Home / Romansa / Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku / Bab 5. Lupakan Kalau Kita Sahabat

Share

Bab 5. Lupakan Kalau Kita Sahabat

Author: Bintu Hasan
last update Last Updated: 2023-07-18 20:04:21

"Lambat laun, dia akan mengerti. Ibarat sebuah doa yang belum dikabulkan sesuai keinginan kita, suatu hari pasti ada jawaban mengapa doa tersebut baru dikabulkan hari ini, bukan lima bulan lalu sesuai keinginan kita, misalnya? Takdir Tuhan itu selalu indah jika kita melapangkan dada untuk menerima setiap ketetapannya. Ainun pasti selalu meminta jodoh terbaik kepada Tuhan dan mungkin bukan aku jawabannya."

Aku tertegun mendengar jawaban dari Nizar. Apa yang dia katakan, semuanya adalah kebenaran. Apalagi tentang takdir yang tidak bisa kita lawan dan hanya bisa berharap merubahnya dengan kekuatan doa.

Membahas tentang masalah kami yang diibaratkan pada sebuah doa. Tentu kita merasa Tuhan tidak mengabulkannya karena sudah lewat waktu dalam perhitungan kita, padahal Tuhan selalu mengabulkan doa di waktu yang tepat karena selalu ada hikmah di balik semua itu.

Benar pula dugaan Nizar karena Ainun selalu mengatakan kalau dirinya meminta jodoh terbaik kepada Tuhan tanpa menyebut nama seseorang. Ketika doanya dikabulkan dengan menjauhkan Nizar darinya karena bukan yang terbaik menurut-Nya, Ainun seketika merasa menjadi korban harapan palsu.

Namun, aku tidak akan mengatakan ini pada Ainun. Hatinya sedang sensitif, jadi lebih baik mendoakan saja agar dia mau berlapang dada menerima setiap ketentuan dari takdir. Kalau saja boleh meminta, aku tidak pernah menginginkan masalah seperti ini menimpa kami karena bersahabat dengan Ainun adalah keberuntungan bagi diriku sendiri.

"Kalian dekat sejak masih sekolah sampai belajar di rumah Ustazah Halimah. Pasti Ainun bisa memahamimu juga. Ainun butuh waktu, Alia," tambah mama memegang bahuku lembut.

Aku bisa melihat Nizar mengulum senyum. "Jadi, masalah sudah selesai, ya? Tidak ada pembatalan lamaran dan tanggal pernikahan tetap sama?"

"Iya," jawabku yang hampir terdengar seperti gumaman.

Setelah itu, Nizar langsung pamit karena tidak lama lagi mentari kembali ke peraduan digantikan oleh rembulan. Sekalipun sinarnya kalah terang, tetapi kita lebih leluasa menatap bulan. Ah, apa yang aku katakan? Lupakan semua itu, aku hanya ingin tenang.

***

Selesai mencuci piring, aku langsung kembali ke kamar. Ayah belum juga pulang, mungkin masih ada pekerjaan lain, sementara mama langsung masuk kamar karena kelelahan.

Aku menekuk lutut di samping tempat tidur sambil memandangi layar ponsel menunggu balasan dari Ainun. Ya, pertama-tama aku hanya mengirim salam dahulu sambil menunggunya online.

Nur Ainun Jamilah dan Nizar Abdullah memang kelihatan cocok saat bersama. Sementara aku? Mungkin orang-orang akan menuduhku sebagai perebut jika tahu kalau mereka berdua pernah memiliki hubungan istimewa. Sakit? Tentu saja.

'Biar Tuhan menjadi saksi kalau aku tidak pernah memiliki niat merebut kebahagiaan orang lain apalagi jika dia orang terdekatku.'

Sengaja aku memasang story seperti itu di aplikasi hijau agar Ainun semakin yakin kalau aku sebenarnya masih memikirkan dia. Namun, tidak berhasil mengembalikan Nizar. Sekalipun aku ingin, kalau Nizar menolak, maka semua akan percuma. Aku kasihan pada Ainun dan semoga saja ego tidak membunuh imannya.

