Home / Romansa / Mendadak jadi istri kakak tiriku / Bab 8. Menuntut pengakuan dari Jonathan

Share

Bab 8. Menuntut pengakuan dari Jonathan

Author: Ralonya
last update Huling Na-update: 2025-07-04 14:29:16

Amel menahan napas. Ia ingin menyangkal—mengatakan tidak, menyebut dirinya hanya takut—tapi tak ada suara yang keluar. Matanya tak sanggup berpaling dari sorot tajam pria itu. 

Jonathan menghela napas berat, seakan baru menyadari sesuatu yang selama ini tak pernah ia izinkan tumbuh di antara mereka. Jemarinya melonggar di pipi Amel, tapi tatapannya tak sedikit pun menjauh.

“Kamu tidak perlu merasa kalah darinya,” ucap Jonathan pelan, seakan bicara lebih pada dirinya sendiri. “Karena sejak malam itu… hidupku sudah tidak lagi sama.”

Amel diam. Kata-kata Jonathan barusan tentang malam itu menyentak sesuatu dalam dirinya. Ia tak yakin apakah harus merasa terluka, tersentuh, atau justru semakin bingung dengan perasaan yang makin tidak bisa ia kontrol.

Jonathan masih menatapnya. Lalu pelan-pelan, tangannya bergerak kembali, menyentuh pipi Amel dengan lebih lembut dari sebelumnya. Ibu jarinya menyeka air mata yang entah kapan jatuh dari sudut mata gadis itu.

“Amel,” suaranya rendah. “Aku tahu semuanya salah sejak awal. Tapi sekarang setiap kali kamu menatapku seperti ini, aku jadi takut.”

“Takut apa?” suara Amel serak dan lirih.

“Takut kalau aku mulai terbiasa dengan kehadiranmu. Takut kalau kamu bukan lagi bagian dari kesalahan, tapi dari sesuatu yang harus aku lindungi.”

Amel tertegun. Dada gadis itu bergetar. Ia tak mampu menghindari tatapan Jonathan, dan detik berikutnya, Jonathan bergerak mendekat. Sangat dekat, hingga napas mereka bersentuhan. Tangannya bertumpu di sisi kepala Amel, membingkai wajah itu tanpa tekanan, namun dengan intensitas yang menusuk.

"Amel," panggilnya lagi, seperti ucapannya sedang menguji sesuatu dalam hatinya. “Kamu bikin aku lupa siapa yang seharusnya aku perjuangkan.”

Amel memejamkan mata. Jarak mereka terlampau dekat. Udara di antara mereka tebal oleh segala yang tak terucap.

Tapi tepat saat itu, suara nyaring memecah semuanya. Ponsel Jonathan kembali berbunyi. Ia menoleh, menegakkan tubuhnya, seolah enggan meninggalkan suasana yang sempat membius mereka. Tangannya merogoh saku, dan ketika cahaya layar menyala, nama itu terpampang jelas: Fidya.

Kedua mata Amel menajam. Ia ikut melihat.

“Mau apa lagi dia?” suara Amel menurun dingin. Jonathan tidak menjawab. 

“Kalau dia terus muncul seperti ini,” suara Amel lirih, “aku harus mulai bertanya, sebenarnya aku ada di hidupmu sebagai siapa?”

Wajah Jonathan berubah. Ada kerutan di keningnya, tatapan gelap yang berkecamuk entah antara terganggu atau bingung.

“Pertanyaanmu tadi, Amel… itu menggangguku,” ucapnya pelan, nyaris seperti keluhan yang tak sanggup ia tahan lebih lama. 

Kalimat itu jatuh seperti tamparan.

 “Amel… kamu bahkan tahu betapa rumitnya semua ini,” lirihnya, jemarinya beralih meremas ponsel di genggamannya, sebelum akhirnya ia memasukkannya ke saku celana dengan gerakan kaku.

