnya tesinggung apalagi menyakiti hatinya. Sementara itu, pertemuan Killian dan Eleanor hanya berlangsung satu tahun terakhir saat dia baru kembali dari luar negeri, tidak ada satu kesanpun yang Killian miliki untuk menggambarkan sosok Eleanor Roven selain dengan kata 'dingin'. Mendengar Hardy kini tengah sakit parah, rasanya tidak tega jika Killian membuatnya hati sahabat ayahnya itu terluka. Mungkin lebih baik jika Killian bersandiwara sejenak dihadapan Hardy agar Hardy bisa tenang dan bahagia di masa-masa terakhir dalam hidupnya. Bersandiwara sejenak bukan masalah bukan? Toh, Killian dan Eleanor saling membenci, bukan suatu beban jika nanti mereka berpisah baik-baik setelah nanti Hardy tiada. Sekalipun Eleanor akan menjadi mantan isterinya, orang tuanya pasti akan tetap menyayanginya. Killian akan kembali pada kebebasannya, dan Elleanor akan kembali pada kehidupannya. Samar Killian tersenyum, memuji jalan pikirannya yang cukup picik. Tok tok tok! Suara ketukan pintu terdengar, membawa Killian untuk bangkit meninggalkan ranjang dan melihat siapa yang datang. Begitu tahu orang yang ada diluar adalah Eleanor, Killian langsung membuka pintu itu dan menyambutnya dengan tatapan meneliti. Baru satu jam yang lalu Killian melihat Eleanor dalam keadaan berantakan, kini dia harus melihat pemandangan yang berbeda lagi. Wajah Eleanor merah sembab dan matanya bengkak karena banyak menangis, dia persis seperti seekor kucing tersengat lebah. “Jangan menghalangi jalanku,” ucap Shanie dengan ketus, melewati Killian begitu saja hingga menabrakan bahunya menandakan permusuhan. “Kita perlu bicara,” jawab Killian. “Besok saja, sekarang aku sangat lelah,” jawab Shanie langsung melompat ke ranjang. Baru saja hatinya mereda dari amarah dan kesedihan, namun saat melihat Killian, mendadak Shanie kembali jengkel karena kembali teringat bahwa kini dia terjebak dalam kehidupan dua pria yang dibenci. Killian Morgan dan Javier Morgan sudah masuk kedalam daftar lelaki brengsek yang sangat Shanie benci! Sama-sama pemain wanita, pandai berbohong dan menipu, bermodal cangkang sempurna yang dengan hebatnya bisa menutupi prilaku amoralnya. Tidak begitu mengherankan jika Killian dan Javier sama-sama brengsek, mereka adik kakak! Shanie memukul keras dadanya dengan tangan terkepal, hatinya benar-benar sangat sakit saat kembali teringat kejadian di bar itu. Javier dan Melody sangat keterlaluan, tidak termaafkan! Shanie tidak rela membiarkan mereka melenggang sempurna menata masa depan setelah mengkhianati Shanie disaat dirinya tengah berjuang dimedan perang dan kini gugur. Mereka berdua perlu diberi pelajaran atas pengkhianatan yang mereka lakukan. Tidak akan pernah Shanie biarkan mereka berdua bahagia, keduanya harus hancur, sehancur hati Shanie malam ini. “Kita perlu bicara, sekarang!” Perlahan Shanie membuka matanya lagi, melirik Killian yang tahu-tahu sudah terbaring miring disisinya dalam keadaan telanjang dada. Shanie tidak dapat menahan pandangannya untuk menelusuri wajah Killian yang masih tetap seperti beberapa tahun lalu, fisiknya selalu terpahat sempurna dari ujung kaki hingga kepala. Dulu, kesempurnaan Killian yang tanpa celah sudah berhasil membuat Shanie terlena dalam pesonanya, hingga akhirnya ada satu moment dimana Shanie tersadar bahwa dia hanyalah kekasih tropi Killian. Barang taruhan yang sengaja dirancang untuk dikejar, ditiduri, lalu ditinggalkan. Shanie menghela napasnya dengan berat, mengembalikan kesadarannya lagi dari pesona semu Killian yang tidak ada bedanya dengan Javier. Apa yang terkanvas difisik mereka, berbanding balik dengan hatinya. “Apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Shanie. Perlahan Killian bangkit dari posisi tidurnya. Setiap gerak tubuhnya terlihat elegant dengan alami, menunjukan kepribadian dari seorang pria bangsawan yang sudah diciptakan untuk berada level berbeda dari pria pada umumnya. “Aku sudah dengar tentang ayahmu, sekarang aku mengerti mengapa kau tidak berusaha menentang pernikahan menyebalkan ini. Sudah terlanjur menikah dan