Share

Menepis Tirai Masa Lalu
Menepis Tirai Masa Lalu
Author: Diaz Arwi

Bab 1

Author: Diaz Arwi
last update Last Updated: 2021-04-13 01:53:25

"Tapi…Rio?” Suara Sisi nyaris tidak terdengar.

Rio perlahan melepaskan jemarinya yang sejak tadi menggenggam erat jemari tangan halus Sisi. Bola mata Sisi berkaca, benar-benar ia tidak percaya dengan semua ini, dan tidak sanggup lagi bibirnya kembali menyebut nama “Rio”.

Air mata Sisi perlahan menetes, dan makin deras mengaliri pipinya.  Rio berdiri dari kursinya dan meninggalkan Sisi, tanpa sepatah katapun. Sisi hanya bisa diam terpaku.

Langkahnya terlihat gontai, namun Rio tetap melangkah menjauh dari tempat duduk Sisi. Air minum orange juice kesukaan Sisi dan Cappucino kegemaran Rio yang mereka pesan masih utuh. Dan tampaknya Capucinnonya sudah mulai dingin.

Ya..memang inilah kenyataan yang harus Sisi terima pada akhirnya. Rio adalah kekasihnya yang amat ia cintai, Rio harus melakukan itu demi melanjutkan keinginan dan cita-cita almarhum Papanya.

“Ahh betapa indahnya pemandangan di sini May..aku suka banget," kagum Sisi sambil sesekali ia hirup udara segar dan menghembuskannya seraya memejamkan kedua matanya, meremas-remas lembut syal yang melingkari lehernya yang jenjang itu. Maya hanya tersenyum menyaksikannya.

Menganggukkan sedikit kepalanya, kemudian kembali tersenyum untuk sahabatnya itu.

Memang setelah kejadian dua minggu yang lalu, membuat Sisi sempat terpuruk, hubungannya dengan Rio sudah berjalan cukup lama, menurut Sisi.

Rio Hananto Pujiatmoko (nama belakang diambil dari nama Almarhum Papanya), sudah 5 tahun mereka menjalin kasih, tidak pernah ada sedikitpun masalah, pertengkaran yang biasa mereka bisa atasi, bahkan pertengkaran yang besar sekalipun. Mereka selalu bisa mengatasinya dengan baik.

Tapi buat masalah yang satu ini sungguh amat berat bagi Rio maupun Sisi. Mereka sudah tidak dapat berkutik, mereka menyerah, bukan karena mereka tidak dapat mengatasinya, tapi karena Rio sudah berjanji menepati janji kepada papanya, Rio mencintai Sisi.

Mereka saling mencintai. Dan Rio akan menikahi Sisi secepatnya, namun semua kandas, dan memang harus begitulah. Rio tidak bisa berbuat apa-apa hanya ingin memenuhi keinginan almarhum ayahnya. Sisi pun tidak mau dianggap seperti mengajak Rio untuk durhaka pada orang tua.

“Hey!" Tiba-tiba suara Maya mengejutkan lamunannya.

“Kamu nangis, Si?" Maya menatap mata Sisi.

“Ah, tidak kok.” Sisi langsung mengusap matanya dengan telapak tangannya.

“Kelilipan angin sepoi-sepoi sepertinya.” Sisi berusaha menutupi.

Di situ memang Maya mengajak Sisi untuk sekedar refreshing saja. Demi melihat setiap harinya Sisi murung di kantor, tidak konsentrasi, setiap di depan laptopnya, hanya bengong, entah apa yang sedang ditatapnya begitu lama di depan layar laptopnya. Hanya membuat laptopnya lowbat saja, tanpa mengetik suatu apapun.

Maya minta ijin akhirnya kepada atasan minta cuti beberapa hari bersama Sisi sambil sekalian mencari bahan tulisan untuk tulisan pada Media tempat mereka bekerja.

Itu memang alasan Maya saja supaya diperbolehkan. Dan memang diperbolehkan.

Sisi dan Maya bekerja sebagai penulis sekaligus wartawan freelance pada suatu media cetak yang berlokasi di Jakarta. Ditambah Sisi yang setuju dengan ajakan Maya.

“Sudahlah, Si. Kita senang-senang di sini, lupain deh Rio, kalau memang itu keputusan yang harus ia jalani, ya…kamu pun harus turuti, aku yakin Rio masih mencintai kamu sampai detik ini, meskipun ... meskipun ia harus ...” Maya tidak meneruskan ocehannya.

“Maaf, Si, bukan maksudku ....” Maya merasa tidak enak. Sehingga tak meneruskan kalimatnya.

“Gak apa-apa May …” Sisi menggeleng, giliran ia yang melempar senyum simpulnya.

“Aku yang salah, May, tidak seharusnya aku murung begitu, padahal kau sudah berusaha mengajakku kemari, supaya aku melupakannya. Makasih loh, May.” Sisi merangkul pundak Maya, seraya mengajaknya berjalan-jalan mengelilingi kebun teh yang amat sejuk itu.

