Share

Hadiah

last update Last Updated: 2024-05-21 23:48:50

Pagi hari, Hari sudah ada di ruang makan dengan menggenakan setelan jas silver. Dia terus mengetik layar ponselnya kala Alan berjalan masuk.

Alan menarik kursi, duduk di sebelah ayahnya, dan mengambil sepotong roti. Dia menengok kanan kiri dan baru menyadari jika Jia belum ada di ruang makan.

"Jia mana, Yah? Kok tumben jam segini belum sarapan?" tanya Alan melirik jam tangannya.

"Tadi sih Ayah lihat dia masih dimandiin sama

Rani," Hari menjawab sembari mematikan ponsel lalu beralih pada menu sarapannya pagi ini.

Sementara, Alan mengerutkan dahi terheran sebab jarang Jia mau dimandikan oleh orang lain selain dengan Sandra. Masih dengan rasa tak percaya, Alan seketika melirik ke arah pintu dimana Jia sedang berjalan menuntun Rani.

Dua gadis beda generasi itu berbincang saat memasuki ruang makan. Kemudian Rani menarikkan kursi untuk Jia yang berseberangan dengan Alan.

Jia yang sudah rapi memakai seragam sekolah, menyapa Alan dan Hari. Namun, sapaan hangat Jia tak dibalas oleh Alan karena dia terus menyalakan sorot mata tajam ke arah Rani.

"Jia mau sarapan sama apa? Roti atau nasi?" tanya Rani menawarkan pada Jia.

"Aku mau nasi, Tante."

Ketika Rani tengah menyendokan nasi ke atas piring untuk Jia, tiba-tiba saja Hari mengeluarkan sebuah ponsel dari dalam tas kerjanya. Lalu menyodorkan pada Rani yang membuat gadis itu mengerutkan dahi kebingungan.

Tak hanya Rani, namun juga Alan yang menoleh ke arah ayahnya untuk meminta penjelasan.

"Apa ini, Ayah?" Rani menerima ponsel dari Hari dengan raut kebingungan.

"Ayah dengar kamu belum punya ponsel. Jadi ponsel itu untuk kamu. Supaya kita satu keluarga lebih mudah berkomunikasi. Oh ya, Ayah juga sudah menyimpan nomor telepon paman dan bibi kamu di sana."

Rani tak bisa berkata-kata memandang nanar pada ponsel yang ada di tangannya. Pasalnya, dia tahu ponsel itu adalah ponsel dari brand mahal dan keluaran terbaru pula.

Tak pernah terbayangkan oleh Rani jika dia akan memiliki benda canggih itu karena sebelum menikah untuk baju saja, Rani selalu beli dari toko pakaian bekas.

"Terima kasih banyak, Ayah."

"Ayah, ini nggak adil," protes Alan.

Hari melirik Alan dengan santai dia berkata, "Nggak adil bagaimana?"

"Selama empat tahun aku menikah dengan Sandra, Ayah nggak pernah membelikan sesuatu untuk Sandra. Tapi kenapa baru sehari aku menikah dengan Rani, Ayah langsung membelikan ponsel?

Hari tak langsung menanggapi protes dari Alan. Dia menghabiskan sisa sarapannya lalu menenggak air putih hingga habis.

"Ayah, jawab aku! Kenapa Ayah pilih kasih seperti ini?" Alan semakin menaikan nada bicaranya saking kesal melihat tak ada respon apapun dari sang ayah.

Kemudian Hari berdiri seraya merapikan jasnya. Dia menatap Alan dengan raut datar, namun sorot matanya begitu tajam.

"Sandra sudah punya segalanya."

Hanya itu yang Hari katakan sesaat sebelum beranjak pergi meninggalkan Alan yang terlihat sangat geram.

Alan geram karena Hari tak pernah menganggap Sandra sebagai menantu. Padahal di mata Alan, Sandra merupakan wanita idaman kaum pria. Dia seorang model profesional yang sangat sayang pada suami dan anaknya.

Kedua tangan Alan mengepal kuat hingga tampak urat nadinya menonjol. Dia melirik pada Rani yang dengan telaten menyuapi Jia.