Notifikasi Whats-App mengalihkan perhatian. Lekas aku kembali pada kolom percakapan dan membuka balasan Ainun. Bukan balasan salam semata, gadis itu juga menanyakan kejelasannya dengan Nizar karena nomornya sudah diblokir duluan.

Tidak lama kemudian, panggilan masuk dari nomor Ainun. Aku menghela napas panjang, melafazkan dzikir dan doa Nabi Musa berharap Ainun bisa mengerti penjelasan aku nantinya. Panggilan terhubung dan Ainun langsung menodong dengan banyak pertanyaan.

"Betul, aku sudah menyampaikannya sama Nizar. Aku membujuk sebisa mungkin bahkan mengaku menolak untuk melanjutkan hubungan ini sampai ke pernikahan. Namun, ternyata semua usahaku tidak membuahkan hasil padahal aku sudah minta Nizar untuk menikahimu saja dan bukan aku."

"Apa alasannya bertahan selain takdir, Lia? Aku tahu, Nizar pasti mengatakan semuanya adalah takdir."

Berulang kali aku mengusap wajah gusar karena napas memburu. "Tidak, Ainun."

"Katakan atau mulai detik ini kita bukan sahabat lagi!"

"Dia mencintaiku ... katanya." Aku menjawab malas padahal hati berbunga-bunga.

Tidak ada jawaban lagi, hanya isakan kecil yang kini terdengar jelas. Sekali lagi aku memahami keadaan Ainun. Meskipun di luar sana banyak lelaki yang jauh lebih tampan dan mapan, hati tidak bisa berbohong hendak memilih pelabuhan mana untuk berlabuh.

"Kalau begitu lupakan aku sebagai sahabat kamu, Lia. Aku nggak sanggup kalau nanti ngeliat story kamu tentang Nizar. Aku tidak mau cemburu pada seseorang yang bukan milikku sekaligus mencintai orang lain."

"Ainun, kamu itu bilang apa, sih? Nggak ada mantan sahabat. Sampai kapan pun aku bakal nganggap kamu saudara aku meskipun tidak sedarah. Jangan katakan itu lagi!" balasku sedikit emosi mendengar ucapan Ainun.

Terdengar embusan napas kasar dari balik telepon. Ainun memang kadang cepat marah dan susah pulihnya kecuali setelah dibujuk selama tiga kali. Entah benar atau tidak, gadis yang lahir pada hari selasa memang cenderung mudah marah sekaligus membesar-besarkan masalah karena mereka ibarat sebuah api.

"Aku bakal tetap hapus nomor kamu, Lia, sampai hatiku benar-benar pulih atau kamu mengembalikan Nizar untukku. Aku mencintainya dan mungkin tidak ada yang bisa menggantikan Nizar di dalam hati ini."

"Ai–"

"Kalau kamu emang menganggap aku saudara, tidak mungkin kamu menyakiti aku. Alia, kalau aku nggak bisa dapatin Nizar, kamu atau orang lain pun sama."

Setelah itu panggilan diputus sepihak. Aku semakin bersalah dibuatnya. Ingin menyampaikan pada Nizar juga ragu karena bisa-bisa dia menganggap Ainun sebagai gadis aneh yang sulit melupakan padahal tidak terjadi sesuatu di antara mereka.

Aku menggertakkan gigi. Masalah ini membuatku ingin mendaki gunung, kemudian berteriak sekencang mungkin agar unek-unek yang terpendam hilang dibawa angin. Tuhan, apa kesalahanku di masa lalu sehingga Engkau memberi ujian seperti ini?

Nizar Abdullah memang memikat hati gadis mana pun yang menginginkan suami salih. Matanya teduh, mampu memukau siapa saja yang memandang. Ternyata aku adalah calon pemenang di antara banyaknya gadis yang mengharapkan Nizar menjadi suaminya.

"Alia, kamu sudah tidur?" panggil mama di balik pintu kamar.

Aku beranjak, lalu membuka pintu lebar. "Kenapa, Ma?"