Maya memang senang ke tempat itu, sejuk dan jauh dari kebisingan kota, alamnya asri dan tidak terjamah oleh polusi. Tempatnya memang berdekatan dengan pegunungan, wilayah Jawa Barat.

Kebetulan memang nenek Maya tinggal di situ, sekalian sudah lama Maya merindukan ingin bertemu dengan neneknya. Rindu masakannya yang paling enak sedunia bagi Maya. Tempe goreng, ayam bakar, tahu,  dengan sambal dan lalapan yang segar, membuat Maya makin lapar membayangkannya. Itu makanan khas Jawa Barat, lalapannya, dan sambel terasi pedas. Mantapnya!

“Yuk, Si! langsung ke rumah nenekku dulu lah, pasti beliau senang deh ketemu kita.” Maya menarik pelan lengan Sisi. Sisi menurut saja. Karena memang mereka di sini sedang ingin melepas segala penat, di Jakarta, dengan setumpuk pekerjaan.

Di sini mereka seperti bebas lepas, tak boleh ada yang bisa mengganggu. Walaupun hanya beberapa hari saja.

Mereka berjalan menyusuri lekukan anak bukit, menyusuri kebun teh, Yang dikelilingi setiap pepohonan teh dengan para perempuan-perempuan, ibu-ibu, juga ada anak gadisnya yang sebaya dengan Sisi dan Maya. Dengan caping-caping yang nyaris menutupi wajah mereka. Menggendong keranjang yang penuh terisi daun-daun teh hijau segar di pundak mereka.

“Itu rumah nenekku!” seru Maya menunjuk lurus telunjuknya ke arah rumah mungil yang amat sederhana. Namun terlihat damai, dikelilingi pohon-pohon tanggung yang hijau dan bersih. Sisi mengikuti Maya dari belakang, membiarkan Maya berjalan lebih dulu di depannya.

Sisi sangat mengagumi wilayahnya. Segar dan masih bersih. Aroma alami pedesaan.  

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Charlotte Lee
menarik ceritanya.. boleh tau akun medsosnya gaa biar bisa aku follow?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menepis Tirai Masa Lalu   Bab 25

    Hari menegangkan bukan hanya hari ini saja. Bagi Sisi, kemarin dan sebelum-sebelumnya tetaplah sama. Sisi perlahan seolah menghindari Damar.Cowok itu sepertinya datang sangat awal sekali. Laksana pegawai teladan. Maya belum kelihatan. Dia biasanya beberapa menit sebelum jam kerja dimulai baru sampai. Terkadang itulah kebiasaannya."Pasti nungguin Maya."Suara yang Sisi sudah tidak asing lagi, mengejutkannya."Oh, Hai Delon. Ngagetin," ujar Sisi santai. Agar sekalian tidak membuat Delon merasa aneh dengan sikapnya pagi ini."Iya, aku nunggu Maya." Sisi menjawab dengan tenang.Delon mendekati Sisi. Melihat gerak-geriknya, sepertinya dia mencari celah waktu untuk bisa ngobrol dengan Sisi. Sisi mengibaskan rambut lurus nan lembutnya."Kamu udah sarapan?" tanya Delon. Dari pertanyaannya, sepertinya dia mengajaknya ke kafetaria.Sembari memberi senyuman Sisi menjawab pertanyaan Delon yang dirasanya hanya selingan untuknya."Sudah. Aku sarapan roti," ucapnya.Delon hanya tertunduk saja. Terli

  • Menepis Tirai Masa Lalu   Bab 24

    "Apakah menurutmu Rio sudah menjadi masa lalumu, Si?" tanya Maya, suatu hari. Hari ini kebetulan libur kerja. Dan mereka berdua menyempatkan waktu untuk sekedar berjalan-jalan saja. "Aku tidak bisa menjawab sekarang, May. Aku pun masih bingung." Sisi memainkan sedotan minuman soda susu. "Aku hanya merasa ingin menjauhi dia, semua sebenarnya demi kebaikan aku dan dia," ucap Sisi lirih. "Kami berpisah baik-baik, dan terencana. Juga demi almarhum Papanya Rio." "Meskipun itu buatku amat menyakitkan." Sisi menunduk lesu. Sisi diam sesaat. Tidak meneruskan ucapannya kembali. Malahan melanjutkan menyeruput soda susunya. Sisi sudah lelah jika harus merefresh ulang hal yang itu-itu terus. Apakah hidupnya akan terus dihantui oleh sosok Rio? Sedangkan dirinya bersikeras untuk melupakan lelaki itu. Hingga akhirnya bertemu Damar, yang membuatnya nyaman. Serta dapat melupakan Rio. Namun masalah baru yang lebih parah kembali muncul. Sisi semakin terpojok tak dapat berkutik. Semua flashback. Yan