Dalam hati, Alan bertanya-tanya apa gerangan yang membuat ayahnya begitu menyayangi Rani. Masih menatap Rani, Alan pun menyunggingkan sebuah seringai di bibir.

Apa istimewanya wanita itu? Apa dia sudah pernah menggoda ayah? Pasti dia yang meminta ke ayah supaya menikah sama aku. Kemarin saja, dia nggak malu membuka handuk di depan aku. Heh, dasar wanita murahan.

"Jia, ayo kita berangkat!" ucap Alan yang sudah tidak nafsu lagi melanjutkan sarapan.

"Sebentar, Papa. Jia belum selesai sarapannya."

"Kita berangkat sekarang atau Papa tinggal," ancam Alan yang melesat keluar ruangan begitu saja.

Membuat Jia panik dan segera turun dari kursi. Rani yang melihat Jia berlari menyusul Alan tanpa membawa tas sekolahnya pun berteriak memanggil anak kecil itu.

Rani mempercepat langkah kakinya hingga sampailah dia di teras rumah yang mana di sana Alan sudah menghadangnya.

Air muka Alan seperti sedang mengancam menjadikan tubuh Rani mematung seketika. Takut. Tentu saja. Rani takut menatap langsung wajah Alan sehingga dia memilih melempar pandangan ke arah lain.

Di saat itu, pandangan Rani dan Jia bertemu. Gadis kecil itu hendak masuk ke dalam mobil.

"Jia, ini tasnya," Rani berteriak dan berniat menghampiri Jia.

Namun, baru satu ayunan langkah kaki, Alan menghalangi Rani dengan cara mencengkram kuat lengannya.

"Kamu nggak perlu ikut anter Jia ke sekolah."

"Siapa juga yang mau anter Jia. Orang aku juga mau kerja, kok. Aku cuma bawain tasnya Jia doang."

"Kerja?" Alan mengulang ucapan Rani dengan menerbitkan seringai. "Bukannya kamu sudah bekerja dengan baik di rumah ini sebagai penghasut ayah? Sekarang katakan dengan jujur, apa kamu pernah tidur sama ayah aku?"

Seketika kedua bola mata Rani membelalak. Tanpa pikir panjang, dia langsung menoyor kepala Alan karena tak terima dengan ucapan laki-laki itu.

"Sembarangan kalau ngomong. Gini-gini aku masih perawan tingting. Sepertinya mulut kamu itu harus pakai seringai ya, supaya nggak ngomong sembarangan."

Rani menunduk melihat tangan Alan yang masih mencengkram lengannya. Lalu dengan menggunakan tangan yang terbebas, Rani memukul tangan Alan.

"Awas. Jangan pegang-pegang! Aku alergi sama cowok kepedean kaya kamu."

Tentu saja ucapan yang keluar dari mulut dari mengundang amarah Alan. Wajah pria itu pun memerah hanya dalam hitungan detik sebab baru pertama kali ini ada wanita yang berani menoyor kepalanya.

Bukan itu saja, Rani juga begitu berani memakinya. Di saat semua wanita bersikap manis manja di hadapan Alan, tapi berbeda dengan Rani yang bisa dibilang sangat tidak sopan.

Alan melototkan mata dan berkacak pinggang. Saat dia membuka mulut hendak memaki Rani, tiba-tiba Jia berteriak memanggil.

Kepala Jia yang kecil menyembul dari jendela mobil. Gadis itu memanggil Alan untuk segera berangkat.

Menyadari jika Jia sejak tadi memperhatikan dirinya dengan Rani, Alan memilih untuk tidak bertengkar di hadapan Jia. Dia menghela nafas untuk membuang emosi negatifnya. Lalu berjalan ke arah mobil.

"Awas saja, Rani. Masalah kita belum selesai."

Rani memandang punggung Alan yang semakin menjauh. Dia menirukan ucapan terakhir Alan lalu mendengus kesal.

Kalau bukan karena harus bergegas bekerja, mungkin Rani sudah melanjutkan pertengkaran mereka.

Teringat jika sekarang telah memiliki ponsel, Rani mencoba mengecek daftar nomor telepon di ponsel barunya. Dia terkejut ternyata Hari menyimpan nomor telepon semua teman kerja Rani, termasuk Denis.