“Kamu mau minum obat sekarang?” suaranya datar, seolah berusaha memutus percakapan yang terlalu dalam untuk dihadapi saat ini.

Amel hanya mengangguk kecil. Tenggorokannya tercekat. 

“Aku ambil nasi dulu,” katanya akhirnya. Suara itu rendah, lelah, dan entah mengapa membuat dada Amel makin sesak.

Begitu langkah Jonathan menjauh, Amel tak mampu lagi menahan air matanya. Ia mengusap wajahnya cepat-cepat. Tak lama kemudian, Jonathan kembali dengan nampan berisi nasi dan air putih.

 “Makan, lalu minum obatnya.” Jonathan meletakkan nampan, lalu masuk ke kamar mandi.

 Amel menatap ponsel yang ia tinggalkan di nakas. Getaran pelan kembali terdengar. Sebuah panggilan masuk. Nama itu terpampang jelas.

 Fidya.

Tanpa berpikir, Amel meraih dan menolak panggilan itu. Tapi hanya beberapa detik berlalu sebelum panggilan kembali datang. Dia menatap nama itu dengan tatapan dingin, kali ini membiarkannya berdering. Lalu layar kembali gelap.

 Amel memandangi sisa makanannya. Ia suap cepat beberapa sendok, meneguk air, lalu minum obat. Begitu selesai, ia menatap kosong. 

 Jonathan keluar dalam keadaan rapi. Wangi shampoo yang sama seperti yang Amel pakai pagi tadi tercium samar. Untuk pertama kalinya, Amel membiarkan dirinya menatap pria itu lekat-lekat. 

 “Kak, perutku masih nyeri. Bisa tidak hari ini kakak temani aku disini?” suaranya pelan, tapi penuh harap. 

 Jonathan menghentikan langkahnya. “Sudah minum obatnya?”

 Amel mengangguk. “Sudah, tapi aku takut kalau tiba-tiba sakit lagi saat kamu pergi. Apalagi Eyang dan mama Laura sedang tidak ada, dan... kalau kak Marcell datang lagi bagaimana?”

 Jonathan memperhatikan ekspresi Amel yang tampak benar-benar cemas.

 “Kamu yakin tidak mau ke rumah sakit?”

 “Tidak,” rengeknya. Suara itu lembut, menyentuh sesuatu dalam diri Jonathan yang tak bisa diabaikan.

 Jonathan mengambil ponsel, Amel merasa cemas. Belasan panggilan dan pesan yang belum dia baca dari Fidya. Ia menghela napas panjang, lalu akhirnya meletakkan ponselnya kembali ke meja. Ia duduk di samping Amel. Gadis itu menatapnya penuh harap.

 “Aku temani. Tapi kamu harus istirahat.”

 Amel tersenyum pelan. “Jangan pergi, ya?”

 Jonathan mengangguk, tersenyum tipis.

 Beberapa detik hening. Hanya terdengar bunyi AC yang menyala lembut.

 “Kak?”

 “Hm?”

 “Boleh tidak aku minta kamu buat usap perut aku?”

 Jonathan menoleh cepat. Permintaan itu—terlalu intim. Terlalu dalam. Tapi sorot mata Amel seakan menanti. Dia mengangguk pelan. Tangannya bergerak ke arah perut Amel, mengusapnya lembut. Gadis itu menutup mata. Hatinya sedikit tenang. 

 Namun saat Jonathan berpaling sejenak untuk mengecek ponsel di meja, layar ponsel kembali menyala. Satu pesan baru masuk. Isinya penuh ancaman.

 “Aku tidak bisa diabaikan, Jona. Jika kamu tidak datang padaku, wanita itu akan kupastikan tidak akan pernah berani mengangkat kepalanya di depan siapapun!”

