Share

Saga

Alvan berbicara dengan Dewi, entah apa yang mereka bicarakan. Yang Atha lihat hanya tatapan kesal dari gadis bernama Dewi, gadis itu manatap Atha tak suka.

"Sini kertas lo! Makanya ngomong dari tadi!"

"Emang gue bilang apa tadi? Gue bilang gue mau ngasih kertas ini! Lo aja yang marah-marah! "

"Gue udah berusaha sabar ya gak usah cari masalah sama gue!"

"Makanya korek tuh telinga lo pake garpu! Biar gak budeg!"

"Mulut lo tuh lem pakai lakban!"

Dewi salah orang. Jika dia mancari masalah dengan- ralat, lebih tepatnya jika dia bermasalah dengan yang namanya Megatha Ziverlodie, masalah nya tidak akan selesai secepat itu.

"Udah 'kan? Gue pergi," kata Alvan keluar dari ruang osis, tak lama Atha menyusul tapi sebelumnya dia memeletkan lidah ke arah Dewi.

***

"Kak Alvan! Pulang bareng ya!" pinta Atha menghampiri Alvan yang tengah menyiapkan motornya di parkiran.

Alvan sama sekali tidak menganggap keberadaan Atha. Seakan tak ada suara manapun yang menyebutkan namanya barusan. Pria itu malah sibuk mengenakan helmnya.

"Alvan! Aku nebeng ya sama kamu!" Dewi, sekertaris osis yang sempat berdebat dengan Atha beberapa jam yang lalu datang dan menggandeng lengan Alvan yang sudah selesai memasang helm pada kepalanya.

"Hm ...." dengan senang hati Dewi menaiki motor Alvan.

"Tapi tadi Atha duluan yang mau nebeng sama kak Alvan!"

"Gue gak kenal lo," ucap Alvan santai dan mulai menghidupkan motor ninja merahnya.

"Itu kan lo! Kualat lo jahat sama senior!" Timpal Dewi.

"Apa sih lo!"

"GUE CONGKEL MATA LO NTAR YA!" Alvan yang merasa keadaan akan semakin tak beres, langsung melajukan ninja kesayangannya.

"GU--EEEEEE AlVAN PELAN PELAAAAN!" Dewi memekik keras ketika ia hampir saja terjatuh ke belakang saat Alvan tiba-tiba melajukan ninjanya.

Atha menghela nafas, embun mulai menggumpal menandakan bahwa dia akan datang. Ya, dia. Sahabat dari Megatha; hujan. Angin menyusup memasuki setiap lipatan kulit Atha.

Tetesan demi tetesan hujan mulai turun menyentuh permukaan, membuat wangi khas jalan raya yang basah tercium oleh Atha.

"Atha! Jangan main hujan!"

"Atha! Nanti deman, cepat ganti baju!"

"Atha! Kamu bandel banget ya! Dibilang jangan main hujan!"

"Nanti mama kasih tahu papa ya kalau anaknya yang paling cantik, bandel gak mau nurut sama mama!"

Kenangan demi kenangan berputar di otak Atha; Mama nya.

"Atha kangen mama," lirih Atha.

Tak lama, sebuah mobil hitam berhenti tepat didepan Atha, Atha memasuki mobil itu. "Ke rumah sakit pak," ucap Atha pada sopir pribadi nya.

***

"Kamu lagi apa? Atha mau bantu." Mendapati sebuah gunting rumput diatas pot, Atha berinisiatif membantu seorang laki-laki yang menunduk sibuk dengan gunting di tangannya.

"Eh gak usah, nanti tangannya kotor," ucap seorang wanita paruh baya yang sedang duduk di teras rumah sakit itu.

"Gak papa tan, udah biasa Atha mah."

"Nama kamu Atha?" Atha mengangguk mengiyakan.

"Aduh!" Atha meringis saat laki-laki yang berjongkok disamping Atha menggoreskan gunting pada punggung tangan Atha.

"Pergi!" Ucapnya dingin, melihat tidak ada pergerakan dari Atha, laki-laki itu berdiri dan hendak mengangkat gunting di tangannya seperti hendak menghadiahi gunting tersebut ditubuh Atha. "PERGI!"

"SUSTER! TOLONG!" Teriak wanita paruh baya tadi, tak lama beberapa suster datang dan membawa laki-laki itu ke ruangannya.

"Maafkan perbuatan anak saya tadi."

"Gak pa-pa, tan"ujar Atha mengusap tangannya yang sudah terbungkus oleh perban.

"Dia Saga, anak saya yang malang." wanita itu tersenyum kecut. Terlalu pedih rasanya melihat keadaan anaknya.

"Dia terkena mental illnes, akibat sebuah trauma, dan sekarang Saga harus menangani pengobatan dan tidak bisa sekolah. Satu tahun Saga dirawat, tidak ada kemajuan sama sekali."

Di dunia ini terjadi beragam kepahitan. Entah itu dari segi ekonomi, keluarga, bahkan percintaan. Sama seperti Saga Baraka, yang terpaksa menghentikan sekolahnya, meninggalkan masa-masa remaja yang indah bersama teman. Kehidupannya hambar, hanya dikelilingi oleh trauma, trauma dan trauma.

Atha jadi bersedih sekaligus bersyukur. Bersedih melihat keadaan Saga yang bahkan bisa membahayakan nyawanya dan juga orang lain. Bersyukur karena Atha masih mempunyai keluarga yang utuh dan bahagia. Tidak! Atha tidak sebahagia itu. Atha harus kehilangan kasih sayang seorang ibu.

"Yang sabar ya, tan, pasti nanti Saga akan baik-baik aja, Atha bantu doain," ucap Atha tersenyum, ibu Saga ikut tersenyum. Ternyata masih ada yang peduli pada anaknya yang malang itu. Semua teman Saga mundur secara teratur saat tahu keadaan temannya itu saat ini. Tak sedikit di antara mereka yang bahkan menghina Saga, membuat mental Saga semakin lemah.

"Atha pulang dulu ya, tan, tante jangan lupa istirahat dan makan yang banyak."

"Iya, tha, Atha bisa kan datang sesekali menemani tante di sini? Suami tante sibuk kerja dan bahkan gak peduli dengan keadaan Saga, anak tante juga hanya Saga."

Atha mengangguk tersenyum. "Bisa tan, papa Atha juga kerjanya di sini. Atha pergi ya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status