"Kok Pak Hari bisa tahu semua temen aku ya? Tahu dari mana? Ah, sudahlah. Nggak penting," gumam Rani yang memilih mengabaikan hal yang menurutnya tidak terlalu penting untuk dipikirkan.

Lalu dia menelepon Denis yang sekarang ini masih berstatus kekasihnya karena Rani belum sempat bertemu dengan laki-laki itu semenjak Rani tahu akan dinikahkan.

"Halo, Kak Denis. Ini aku, Rani. Kita berangkat kerja bareng, yuk. Jemput aku ya! Oh, bukan. Bukan jemput di rumah paman aku. Nanti aku kirim alamatnya. Oke, Kak. Makasih."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendua Kala Istriku Koma   Pengkhianatan

    Beberapa hari berlalu, Sandra merasakan ada yang janggal pada Alan. Terakhir kali, dia mendapati Alan keluar kamar di tengah malam dengan alasan mencari udara segar. Namun, ada seulas senyum aneh yang terukir di wajahnya saat itu. Senyum yang tidak biasa Sandra lihat. Kecurigaan itu terus menggerogoti hatinya.Malam ini, Sandra memutuskan untuk mengikuti Alan diam-diam. Dengan hati berdebar, ia pura-pura tertidur dan berusaha menunjukkan wajah setenang mungkin saat menyadari Alan bangkit dari ranjang.Hati Sandra semakin berdebar kencang. Ia sedikit membuka mata dan melihat Apan keluar dari kamar. Perlahan Sandra bangkit dan membuntuti Alan yang berjalan menuju belakang rumah.Tanpa menimbulkan suara Sandra berjalan mengendap-endap, lalu dia sedikit mengernyitkan dahi kala mendapati Alan masuk ke dalam kamar Rani.Hati Sandra menjadi semakin berdebar dan banyak pertanyaan liar menyusup ke dalam benaknya. Dia mencoba mendekat dan meraih sebuah bangku kecil untuk menjadi pijakan agar di

  • Mendua Kala Istriku Koma   Curiga

    "Jadi bagaimana kondisi menantu saya, Dok?"Hari bertanya pada seorang dokter wanita yang baru saja selesai memeriksakan Rani. Dokter itu tersenyum yang membuat Hari menyakini jika kondisi Rani baik-baik saja. Namun, rasa penasaran Hari belum terjawab jika belum mendengarkan penjelasan dokter. Dia menatap sang dokter dengan penuh antusias. Sementara Rani telah duduk di sampingnya."Selamat ya, Pak. Nona Rani sekarang tengah hamil. Usia kandungannya sudah memasuki lima minggu. Tolong jaga asupan makanan dan juga istirahat yang cukup! Saya akan resepkan vitamin serta asam folat untuk Nona Rani."Setelah berkonsultasi dan keluar dari ruang dokter, Hari dan Rani duduk di kursi menunggu obat yang diresepkan oleh dokter.Hari menoleh pada Rani dengan senyum yang mengembang. Tampak jelas kebahagiaan memancar di kedua bola matanya.Namun, tidak dengan Rani. Gadis itu terlihat menggigit bibir bawahnya dengan raut wajah bingung.Menyadari pesaraan gelisah yang dialami Rani, Hari pun menghela n

  • Mendua Kala Istriku Koma   Hamil

    Alan segera bangkit berdiri. Sedangkan Rani membetulkan rambut lalu memberi isyarat pada Alan agar masuk ke dalam kamar mandi.Setelah Alan masuk ke dalam kamar mandi, barulah Rani membukakan pintu kamar. Di depannya, sudah berdiri Sandra dengan pandangan menusuk. Menjadikan Rani menelan ludah meski wajahnya terlihat tetap tenang."Nona Sandra, ada apa?""Ran, kamu lihat Alan, nggak? Aku udah di cari-cari tapi kok nggak ada?"Rani menggelengkan kepala. "Saya nggak tahu, Nona. Mungkin Tuan Alan sudah pergi ke kantor."Sandra menghela nafas. "Nggak mungkin, Rani. Hari ini kan, hari Minggu. Lagian hp sama mobilnya Alan masih ada. Jadi pasti dia ada di sekitaran rumah."Rani menggaruk tengkuknya. Tampak salah tingkah yang membuat Sandra menyipitkan mata. Lalu Sandra menjulurkan leher, seakan ingin menengok isi kamar Rani."Aku boleh masuk ke kamar kamu, nggak?" tanya Sandra yang seketika mengejutkan Rani. Begitu pula dengan, Alan yang ada di dalam kamar mandi. Dia mendengar dengan jelas