membuat ayahmu banyak berharap, lebih baik kita senangkan hatinya agar ayahmu bisa tenang.” Ucapan tidak terduga Killian berhasil membuat Shanie bangkit dari tempatnya. “Maksudmu apa?" "Kita berpura-pura menjadi pasangan harmonis untuk keperluan keluarga dan bisnis,” jawab Killian menggantung, tidak berapa lama dia kembali berbicara, “aku tidak bermaksud mengharapkan hal buruk terjadi pada ayahmu Eleanor. Namun, jika suatu hari nanti ayahmu meninggal, lebih baik kita berpisah.” Shanie yang kini terjebak dalam tubuh Eleanor itu mulai merenung. Meski kini tubuh Eleanor miliknya, Shanie harus bertanggung menjalankan kehidupan Eleanor dengan benar. Eleanor Roven yang asli sangat menyayangi ayahnya, sudah sepatutnya Shanie membahagiakan Hardy sebagaimana Eleanor Roven yang asli menyayangi ayahnya. “Aku setuju,” jawab Shanie. Killian mengulum senyuman, dia cukup puas mendengar Eleanor yang langsung menyujui usulannya tanpa perlu berdebat. Kilian menjatuhkan tubuhnya lagi di ranjang dan terbaring terlentang. “Kenapa kau terbaring disini?” protes Shanie tidak suka. “Tentu saja tidur.” “Tidak bisa, kita harus tidur terpisah.” Killia merenggut tidak terima diusir dari tempat tidurnya, dengan tangan terlipat dada dia menjawab, “Jika ingin tidur terpisah, silahkan kau yang pindah. Aku tidak terbiasa membaringkan tubuhku disembarangan tempat.” Shanie terperangah, pandangannya mengedar seketika mencari tempat yang bisa dijadikan untuk tidur, namun sayangnya tidak ada. Dilihatnya kembali Kilian yang tetap terbaring dengan tenang ditengah-tengah ranjang, menghabiskan banyak tempat. “Kenapa kau tidak tidak mengalah saja!” protes Shanie. Killian mendengus kesal, matanya sudah sangat berat karena mengantuk, tapi wanita membosankan yang kini telah menjadi isterinya itu justru sibuk memperdebatkan perkara tempat tidur. “Jika bisa tidur berdua, kenapa harus repot-repot terpisah?” tanya Killian dengan nada menggantung. Matanya perlahan terbuka dan secara terang-terangan meneliti tubuh Shanie yang kini terjebak dalam tubuh Eleanor. “Jangan-jangan, kau takut lupa diri karena ketampananku?”Eleanor terdiam dibawah penantian Killian yang meminta perdamaian untuk mengakhiri pertengkaran dan membersihkan segala kecurigaan.Cerita Killian telah berhasil membuat Eleanor merasa cukup tenang. Sepenuhnya dia percaya bahwa pria itu telah bicara jujur karena Eleanor tahu, Killian Morgan bukanlah seseorang yang mudah menjelaskan sesuatu hal pribadi tentang dirinya, sekalinya bersuara pria pasti bukan berbicara omong kosong.Killian cenderung membiarkan orang lain sibuk dengan pemikirannya sendiri, dia tidak peduli jika orang-orang membencinya atau memusuhinya. Namun, jika Killian sampai bersedia merepotkan diri bercerita, setidaknya pria itu menunjukan diri bahwa dia ingin pernikahan ini.Masalahnya, Eleanor kesulitan untuk berdamai begitu saja. Killian terlalu menyederhanakan masalah yang ada, seakan cukup dengan mengakui apa telah terjadi, semuanya akan selesai begitu saja.Eleanor masih bertanya, apakah Killian dapat menjamin bahwa masalahnya dengan Miranda akan diselesaikan de
Hangat deru napas Killian menyapu pipi Eleanor, tangannya yang terkunci dan tubuh yang ditekan tidak menguntungkan Eleanor yang tengah terluka. Killian menarik napasnya dalam-dalam menghirup aroma lembut rambut Eleanor yang berantakan di bantal, pria itu memaki dirinya sendiri dalam hati, berteriak agar tetap mempertahankan akal sehatnya dan tidak terkalahkan oleh gairah yang mulai menyala. Pertengkaran ini harus segera diselesaikan terlebih dahulu sebelum melanjutkannya pada hal-hal lain. Melihat ketegangan Eleanor yang mulai menurun, perlahan akhirnya Killian melepaskan genggamannya dan membalik tubuh Eleanor agar terlentang.Napas Eleanor yang terengah terdengar, ditengah kemarahannya yang dia menatap waspada Killian yang tidak pernah bisa Eleanor baca gerak-geriknya akan melakukan apa.Jiwa Shanie bersumpah, dia tidak akan pernah memaafkan Killian jika pria itu memperkosanya seperti apa yanga pernah dia lakukan dulu saat menyekap Shanie.Killian meraih wajah Eleanor dan mengusa
