Hari pernikahan yang sial Nathan menatap mereka dengan kemarahan. Herlina yang mencoba untuk mendekat namun, di libas begitu saja olehnya hingga bibirnya pun mengeluarkan darah segar. Situasi sudah memojok, Herlina dan ibunya berdiri mematung di tempat. Tidak ada lagi kata, tidak ada lagi pembelaan diri. Hanya terdengar dengusan berat dari mereka berdua. Hanya sesekali Herlina menyeka air matanya. Pipinya perih, bibirnya juga perih. Namun hanya diam yang sekarang bisa dia lakukan. Begitu dokter itu keluar dari ruangan Tina, Nathan segera menghampirinya dengan langkah yang linglung. "Bagaimana keadaannya?" Tanyanya singkat. Namun tegas. "Pendarahan sudah kami hentikan. Untung saja kamu cepat membawanya. Jika tidak, maka kandungan nya tidak bisa di selamatkan." Nathan menghela nafas lega. Lega mendengar kabar Tina baik-baik saja. "Bolehkah aku masuk, Dokter?" Tatapan tajam langsung tertancap padanya seketika membuat dirinya tidak bisa lagi bert
Tina Kenapa Yaa? "Bagaimana dia bisa tau nak? Aduh,, bisa bahaya ini Bu, jika Herlina udah tau. Dia juga pasti nekat sama persis seperti Salma." Jawab sang paman dengan raut wajah sedih rasa khawatir. "Kalian tidak perlu khawatir tentang itu, kan Tina akan selalu di jaga dengan baik. Kami pastikan Tina akan aman dan baik-baik saja." Ujar Nyonya Marissa. Tanpa banyak basa-basi lagi, hari lamaran itu berakhir. Dan pada akhirnya Tina menerima lamaran itu. Tapi, siapa sangka, mereka berdua berdiri di luar rumah itu dan mendengar semuanya ucapan demi ucapan itu. Herlina begitu geram dan emosi mendengar percakapan itu. Orang yang seharusnya di lamar itu adalah dirinya, bukan adiknya, Tina. Itu pikirnya. *** Tidak terasa, hari yang mereka tunggu-tunggu pun tiba. Hari ini adalah hari pernikahan mereka. Namun, mempelai wanita tak kunjung keluar ke altar pernikahan. Ada apa ini? Kemana Tina? Kenapa mempelai nya tidak hadir? Itulah gosip desas desusnya yang keluar
Bisa di bedakan ya... Ibu Salma terperanjat kaget mendengar ucapan Nathan yang begitu tegas. Namun, hanya sesaat. Ibu Salma masih mencari muka. Mencari alasan dan juga mencari kesempatan dalam memanfaatkan kata-katanya. Namun, semua itu sia-sia. Nathan juga Nyonya Marissa tidak mau mendengarkan dirinya lagi. Nyonya Marissa bangkit dan melangkah keluar, di ikuti Nathan yang kemudian menggenggam erat tangan Tina juga dia tarik keluar. "Sudah. Tidak perlu ditekuk begitu. Bukan salahmu. Hanya sikapnya yang buruk. Ayo, kita temui pamanmu." Ucap Marissa berusaha menenangkan Tina. Tina hanya mengangguk pelan. Kemudian mereka melangkah kerumah pamannya. "Assalamu'alaikum, paman." Sapa Tina memberi salam. "Waalaikumsalam. Ehh kamu nak. Kemana saja kamu nak? Kamu tinggal dimana selama ini?" Tanya sang paman yang segera keluar menghampiri keponakan nya juga memeluknya erat. "Aku baik baik saja kok paman. Aku tinggal di kota bersama mereka." Paman segera menoleh
keterkejutan " Akhirnya kamu pulang juga, kamu tau juragan itu masih menunggu mu, walupun dia banyak istri sepertinya dia menyukai mu." Ucap ibu Salma begitu melihat putrinya pulang. Ibu Salma menjadi antusias dan segera menekan nomor untuk panggilan di ponselnya. "Aku kesini bukan sendiri dan juga bukan untuk juragan itu." Ucap Tina sebelum panggilan telepon itu tersambung. Ibu Salma membelalak sesaat dan kemudian dia tertawa sinis. "Benarkah ? Bersama siapa kau kesini? Kamu sudah dijodohkan dengan juragan itu, jadi jangan macam-macam." " Aku kesini bersama mereka." Tina menunjukkan jarinya ke arah Nathan dan juga ibunya yang berdiri di belakang nya. Melihat orang-orang di belakang Tina, ibu Salma tiba-tiba tersenyum ramah. Dirinya memeriksa orang itu dari ujung rambut hingga ujung kaki. Matanya menalisik penampilan mereka dengan seksama. "Kalian pasti tamu Herlina. Kenapa berdiri saja, ayo, silahkan masuk." "Kamu ini.
Target salah sasaran Saat ini, Tina masih di antarkan ke villa bersama bik Misna. "Bik, badanku kok pegel ya." Keluh Tina. "Non baik atau ada sakit? Apa non masuk angin?" "Tidak tau bik. Bangun kok terasa badan begitu pegel." "Mungkin efek bangun tidur kali non." Tina mengangguk pelan kemudian beranjak ke taman belakang. Tina duduk di sana menikmati udara segar di pagi hari. Tak lama kemudian, bik Misna pun datang dengan membawakan nampan berisi sarapan pagi untuknya. Tak terasa hari sudah siang saja. Merasa bosan dirumah tanpa melakukan apapun, Tina minta izin untuk keluar sebentar. "Ternyata di sini kamu. Semua ini gara-gara kamu." "Bukan kok. Semua ini karena keserakahan kamu. Sok Sokan." "Berani ya kamu bicara begitu denganku. Awas saja kamu!" Herlina pun segera memanggil orang-orang yang selama ini mencarinya. Yaitu juragan yang mau di jodohkan dengannya. Tina begitu syok dan kaget. Tina mundur perlahan, mau berbalik badan dan melarikan diri namun, suruhan
Pengakuan bermakna Tak butuh waktu lama, Tina pun selesai di rias. Tina keluar dengan penampilan dan dres yang anggun dan mempesona. Mata yang tadinya tajam kini berubah menjadi mata yang dingin, Nathan menatap Tina tanpa berkedip sedikit pun. Begitu cantik. Begitu anggun. Namun, mulutnya merasa kaki untuk mengatakan nya. Setelah duduk sebentar, akhirnya azan magrib berkumandang. Begitu waktu magrib sudah berlalu, Nathan segera bangkit dan menuju tempat parkiran mobil nya. Tanpa aba-aba. Tina hanya bisa mengikuti langkah nya dari belakang. "Tuan, tunggu. Kok jalannya cepat banget sih." Gerutu Tina yang sedikit berlari mengejar langkah Nathan. Namun, pria itu tidak merespon. Dia tetap pada kesombongannya. Dia berjalan lebih cepat menuju mobilnya. "Masuklah." Ucapnya datar. *** Dua puluh menit kemudian, mereka tiba di restoran ternama di kota itu. Tampak di sana sudah duduk Nyonya Marissa yang menunggu mereka. Begitu mereka mendekat, mulut Marissa t