Yasmin merasa ada yang tak beres, ia lekas memegang lengan Kania. Wanita itu memandang dengan ekspresi khawatir, sementara para preman menyeringai melihat dua perempuan di hadapan mereka. "Bastian!" pekik Kania. Mendengar namanya keluar dari bibir Kania, lelaki itu menyeringai. Ia bersidekap dan memandang sang gadis dengan tangan bersidekap. "Senang mendengarmu memanggilku, kemana aja? Udah lama gak ketemu pasti kamu kangen ya," goda Bastian. Saat berkata demikian Bastian melangkah mendekat, membuat Kania membulatkan mata. Dengan spontan menunjuk lelaki itu dan berteriak. "Berhenti! Jangan macam-macam, kalian mau apa. Kalau enggak aku bakal teriak biar kalian dipukulin warga," seru Kania. Suaranya lumayan keras, nada suara menunjukan ketegasan dalam situasi yang tegang ini. Bastian langsung tertawa mendengar perkataan Kania, tawa lelaki ini menular pada sang bawahan. Membuat kedua perempuan ini melotot dan Kania mengigit bibir karena cemas. 'Jangan mendekat!" Yasmin berteriak
Sedangkan di tempat lain, dua perempuan itu kini berada di dalam gedung. Tubuh mereka didudukan ke kursi dan diikat dengan kencang. Ruangan tersebut banyak sekali debu dan sangat lembab karena tak terpapar sinar matahari. Sangat sepi tidak ada kendaraan berlalu lalang, tempat ini sangat pas untuk markas penjahat. "Bos, dia masih tidur. Apa kita bangunin?" tanya salah satu preman.Bastian langsung menoleh ke arah asal suara, lalu menggelengkan kepala. "Gak perlu, kita istirahat sebentar aja. Lagian dia gak bakal ada yang nyari, aku pernah liat Ibu dan adiknya pergi ke bandara," balas Bastian.Mereka menghela napas kecewa lalu menganggukan kepala. Semua segera meneguk air karena merasa haus, sedangkan orang yang memata-matain Kania baru saja sampai. Lelaki itu selalu melakukan video call dengan Devano, tak lupa memakai headset untuk mendengar perintah sang bos. "Cepatlah masuk! Apa yang lain belum sampai," seru lelaki itu.Mendengar perkataan Bosnya, ia segera menjawab lalu dia seger
Bastian mengeluarkan suara penuh amarah, bahkan nada suara gemetar saking emosinya. Sedangkan lelaki yang tadi hendak membuka ikatan pada Kania beralih ke Yasmin, ia segera melepaskan wanita ini walau sesekali mendesah akibat bersentuhan kulit. "Kau diberi obat perangsang," ucap lelaki itu.Yasmin hanya mengangguk lemas, ia sesekali meneguk ludah beberapa kali. Melihat wanita yang baru di bantu lepaskan, pakaiannya terkoyak segera ia melepaskan kaos dan memberikan pada Yasmin. "Cepatlah, pakai! Nanti kamu bakal menyesal kalau gak buru-buru," perintah lelaki itu.Wanita itu menggelengkan kepala beberapa kali, keringat bercucuran di tubuhnya. Melihat hal ini lelaki tersebut saat melihat seember air segera mengambil dan menyiram Yasmin, membuat perempuan ini memekik. "Apa yang kamu lakukan!" teriak Yasmin. Pria tersebut mengedikan bahunya, dia segera memegang pakaian yang di pakai mereka. "Cepat ikut aku, kalau enggak kalian kena tinju diperkelahian ini," serunya. Yasmin menatap mu
Setelah berkata demikian ia lekas memasuki handphone ke saku, dia memilih bangkit dan berkeliling melihat keadaan kediaman ini. "Rumah jelek gini kamu sampe segitunya," gumam Devano mencibir. Ia memandang kediaman Kania yang membutuhkan banyak renovasi, sedangkan sang wanita baru saja selesai berpakaian dan bergegas ke dapur untuk memasak. "Yah ... cuma ada mie instan," ujar wanita itu. Wanita itu terdiam sejenak, dia bingung harus bagaimana. Jika untuk diri sendiri gak masalah, sedangkan ini kan Devano yang meminta. "Kenapa kamu malah diam aja!" tegur lelaki tersebut. "Apa kamu gak tau aku kelaparan." Kania langsung menoleh lalu mendapati lelaki itu sudah di dekatnya. Jarak mereka hanya beberapa centimeter saja. Wajah Devano mendekat, membuat perempuan ini spontan mundur dan segera ditahan oleh lengan majikan yang memegang lehernya. "Kenapa mundur, hmm ...." Dengan ragu Kania menggelengkan kepala, membuat Devano menatapnya. Wanita itu lekas meraih mie instan lalu memperlihat