  • Menepis Tirai Masa Lalu   Bab 23

    Segerap rasa, Sisi tuangkan dalam sepi. Sisi tau, dia sedang dalam posisi tak beraturan. Nyatanya, ia yang harus mengalami ini semua. Keinginannya ingin menjauhi Rio. Tetapi, malahan bayangannya terus menguntit. Bahkan manusianya ada di depannya. Seperti waktu itu, yang seharusnya dia hanya bertemu dengan Damar, tetapi dia dikagetkan oleh sosok Rio kembali. Yang ada tepat di samping Damar. Sisi yang memendam rasanya untuk Damar. Begitupun dia tau persis, Damar memang menaruh hati untuknya juga. Sisi pun begitu sadar, jika dia cukup lama menahannya. Itu dikarenakan, dia mengetahui tak sengaja, kalau Rio bersaudara dengan Damar. Kaget? Sangat. Itulah kenapa Sisi sampai sekarang masih tidak bisa menunjukkannya pada Damar. "Aku bingung May, kenapa Rio seolah tidak suka aku mengenal Damar?" Sisi meringkukkan badannya di atas ranjang di kamar Maya. Maya menarik napasnya panjang. Dan menghembuskanya. "Kenapa bisa ya, Damar bersaudara dengan Rio?" Maya mikir keras. Menggaruk-garuk kepalany

  • Menepis Tirai Masa Lalu   Bab 22

    "Maaf, sudah nunggu lama."Sisi buru-buru menoleh ke belakang. Meski terkejut, dia tau itu suara Damar.Namun seketika, justru kaget itu dobel. Dia hampir terperanjat. Malahan, sudah terjadi. Sisi hampir ingin menghentikan sendiri detak jantungnya. Karena apa yang dia lihat sangat membuatnya shock."Kau, kau. Ah! Aku belum lama di sini. Aku...," Sisi menghentikan suaranya. Lalu menarik napas cepat, dan menghembuskannya segera. Sebenarnya gugup itu sudah nampak di diri Sisi."Biasa, Si. Macet di jalan. Oh ya, mana Maya?"Damar tak sadar sudah menyelamatkan Sisi, dengan ungkapannya. Hingga gugupnya tak nampak. Sisi menggangguk."Aku tidak mengajaknya. Dia pulang sendiri sepertinya." Sisi menjawab, berjuang untuk bersikap lebih tenang.Mereka berdua, duduk tepat di depan Sisi. Dengan begitu santai. Lalu, Damar memanggil pelayan. Pelayan langsung menghampirinya."Capucinno Panas sama, ehm, kau pesan apa, Rio?""Sepe

  • Menepis Tirai Masa Lalu   Bab 21

    Suasana kantor seperti biasa saja. Tidak ada sedikitpun yang berbeda. Itu bagi Sisi. Ia mengetuk-ngetuk bolpointnya. Pikirannya melayang ke mana-mana. Hingga sampai pada kata-kata Maya yang mengatakan, agar ia menawarkan lowongan pekerjaan di kantor kepada Damar."Si, bagaimana kalau kamu tawarkan saja kepada Damar?" Kata- kata yang selalu diingat Sisi dan menempel terus. Karena ia tidak tahu harus bagaimana. Setahunya, latar pendidikan Damar tidak sesuai dengan pesyaratan yang diminta.Apakah aku terlalu jahat dan mempunyai pandangan seperti itu? Sisi bertanya pada dirinya sendiri.Maya saja bisa seyakin itu? Sisi masih penuh dengan renungan. Perang berkecamuk di kepalanya."Heh!"Tetiba suara yang sangat dikenalnya, sudah membuatnya terkejut. Dari lamunan sesaat itu."Ngapain sih? Mata ke sana terus? Bengong ya, kamu?" Maya memiring-miringkan kepalanya memandangi dekat wajah Sisi."Bikin kaget aja sih, May?""Duh, maaf lo

  • Menepis Tirai Masa Lalu   Bab 20

    Sisi masih memandangi rangkaian bunga, pemberian seseorang misterius. Sambil mengamatinya. Lalu tersenyum. Bunga itu tidak ada nama pengirimnya. Mawar berwarna putih bercampur merah jambu, lalu dihiasi daun-daun hijau yang masih segar. Belum layu. Bunganya diletakkan di vas bening, berisikan air. Sisi lalu terlihat tersenyum sangat lebar."Aku tahu, dari siapa bunga ini," gumamnya menerka sendiri."Damar," ucapnya lirih. Menebak dengan yakin. Tidak ketinggalan senyumnya terbit.Ternyata seorang Damar yang pemalu itu, bisa juga romantis. Batin Sisi. Lalu, ia berusaha meraih ponselnya, untuk menelepon Damar. Namun, tetiba ia mengurungkan niatnya."Kalau aku telepon dia, nanti gak seru lagi. Bukan surprise namanya." Sisi.mengurungkan niatnya."Lagipula, ia tidak memberikan nama pengirim. Ia tidak mau aku tahu. Walau, aku sudah tahu." Sisi senyum-senyum sambil memeluk ponsel ke dadanya.Sisi menaruh kembali ponselnya di atas meja. Dan berbaring. Karena sebe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status