  • Mendua Kala Istriku Koma   Hasil

    Sandra duduk di samping Alan di sebuah sofa panjang yang ada di tepi kolam. Mereka dikelilingi oleh sahabat Sandra yang sedang menikmati hidangan diiringi dengan obrolan receh.Sandra melingkarkan tangan di lengan Alan dengan gayanya yang manja. Lalu dia menyandarkan kepala ke pundak sang suami tercinta. Sementara Alan duduk dengan kedua bola mata terus memandangi Rani. Tampak wanita itu duduk di area sudut taman tengah makan sangat lahap. Melihat itu, Alan tak sadar menyunggingkan sebuah senyum gemas."Sayang, aku haus nih. Boleh ambilin aku minum?"Sejenak Alan terperangah, sadar jika dirinya sedang memandang Rani sejak tadi. Lalu dia pun bangkit berdiri meninggalkan Sandra yang terus saja menceritakan salah seorang teman sosialitanya yang kini menikah dengan bule.Sepeninggalan Alan, seorang teman yang duduk paling dekat dengan Sandra, mencolek lutut Sandra sambil memberi kode melirikan ke arah Alan."San, kamu nggak curiga suami kamu selingkuh?""Hah? Memangnya suamiku selingkuh?

  • Mendua Kala Istriku Koma   Dicek

    Rani memutuskan untuk menunggu Alan dan Jia di dalam mobil. Selama beberapa menit, Rani mengecek kalender di ponselnya sambil mengingat-ingat terakhir kali dia menstruasi.Detak jantung Rani seketika berdenyut dua kali lebih cepat, begitu pula dengan ujung jemarinya yang mendadak dingin setelah Rani memastikan jika dia sudah terlambat satu bulan.Pintu mobil belakang terbuka dari luar. Membuat Rani tersentak kaget melihat Alan yang tengah kesusahan menggendong Jia dan hendak merebahkan sang putri kecilnya itu ke kursi belakang mobil.Kedua bola mata Jia terlihat sayu, pertanda dia sudah mengantuk berat. Alan membenarkan posisi Jia agar nyaman tidur selama perjalanan pulang. Kemudian dia beralih duduk di kursi pengemudi."Kamu kenapa? Bukannya temenin Jia pilih baju, malah kabur," ucap Alan sinis. Dia meletakan paper bag berisi gaun pesta milik Jia ke pangkuan Rani."Kita bisa nggak, mampir dulu ke apotek. Aku mau beli sesuatu," Rani berkata sambil meremas tali paper bag dengan sangat

  • Mendua Kala Istriku Koma   Terlambat Datang Bulan

    Satu bulan kemudian.Krrriingg... Kriiinngg... Krrriinngg...Rani membuka matanya dan menjulurkan tangan untuk mematikan alarm yang menggemparkan seluruh kamar. Dengan sekuat tenaga, Rani bangkit lalu duduk di atas kasur.Dia mengecek beberapa pesan yang masuk ke ponselnya. Salah satu diantaranya ialah pesan dari Rian yang mengabari jika dirinya sudah tinggal di rumah yang dibeli oleh Hari.Rian bahkan mengirim beberapa foto sudut rumah yang membuat Rani tersenyum sumringah. Rani sangat bahagia karena kini dia dan adiknya tak lagi hidup menderita di bawah asuhan sang paman.Rani tersadar jika semua itu terjadi berkat kebaikan hati Pak Hari dan seketika itu, Rani tersadar jika dia sama sekali belum menunjukkan sikap apapun sebagai tanda terima kasih pada Pak Hari.Rani menyandarkan punggung ke headboard. Lalu teringat akan saran dari Zahra satu bulan yang lalu untuk mengikuti saja arah takdir membawa diri ke jalan yang mana dan hanya dengan menuruti kemauan Pak Hari, yang bisa Rani lak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status