"Ayah kamu mau bicara. Dia sudah tahu tentang Ainun karena mama nggak bisa memikirkannya sendiri. Boleh?"

"Iya, Ma." Aku mengangguk lantas maju tiga langkah, duduk di depan televisi. Ayah tidak tersenyum, padahal biasanya sering bercanda terutama saat malam seperti ini.

Aku mendesah putus asa, lalu memberanikan diri berbicara. "Ayah mau bicara apa?"

"Apa kata Ainun? Apa dia masih mendesakmu untuk pisah sama Nizar? Atau kamu terlalu lemah dan tidak mau memberitahu Ainun kalau kita menjunjung tinggi harga diri, Alia?" Pertanyaan ayah seperti sebuah sindiran. Aku menelan saliva, menundukkan kepala dalam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 88. Takdir Itu Selalu Indah

    Bab 88. Takdir Itu Selalu Indah.Setiap hari selalu sama, diisi dengan warna kehidupan yang indah. Seperti dulu, seolah tidak ada kisah kelam di masa lalu yang menyebabkan hati hancur tanpa kepingan lagi.Ainun bahagia berada di dekat teman-temannya, tetapi tentu saja ada masa dia menangis dalam kesendirian mengingat orang yang telah mendahului.Semua orang bahagia meski tidak ada kabar dari Rania. Semenjak pindah ke Manado, dia menghilang bagai ditelan bumi. Namun, mereka semua berusaha untuk terlihat santai walau khawatir pindah agama.Tak terasa sudah dua tiga berlalu. Usaha bakso meriang pun tidak lagi berada di depan rumah Bu Zahra melainkan di sampingnya. Jadi tetangga sebelah rumah Alia pindah ke luar kota, jadi mereka membeli lokasi itu karena lumayan luas.Rumah diratakan, lalu membangun warung makan yang lebih terkesan mewah dan bersih. Sementara pada tingkat dua adalah rumah Nizar dan Alia."Cie yang mau nikah. Jadinya sama

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 87. Pengaruh Ngidam

    Bab 87. Pengaruh NgidamAlia pulang ke rumahnya setelah siang karena Nizar yang meminta. Sementara Ainun berkumpul dengan keluarga Diqi, mereka begitu baik karena mau membantu Ainun.Sebenarnya perempuan itu merasa sedih, seolah dilupakan oleh Rania. Dia hanya menanggapi status Face-book tentang kematian sang umi dengan emotikon sedih, tanpa mengirim pesan apalagi memunculkan batang hidungnya.Dia terbuai oleh godaan Cris. Mereka terlalu bucin sampai lupa pada teman dan yang lainnya. Mereka seperti perangko, menempel siang dan malam. Rania melangkah semakin jauh dari Tuhannya."Kamu pake parfum kopi ya?"Sebelah alis Nizar terangkat tipis. "Iya, emang selalu pake, kan?"Alia mengulum senyum, kemudian memeluk erat Nizar padahal posisinya sedang berada di depan rumah. Untung saja lagi sepi pelanggan siang itu karena cuaca benar-benar panas.Menghirup lekat-lekat aroma parfum Nizar, membuatnya mengulum senyum. "Suka banget!""Lepa

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 86. Aroma Menyengat

    Bab 86. Aroma MenyengatPukul delapan pagi, Ainun baru saja keluar dari kamar mandi tepat setelah Nawaf dan Nizar pulang karena harus bekerja, begitu pula dengan kedua mertuanya.Saat tiba di dalam kamar, aroma sabun lemon menguar begitu saja sampai menusuk indra penciuman Alia yang sedang sibuk berkirim pesan dengan suaminya."Ainun!" pekik Alia merasa mual. Dia berlari keluar dari kamar sambil menutup hidung rapat. Kepalanya mendadak pusing, keringat membasahi pelipis.Perempuan yang baru saja ingin mengambil daster panjang dalam lemari pakaian itu mengerutkan kening, bingung. Kenapa Alia menutup hidung seakan mencium bau busuk atau menyengat?Padahal selama ini selera sabun mereka sama. Lantas, kenapa? batin Ainun penasaran.Sementara dalam kamar mandi, Alia muntah sedikit. Setelah itu mengambil minum dan langsung meneguknya setengah gelas. Dia terduduk lesu di meja makan sambil sesekali menghela napas panjang."Kamu kenapa, sih?"