Sedangkan di tempat lain, lelaki yang membawa Yasmin itu kini ia membawa perempuan tersebut ke kediaman. Lekas menarik pembantu Devano menuju bilik mandi dan mengguyur hingga basah kuyup, bahkan teman bekerja Kania dulu ini memekik. "Dingin ...!" Lelaki yang mengguyur Yasmin tak menghiraukan, dia berusaha menahan diri agar tak menerkam wanita di hadapannya. "Kamu udah sadar?" tanya pria ini.Yasmin mengangguk lemah, membuat pria tersebut menghela napas. Dia segera mengambil handuk lalu melemparkan pada perempuan tersebut. "Cepat keringkan badanmu, jangan sampe sakit," serunya. Wanita itu segera mengeringkan rambutnya terlebih dahulu, sedangkan pria tersebut lekas keluar dari bilik mandi dan menutup pintu. Sedangkan lelaki yang baru pergi itu langsung menyandarkan tubuh di dinding, ia memegang dada terasa berdebar lebih cepat. "Gila! aku kayanya harus mandi air dingin juga. Mendingan mandi di kamar satu lagi," gumamnya. Setelah berkata demikian lelaki itu lekas meraih handuk ya
"Akhirnya kalian ada di sini! Cepat bayar hutang Ibumu," sentak perempuan tersebut. Mendapatkan omelan saat membuka pintu, Kania lumayan syok. Apalagi ada beberapa orang juga di belakang wanita berdaster itu. "St ... Dia Kania bukan Dania, jangan gitu deh. Kasian dia," tegur salah satu perempuan di belakang. Mendengar teguran itu, perempuan berdaster menoleh dan mendengkus. "Biarinlah! Dia juga anaknya kan. Tetep aja hutang harus dibayar, udah lama juga rumah ini kosong. Bahkan hampir mau di robohin sama orang, bikin aku syok aja takut mereka kabur," semburnya. Mereka hanya bungkam mendengar amarah perempuan itu, semua paham apa yang dipikirkan sang empu. Apalagi mengingat nominal lumayan banyak, melihat keadaan ini Kania segers mendekat dan memegang lengan wanita yang memberi hutang pada Ibunya."Kita bisa bicara di dalam, Bu? Jangan disini, banyak orang," kata Kania pelan. Wanita itu langsung menghempaskan tangan Kania yang memegang lengannya. "Gak mau! Pasti kamu mau minta t
Semua terkejut mendengar suara Devano, terdengar sangat penuh amarah. Bahkan tatapan dan dari gerakan tubuh lelaki itu terlihat jelas, dia langsung bergegas mendekati sang wanita. Sedangkan beberapa orang yang ada di depan pintu mulai cemas, ia kaget dengan bentakan pria kaya di hadapan mereka. "Tuan, kami gak ngapa-ngapain dia kok," elak perempuan seumuran Kania. Devano hanya melirik sinis, dia segera berjongkok dan memegang bahu Kania. Wanita tersebut langsung memandang sang pria, ia melabuhkan pelukan pada lelaki yang menawannya. "Udah, jangan nangis! Aku gak mau lihat kamu nangis, atau aku bakal menghukum mereka," bisik pria tersebut. Kania berusaha untuk meredakan tangisannya, sedangkan wanita seumuran kakak Dania ini mengepalkan tangan. Dengan gerakan cepat dia mendekati lelaki itu dan memegang lengan pria pujaannya. "Apa yang kamu lakukan, sialan!" Pria ini langsung memaki dan menghempaskan bahkan menendang wanita tersebut. Lelaki yang disentuh itu segera memegang mulut l
Devano dan Kania melanjutkan mengisi perut kembali, walaupun sudah malas untuk makan tetapi karena uangnya yang keluar jadi perempuan tersebut memilih memakan. "Kamu ini ya! Belum pernah koki buatin makanan kaya gini," lontar Devano.Kania yang mendengar meringis, ia langsung menatap Devano. Karena tak ingin mendapatkan amukan emosi pria tersebut lagi. "Tuan kan punya saldo, kenapa gak beli makanan di luar aja. Malah menyuruhku memasak, jadi ya maklumi tangan dan otakku itu cuma bisa memasak masakan orang kampung," jawab perempuan tersebut. Lelaki tampan ini menganggukkan kepala dan mengulum senyum mendengar jawaban Kania. "Gak perlu! Setidaknya masakanmu ini masih bisa aku cerna. Ingat! Kamu hanya boleh memasakanku aja," seru Devano. Kania mengiyakan perkataan Devano, lalu beberapa menit kemudian mereka dihantam keheningan. Wanita itu melirik sang pria yang sangat lahap mengisi perut, ia menggelengkan kepala lalu tersenyum kecil. "Dasar, bilangnya gitu tapi makanan sampe limit