Pertengkaran masih berlangsung di sisa-sisa malam yang beberapa jam lagi akan segera berganti pagi. Penyangkalan Killian yang tidak mengakui bahwa dia memiliki anak dengan Miranda ternyata masih belum cukup membuat Eleanor percaya jika suaminya berkata jujur.Bagi Eleanor yang berjiwa Shanie, sekaligus perempuan yang dulu pernah jadi korban permainan Killian, ia tahu betul bahwa lelaki yang tidak pernah bisa cukup dengan satu wanita adalah laki-laki yang sangat pandai berbohong.Bukan sesuatu yang mustahil jika Killian juga telah membohongi Eleanor.Eleanor Roven bukan anak kecil lagi, dia butuh bukti yang kuat bukan sekadar pengakuan. Besok dia akan bertemu dengan Miranda, dan Eleanor yakin bahwa wanita itu akan menggunakan anak sebagai senjata untuk menghancurkan rumah tangganya dengan Killian, mengancurkan semangat Eleanor yang tengah mendapatkan banyak ujian.Miranda akan memukul telak Eleanor yang tengah rapuh dengan pengakuannya.Eleanor akan memilih masa depannya setelah dia t
“Siapa kau sebenarnya?” tanya Killian dengan suara yang dalam , sorot matanya menuntut lebih dari apa yang telah dia tanyakan. Killian mempertanyakan setiap kemiripan yang bukan lagi sebuah kebetulan. Sepanjang hidupnya, Killian telah bertemu berbagai jenis orang dengan kesan yang berbeda. Namun, hanya orang-orang tertentu yang memiliki kenangan penting di kepalanya dan Killian ingat betul siapa orang yang pernah berani mengomentari kepribadiannya yang rumit. Shanie Spancer. Malam ini, Eleanor mengulangi kata-kata yang sama persis dengan apa yang dulu pernah Shanie Spancer ucapkan dengan lantang tentang dirinya. Sebelumnya Killian sempat berpikir bahwa dia banyak berhalusinasi, namun sekarang ia yakin bahwa ini semua bukan lagi halusinasi dan kebetulan semata, dan Killian mulai sadar jika Eleanor Roven yang dia kenal selama ini berbeda dengan Eleanor yang tengah berdiri di hadapannya sekarang. Cara berbicara Eleanor, tatapannya dan prilakunya semuanya begitu mirip dengan Sh
Eleanor memegang erat cup es krim ditangannya, keinginannya untuk memakan sesuatu yang manis dan mendapatkan sejenak ketenangan berubah menjadi tekanan baru.Killian, pria itu tidak henti memandangnya dengan tatapan yang aneh, matanya yang tidak berhenti mengawasi seperti bola liar yang ingin membakar.Tatapannya membawa sensasi déjà vu. Jiwa Shanie telah mengingat segalanya tentang Killian, termasuk tentang obsesi pada Shanie.Dulu, Shanie sadar sepenuhnya bahwa obsesi Killian adalah suatu perasaan yang tidak terkendali, dia membiarkannya bergulir begitu saja dia kesepian.Cinta yang Killian tawarkan seperti cahaya penerang dalam hidupnya yang gelap dan sepi.Baginya, obsesi bukanlah sebuah kejahatan jika tidak menyakiti dan memberatkan pihak manapun.Dulu, Shanie meninggalkan Killian bukan karena dia tidak mencintainya. Shanie meninggalkannya karena telah dikhianati oleh cinta pertamanya, oleh pria yang sudah Shanie anggap segalanya, pria yang membuat Shanie percaya bahwa dia juga p
“Besok, semua pekerjaan ini harus selesai. Saya harap Anda tidak melewatkannya satupun.” Niki meletekan tumpukan dokumen yang dibawanya ke meja berlapis kaca.Killian meneguk anggurnya perlahan, dibalik kacamata yang dia kenakan pria itu menghitung ada berapa document yang harus diperiksanya malam ini setelah ditinggal dua hari lamanya. “Kau tidak mengerjakannya satupun untukku? assistantku kan bukan hanya kau saja.”Niki tersenyum dengan kantung matanya yang bengkak menghitam. “Anda tidak lihat mata saya, Tuan? Saya sudah mengerjakan semua sampai melewati jam kerja. Tapi pekerjaan yang ini membutuhkan keputusan dan tanda tangan Anda,” jawabnya menepuk-nepuk tumpukan document yang mengantri untuk diperiksa. “Besok Anda harus datang bekerja dan meminpin rapat, saya tidak mau tahu!” perintah Niki dengan penuh tekanan. Killian meneguk anggurnya sampai gelas kosong. pria itu membuang napasnya dengan berat, lalu akhirnya berkata, “Kau sudah dengar kabar kematian Thomas?”Alis Niki sediki