Share

Bab 2

Author: Diaz Arwi
last update Huling Na-update: 2021-04-13 05:46:18

Tepat sekali di depan pintu yang dibiarkan terbuka lebar, Maya melongokkan kepalanya.

“Assalammualaikum Nek?” Maya langsung memeluk punggung nenek dari belakang, nenek sedikit terkejut dan langsung menyadari itu adalah cucu tersayangnya. Nenek hapal sekali. Wanita setengah baya itupun membalikkan tubuhnya membalas pelukan Maya.

“Tumben kau Maya, kenapa tidak memberi kabar dahulu?” tanya Nenek sembari mencubit pelan pipi halus cucunya itu.

“Maaf, Nek, mendadak. Inipun ijin dari kantor.”

“Ohya, Nek, kenalkan ini temen kantorku Sisi." Tanpa basa-basi Maya langsung memperkenalkan Sisi. Sisi mencium punggung tangan Nenek, sambil dibalas dengan senyuman wanita setengah baya itu.

Setelah beberapa saat mereka mengobrol. Maya pun mengajak Sisi menempati kamar kosong yang akan ditempati mereka berdua.

Setelah sebelumnya Nenek yang menawarkannya.

"Haduh, cape banget!" Maya berseru. Sambil mendudukkan tubuhnya dipinggiran ranjang.

Maya dan Sisi memang tampak lelah sekali, setelah perjalanan dari Jakarta. Lalu mereka berdua masih harus berjalan jauh menuju tempat Nenek. Mereka butuh istirahat, setelah makan siang yang lumayan telat. Yaitu kesorean. Merekapun terlelap, sehabis sholat Isya.

Pagi-pagi buta, kira-kira jam 5 kurang, Sisi terbangun. Seperti mendengar suara perempuan dan seorang lelaki tengah mengobrol, di ruang tengah. Cahaya lampu nampak terang di situ.

Sebenarnya, Sisi tidak mau tahu, hanya saja ia sangat penasaran. Sisi bangun dan sedikit membuka jendela kamar, yang mengarah ke ruang tengah.

Memang jendelanya sudah terbuka setengah, dan tidak pernah terkunci sepertinya. Sisipun tidak perlu membuka lebar-lebar. Hanya cukup mendorongnya sedikit dengan halus.

Sisi melihat wanita setengah baya itu adalah Nenek Maya, sedang berbicara dengan lelaki yang masih muda, dan terlihat malah amat muda. Masih dibilang seumuran dengan Sisi dan Maya. Nenek masih memakai mukena, dan hendak sholat subuh sepertinya.

“Baik, Nek, nanti sekitar jam 7-an saya perbaiki." Kata-kata itu amat jelas Sisi dengar terucap dari mulut pemuda itu. Entah apa urusannya Sisi tidak tahu dan memang tidak mau tahu.

Satu pertanyaan saja, siapa pemuda itu? Ah! sudahlah, mungkin orang kampung sini, ada perlu dengan Nenek. Begitu pikir Sisi.

Ok, sebenarnya bukan hanya itu saja. Baiklah, pemuda itu memang tampan. Entahlah, Sisi malah jadi serba salah sendiri. Banyak kalimat-kalimat mengganggu di atas kepalanya. Mutar-mutar mendengung.

Pemuda itu, sederhana, bahkan amat sangat. Sisi perhatikan dari ujung kaki sampai kepala, dengan kulit sawo matang yang terlihat bersih. Wajahnyapun terlihat bersih, dia juga berbicara dengan Nenek terlihat sangat sopan. Bahkan amat menghormati Nenek.

Siapa ya dia? Sisi melirik ke arah Maya yang masih tertidur pulas, seolah ingin menanyakan Maya langsung, siapa pemuda tampan itu. Lebih baik, ia tunggu nanti kalau Maya sudah terbangun.

Sisi kembali ke tempat tidurnya di samping Maya. Duduk di pinggiran tempat tidur, dan mulai menggoyangkan punggung Maya yang tidur pulas membelakanginya tadi.

“May! bangun. kita sholat subuh, yuk! Sudah telat nih." Sisi menggugah dengan sedikit berbisik.

Maya kelihatan membuka susah payah matanya yang terkatup rapat, karena memang kelihatannya masih mengantuk. “Iya Si…” Maya pun duduk, sambil mengucek matanya. Bola matanya berjalan ke kanan dan ke kiri. Rupanya, ia belum sadarkan diri.