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 85. Jangan Tinggalkan Aku

    Bab 85. Jangan Tinggalkan Aku"Jangan larut dalam kesedihan, Ainun. Perbanyak doa untuk umi, semoga Allah menerima semua amal kebaikannya," kata Ustazah Halimah begitu melihat perempuan itu duduk di dalam kamarnya, menatap kosong dalam pelukan Alia."Umi sudah nggak ada. Sekarang aku yatim piatu, Ustazah," balas Ainun lirih. Tidak ada lagi air mata yang mengalir di sepanjang pipinya.Puncak dari segala kesedihan adalah ketika mata tak lagi mampu menangis. Kehilangan kedua orang tua sangat menyakitkan, membuat Ainun merasa sendiri di dunia.Sakit yang disebabkan kehilangan itu tidak memiliki obat. Mereka bilang, hati akan pulih seiring berjalannya waktu. Akan tetapi, menurut Ainun berbeda. Sampai kapan pun, rasa sakit itu akan selalu ada.Apalagi karena kehilangan orang tua, di mana setiap insan tidak bisa terlahir kembali. Orang tua adalah sosok yang tidak ada gantinya. Mereka ada dalam hati, di tempat paling istimewa.Perempuan itu menunduk

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 84. Berujung Air Mata

    Bab 84. Berujung Air MataEmosi Diva meluap sampai ke ubun-ubun. Baru saja si Kemayu itu ingin menyerang Ainun ketika Diqi lantas mendorongnya.Diqi sudah berjanji akan melindungi Ainun dalam keadaan apa pun bahkan jika harus kehilangan nyawa sendiri. Dia memberi tatapan tajam, dingin tak tersentuh pada Diva. "Jangan berani menyentuh istriku atau kamu harus berakhir di rumah sakit!" ancamnya serius."Serius amat, Yang? Padahal kalau kamu bagi nomer Whats-App, kan, gak bakal seribet ini. Ayolah!" Diva mengedipkan sebelah mata, sengaja ingin menggoda Diqi.Namun, siapa yang akan tergoda padanya? Setiap lelaki normal itu mencintai wanita dan bukan waria. Diqi sangat tahu bagaimana Islam melarang perbuatan yang meniru umat terdahulu, sebut saja Kaum Sodom."Minggir!" Ainun dengan penuh keberanian mendorong bahu lelaki kemayu itu sampai harus tersungkur ke belakang. Beberapa pasang memperhatikan mereka. Ada yang merasa kasihan ada pula yang menganggap m

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 83. Senyum Tanpa Makna

    Bab 83. Senyum tanpa Makna"Kamu beneran hamil, Sayang?" tanya Nizar sangat antusias. Kedua matanya berbinar, lalu bulir bening menggenang di sana."Iya, alhamdulillah. Sebentar lagi kamu akan jadi seorang ayah." Alia mengulum senyum, tidak lama setelah itu Nizar langsung menariknya masuk kamar agar bisa leluasa memeluk sang istri.Sebenarnya bisa saja melakukan itu di luar, tetapi khawatir tertangkap basah sama Bu Aminah dan Pak Abdullah, mereka bisa malu. Di dalam kamar, Nizar memeluk erat istrinya sambil menghujaninya dengan kecupan lembut di seluruh wajah."Makanya tadi aku suruh mandi dulu sebelum ngasih tahu, takut bau jigong!" kata Alia setelah Nizar melonggarkan pelukannya.Namun, lelaki itu tidak menanggapi. Dia menuntun Alia untuk duduk di tepi ranjang, setelah itu dia akan mensejajarkan wajahnya dengan perut Alia yang masih sangat rata.Tangan kanannya mengusap perut perempuan itu. "Anak abi. Apa kabar, Sayang? Oh iya, kamu jangan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status