 **

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Mendadak jadi istri kakak tiriku    Bab 139. Headliner

    9 bulan kemudian. Di ruang bersalin, semua menunggu dengan cemas di depan pintu. Ratna, Laura, dan Raden—mereka semua tak ingin melewatkan momen penting itu.Tapi di tengah keheningan itu, tiba-tiba, suasana berubah menjadi genting ketika terdengar suara tangisan Jonathan dari dalam ruangan.Wajah mereka seketika pucat dan panik. Laura menggenggam erat tangan rapuh Ratna, mencoba menenangkan diri sendiri sekaligus orang di sampingnya.“Apa yang terjadi di dalam? Kenapa Jonathan menangis di sana?” tanya Laura dengan suara gemetar, matanya menatap Ratna penuh kekhawatiran. Ia juga hampir tak kuasa menahan tangis karena mulai memikirkan bagian terburuk. Ratna semakin cemas. Suara tangisan Jonathan terdengar begitu keras hingga membuat jantungnya ikut berdebar.“Semoga cucu dan menantuku baik-baik saja, Tuhan… Kami memohon padaMu,” doa Laura lirih, suaranya dipenuhi harap dan kecemasan.Sementara itu, di ruang bersalin, Amel yang tengah menahan sakit juga harus menenangkan Jonathan yang

  • Mendadak jadi istri kakak tiriku    Bab 138. Akhir bahagia

    Beberapa bulan berlalu, kehidupan rumah tangga Amel dan Jonathan berjalan begitu harmonis. Namun, pagi itu Amel terbangun dengan tubuh yang terasa lemah, perutnya mual, dan muntah-muntah untuk kesekian kalinya. Wajahnya pucat, tubuhnya lunglai, hingga membuat Jonathan benar-benar khawatir.“Ayo kita ke rumah sakit,” ucap Jonathan cemas, bahkan sudah bersiap untuk menggendong Amel.Amel menggeleng pelan. “Tidak perlu, aku baik-baik saja,” jawabnya lirih.“Tapi, Amel—”“Aku hanya butuh istirahat sebentar. Nanti juga membaik,” ujarnya mencoba menenangkan Jonathan.Belum sempat Jonathan membalas, suara ketukan terdengar di pintu. Laura muncul sambil memberi kabar bahwa sarapan sudah siap. Dengan langkah pelan, Amel dan Jonathan menuju ruang makan.Namun begitu mencium aroma masakan dari dapur, rasa mual Amel semakin menjadi-jadi. Perutnya bergejolak hebat, membuatnya segera berlari ke wastafel. Ia memuntahkan isi perutnya di sana, merasa tak enak hati karena harus melakukannya di depan Ra

  • Mendadak jadi istri kakak tiriku    Bab 137. Semua dikembalikan

    “Usia kehamilanku semakin bertambah, dan aku butuh tanggung jawabmu, Jonathan,” desis Fidya penuh penekanan.Jonathan tidak langsung menjawab. Ia hanya menoleh ke arah Amel. Tatapan mereka bertemu, dan Amel mengangguk pelan, memberi izin.Jonathan mengeluarkan sebuah alat perekam dari sakunya. Ia meletakkannya di atas meja, mendorongnya perlahan ke arah Fidya.Fidya mengernyit, wajahnya menegang penuh kebingungan. “Benda apa ini?”“In rekaman yang menyimpan kebenaran tentang kehamilanmu,” jawab Jonathan. Begitu tombol play ditekan, suara dalam rekaman memenuhi ruangan. Wajah Fidya pucat seketika, matanya membelalak tak percaya. Ia mengenali suara itu. Itu suaranya dan suara Marcell. Tidak bisa disangkal lagi.“Ini tidak benar, Jona. Kamu harus percaya padaku,” ucapnya terbata, panik.Jonathan menatapnya penuh luka sekaligus kecewa.“Aku pernah berpikir kau wanita terhormat, Fidya. Seseorang yang tidak akan merendahkan dirinya hanya demi menjebakku. Tapi ternyata aku salah.” “Jona…”