“Kau sudah bangun, Si?” Tanya Maya meski matanya masih terlihat setengah terbuka.

“Iya sudah, cuma belum wudhu,” sahut Sisi sambil beranjak, membuka pintu. Maya menyusulnya dari belakang.

Sisi belum lupa dengan pemuda itu, ia mencari waktu tepat untuk menanyakan kepada Nenek. Saat sarapan, atau ketika selesainya. Sisi ingin menanyakannya langsung ke Nenek. Masih saja belum pas waktunya. Sisi ragu dan sedikit malu juga jika menanyakan hal itu kepada Nenek.

***

“Assalammualaikum Nenek.” Tiba-tiba ada suara lelaki sedikit mengejutkan Sisi, juga Maya, namun Sisi langsung menangkap raut wajah Maya, Maya mengenalnya. Ya Maya terlihat menampakkan wajah senangnya.

Tetapi Sisi tidak asing dengan suara itu.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Menepis Tirai Masa Lalu   Bab 25

    Hari menegangkan bukan hanya hari ini saja. Bagi Sisi, kemarin dan sebelum-sebelumnya tetaplah sama. Sisi perlahan seolah menghindari Damar.Cowok itu sepertinya datang sangat awal sekali. Laksana pegawai teladan. Maya belum kelihatan. Dia biasanya beberapa menit sebelum jam kerja dimulai baru sampai. Terkadang itulah kebiasaannya."Pasti nungguin Maya."Suara yang Sisi sudah tidak asing lagi, mengejutkannya."Oh, Hai Delon. Ngagetin," ujar Sisi santai. Agar sekalian tidak membuat Delon merasa aneh dengan sikapnya pagi ini."Iya, aku nunggu Maya." Sisi menjawab dengan tenang.Delon mendekati Sisi. Melihat gerak-geriknya, sepertinya dia mencari celah waktu untuk bisa ngobrol dengan Sisi. Sisi mengibaskan rambut lurus nan lembutnya."Kamu udah sarapan?" tanya Delon. Dari pertanyaannya, sepertinya dia mengajaknya ke kafetaria.Sembari memberi senyuman Sisi menjawab pertanyaan Delon yang dirasanya hanya selingan untuknya."Sudah. Aku sarapan roti," ucapnya.Delon hanya tertunduk saja. Terli

  • Menepis Tirai Masa Lalu   Bab 24

    "Apakah menurutmu Rio sudah menjadi masa lalumu, Si?" tanya Maya, suatu hari. Hari ini kebetulan libur kerja. Dan mereka berdua menyempatkan waktu untuk sekedar berjalan-jalan saja. "Aku tidak bisa menjawab sekarang, May. Aku pun masih bingung." Sisi memainkan sedotan minuman soda susu. "Aku hanya merasa ingin menjauhi dia, semua sebenarnya demi kebaikan aku dan dia," ucap Sisi lirih. "Kami berpisah baik-baik, dan terencana. Juga demi almarhum Papanya Rio." "Meskipun itu buatku amat menyakitkan." Sisi menunduk lesu. Sisi diam sesaat. Tidak meneruskan ucapannya kembali. Malahan melanjutkan menyeruput soda susunya. Sisi sudah lelah jika harus merefresh ulang hal yang itu-itu terus. Apakah hidupnya akan terus dihantui oleh sosok Rio? Sedangkan dirinya bersikeras untuk melupakan lelaki itu. Hingga akhirnya bertemu Damar, yang membuatnya nyaman. Serta dapat melupakan Rio. Namun masalah baru yang lebih parah kembali muncul. Sisi semakin terpojok tak dapat berkutik. Semua flashback. Yan

  • Menepis Tirai Masa Lalu   Bab 23

    Segerap rasa, Sisi tuangkan dalam sepi. Sisi tau, dia sedang dalam posisi tak beraturan. Nyatanya, ia yang harus mengalami ini semua. Keinginannya ingin menjauhi Rio. Tetapi, malahan bayangannya terus menguntit. Bahkan manusianya ada di depannya. Seperti waktu itu, yang seharusnya dia hanya bertemu dengan Damar, tetapi dia dikagetkan oleh sosok Rio kembali. Yang ada tepat di samping Damar. Sisi yang memendam rasanya untuk Damar. Begitupun dia tau persis, Damar memang menaruh hati untuknya juga. Sisi pun begitu sadar, jika dia cukup lama menahannya. Itu dikarenakan, dia mengetahui tak sengaja, kalau Rio bersaudara dengan Damar. Kaget? Sangat. Itulah kenapa Sisi sampai sekarang masih tidak bisa menunjukkannya pada Damar. "Aku bingung May, kenapa Rio seolah tidak suka aku mengenal Damar?" Sisi meringkukkan badannya di atas ranjang di kamar Maya. Maya menarik napasnya panjang. Dan menghembuskanya. "Kenapa bisa ya, Damar bersaudara dengan Rio?" Maya mikir keras. Menggaruk-garuk kepalany

  • Menepis Tirai Masa Lalu   Bab 22

    "Maaf, sudah nunggu lama."Sisi buru-buru menoleh ke belakang. Meski terkejut, dia tau itu suara Damar.Namun seketika, justru kaget itu dobel. Dia hampir terperanjat. Malahan, sudah terjadi. Sisi hampir ingin menghentikan sendiri detak jantungnya. Karena apa yang dia lihat sangat membuatnya shock."Kau, kau. Ah! Aku belum lama di sini. Aku...," Sisi menghentikan suaranya. Lalu menarik napas cepat, dan menghembuskannya segera. Sebenarnya gugup itu sudah nampak di diri Sisi."Biasa, Si. Macet di jalan. Oh ya, mana Maya?"Damar tak sadar sudah menyelamatkan Sisi, dengan ungkapannya. Hingga gugupnya tak nampak. Sisi menggangguk."Aku tidak mengajaknya. Dia pulang sendiri sepertinya." Sisi menjawab, berjuang untuk bersikap lebih tenang.Mereka berdua, duduk tepat di depan Sisi. Dengan begitu santai. Lalu, Damar memanggil pelayan. Pelayan langsung menghampirinya."Capucinno Panas sama, ehm, kau pesan apa, Rio?""Sepe

  • Menepis Tirai Masa Lalu   Bab 21

    Suasana kantor seperti biasa saja. Tidak ada sedikitpun yang berbeda. Itu bagi Sisi. Ia mengetuk-ngetuk bolpointnya. Pikirannya melayang ke mana-mana. Hingga sampai pada kata-kata Maya yang mengatakan, agar ia menawarkan lowongan pekerjaan di kantor kepada Damar."Si, bagaimana kalau kamu tawarkan saja kepada Damar?" Kata- kata yang selalu diingat Sisi dan menempel terus. Karena ia tidak tahu harus bagaimana. Setahunya, latar pendidikan Damar tidak sesuai dengan pesyaratan yang diminta.Apakah aku terlalu jahat dan mempunyai pandangan seperti itu? Sisi bertanya pada dirinya sendiri.Maya saja bisa seyakin itu? Sisi masih penuh dengan renungan. Perang berkecamuk di kepalanya."Heh!"Tetiba suara yang sangat dikenalnya, sudah membuatnya terkejut. Dari lamunan sesaat itu."Ngapain sih? Mata ke sana terus? Bengong ya, kamu?" Maya memiring-miringkan kepalanya memandangi dekat wajah Sisi."Bikin kaget aja sih, May?""Duh, maaf lo

  • Menepis Tirai Masa Lalu   Bab 20

    Sisi masih memandangi rangkaian bunga, pemberian seseorang misterius. Sambil mengamatinya. Lalu tersenyum. Bunga itu tidak ada nama pengirimnya. Mawar berwarna putih bercampur merah jambu, lalu dihiasi daun-daun hijau yang masih segar. Belum layu. Bunganya diletakkan di vas bening, berisikan air. Sisi lalu terlihat tersenyum sangat lebar."Aku tahu, dari siapa bunga ini," gumamnya menerka sendiri."Damar," ucapnya lirih. Menebak dengan yakin. Tidak ketinggalan senyumnya terbit.Ternyata seorang Damar yang pemalu itu, bisa juga romantis. Batin Sisi. Lalu, ia berusaha meraih ponselnya, untuk menelepon Damar. Namun, tetiba ia mengurungkan niatnya."Kalau aku telepon dia, nanti gak seru lagi. Bukan surprise namanya." Sisi.mengurungkan niatnya."Lagipula, ia tidak memberikan nama pengirim. Ia tidak mau aku tahu. Walau, aku sudah tahu." Sisi senyum-senyum sambil memeluk ponsel ke dadanya.Sisi menaruh kembali ponselnya di atas meja. Dan berbaring. Karena sebe

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status