  • Mendadak jadi istri kakak tiriku    Bab 136. Semua terbongkar

    Namun sebelum rencana Jonathan untuk ikut menemani Fidya ke rumah sakit terlaksana, Raden justru menemukan sesuatu yang jauh lebih mengejutkan. Ia kembali membuntuti Fidya secara diam-diam. Meski tidak bisa masuk ke dalam lapas untuk menyaksikan langsung pertemuan Fidya dan Marcell, ia tidak terlalu khawatir, perekam kecil yang ia titipkan pada Nico sudah terpasang rapi di tas Fidya, persis sesuai arahan yang ia berikan sebelumnya. Dan ketika Raden mendengarkan rekaman itu, tubuhnya menegang. Suara Marcell terdengar jelas, dingin dan penuh perhitungan. “Kau harus pertahankan cerita itu, Fidya. Biarkan mereka percaya kalau anak dalam kandunganmu adalah hasil dari Jonathan. Dengan begitu, posisi kita aman, dan keluarga Sailendra tidak akan bisa menolakmu lagi.”Tak lama, terdengar sahutan Fidya. Suaranya penuh kebencian, penuh dendam yang membara.“Ya! Amel harus menyingkir. Aku yang akan masuk ke keluarga Sailendra. Semua orang akan memandangku sebagai istri sah Jonathan. Tidak ada y

  • Mendadak jadi istri kakak tiriku    Bab 135. Rencana

    Raden menyipitkan mata dari kejauhan. Ia sudah mengikuti Fidya sejak wanita itu keluar dari kafe. Langkahnya ragu saat melihat mobil Fidya berhenti tepat di depan lapas kota. Hatinya langsung dipenuhi tanda tanya besar. “Untuk apa dia ke sini?” gumamnya pelan. Tak butuh waktu lama, Raden melihat Fidya masuk melewati pintu pemeriksaan, lalu menghilang di balik lorong panjang. Raden menunggu dengan sabar, menahan diri agar tidak gegabah. Sekitar setengah jam kemudian, Fidya keluar dengan wajah masam, namun di matanya jelas ada cahaya puas. Raden mengepalkan tangan di samping tubuhnya. “Dia menemui Marcell… berarti dugaan Jonathan benar. Mereka berdua masih bekerja sama.” Kecurigaan itu semakin kuat ketika Raden menyadari betapa hati-hatinya Fidya saat meninggalkan lapas, seakan sedang menyembunyikan sesuatu. Tak menunggu lama, Raden segera menyalakan mobilnya. Ia menghubungi Jonathan dengan suara tegas. “Jonathan, dugaanmu tidak salah. Fidya barusan menemui Marcell. Dan aku yakin

  • Mendadak jadi istri kakak tiriku    Bab 134. Janji dalam sentuhan

    Jonathan menarik napas panjang, menatap mata istrinya yang basah. “Aku akan berusaha membuktikan semuanya, Amel,” ucapnya mantap, meski jauh di dalam hatinya masih ada keraguan yang menusuk. “Aku akan buktikan kalau semua ucapan Fidya itu salah. Kamu hanya perlu percaya padaku.” Amel terdiam, lalu mengangguk. Ia menunduk, tubuhnya sedikit bergetar sebelum akhirnya bersandar pada dada Jonathan. Ia membiarkan tangannya melingkari pinggang pria itu, membiarkan dirinya dikelilingi hangat tubuhnya. Meski hatinya belum sepenuhnya tenang, di dalam pelukan itu ia menemukan sedikit tempat untuk bernapas. Amel tahu, Jonathan tidak akan pernah ingkar. Pria itu akan menepati semua ucapannya. Jonathan merapatkan pelukannya, mencium pucuk kepala Amel seakan menegaskan janjinya. Amel mengangkat wajahnya pelan, matanya masih sembab. “Kenapa kamu begitu yakin untuk membuatku bertahan? Padahal aku tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan padamu, dan juga kamu tidak punya alasan apa pun untuk memilih

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status