LOGIN"Jangan, Tuan! Stop, jangan lakuin itu, saya mohon," pekik Kania. Wanita itu terus menjerit kala lelaki yang menjadi majikannya kini menarik pakaian dengan sekali sentakan. Membuat baju itu robek, memperlihatkan miliknya yang ditutup bra. Merontah meminta dilepaskan, tetapi sang empu seperti menganggap angin lalu. "Kamu milikku!"
View More"Jangan, Tuan! Stop, jangan lakuin itu, saya mohon," pekik Kania.
Wanita itu terus menjerit kala lelaki yang menjadi majikannya kini menarik pakaian dengan sekali sentakan. Membuat baju itu robek, memperlihatkan miliknya yang ditutup bra. Merontah meminta dilepaskan, tetapi sang empu seperti menganggap angin lalu."Kamu milikku!"Setelah berkata demikian, Devano segera melakukan hal yang sama sekali belum pernah ia lakukan. Karena saat bersentuhan dengan wanita, ia akan merasa mual dan mengeluarkan cairan putih. Bahkan yang tidak sengaja bertabrakan dengannya, akan dimarahi bahkan sampai dipecat."Aku kotor ...."Kania memejamkan mata, ia terus meringkuk di kamarnya. Setelah bangun dan mengingat kejadian itu, wanita tersebut bergegas pergi dari kediaman Devano. Bahkan berusaha melawan rasa sakit yang terasa di area kewanitaan."He anak sialan! kamu kenapa, cepat buka pintunya! bukannya kerja malah balik ke rumah," omel sang Ibu.Wanita yang melahirkannya itu menggedor-gedor pintu kamar, sedangkan Kania sama sekali tidak mengeluarkan suara. Ia terus terisak karena ingatan kejadian semalam selalu terbayang. Sedangkan di tempat lain, Devano mengerang dan memijit kening karena terasa sangat pusing."Pusing."Hanya kata itu yang keluar, mata lelaki tersebut membulat kala melihat kamar yang biasanya selalu rapi kini sangat berantakan. Lalu kilatan ingatan menyerang, ia beberapa kali memejamkan netra karena merasa pusing."Kenapa aku tidak kambuh saat menyentuh wanita itu," gumamnya."Sialan! kenapa aku bisa lepas kendali. Aku harus cari gadis itu," lanjut Devano.Ia segera bangkit dari tidur lalu dengan cepat membungkus tubuh dengan handuk. Lelaki tersebut lekas mengambil handphone di nakas dan mengirim pesan pada asistennya.[Cepat kumpulkan para pelayan! selesai aku mandi semua harus sudah berada di ruangan tengah!]Setelah mengirim pesan tersebut, Devano melempar benda pipih itu ke kasur dan melangkah santai menuju bilik mandi. Ia mulai membersihkan diri, lalu bayangan-bayangan kejadian semalam membuat pria ini menggeram."Sialan! kenapa aku jadi seperti ini."Devano akhirnya memilih membersihkan diri dengan air dingin. Setelah selesai ia segera berpakaian dan melangkah keluar dari kamar. Sesampai di ruang tengah, dia menatap sang asisten yang langsung menyambut."Ada apa Tuan menyuruhku mengumpulkan mereka? apa ada yang membuat masalah," lontar Alex.Lelaki itu tidak menyahuti lontaran Alex, ia memilih menatap semua pelayan dengan melangkah perlahan sambil memandang dingin mereka. Tatapan Devano seperti sebuah pisau yang hendak dihunuskan pada mereka, membuat para pembantu tersebut menundukan kepala."Ada pelayan yang kurang," ucap Devano datar.Suara pria tersebut seperti hujan es yang berjatuhan, membuat mereka mengigil. Mendengar itu, kepala pelayan mengeyitkan kening. Ia melangkah mendekati Devano, wanita tersebut tak berani menatap langsung sang majikan, memilih memandang lantai yang dipinjak."Bukannya Kania sudah izin pada Tuan? Soalnya hanya dia yang hari ini tidak ada."Dia berkata dengan gemetar, mendengar itu mengatupkan bibir tangannya terkepal menahan amarah."Kenapa membiarkannya pergi! Cepat suruh dia kembali ke sini! Saya sama sekali tidak pernah memberikan izin pada Kania," seru Devano tajam."Kalau sebelum sore dia tidak kembali, siap-siap menganggur!"Setelah berkata demikian, lelaki itu beranjak pergi. Sedangkan kepala pelayan tersebut sangat syok, ia bahkan masih mematung di tempat."Beraninya dia pergi tanpa izin dariku," gumam Devano geram.Pria berjas itu mengepalkan tangannya, ia sangat kesal dengan kepergian Kania. Dari semua wanita yang berlomba-lomba mendekati untuk terikat dengannya, wanita tersebut malah langsung pergi setelah melakukan hubungan ini bersamanya. Devano sangat merasa terhina akan hal yang dilakukan Kania."Awas kamu! Setelah pulang aku akan menghukumku," ucapnya dingin.Sedangkan sang asisten mengikutinya dari belakang, ia hendak memberitahu hal penting. Tetapi melihat aura yang menyeramkan keluar dari tubuh Devano, nyalinya menciut."Kakak, kapan kamu pulang honeymoon sih! Adikmu ini berasa ada di neraka. Hawanya sangat panas," batin Alex.Devano menghentikan langkahnya, Alex yang tengah melamun sampai hendak menabrak lelaki tersebut. Beruntung ia segera berhenti, pria ini segera berbalik dan menatap tajam adik Wiliam."Segera cari informasi tentang Kania! Saya ingin satu jam sudah beres, dan informasi itu sudah berada di meja kerja saya!" perintah Devano."Kamu kerjakan perintah saya, biar saya menyetir sendiri ke kantor."Setelah berkata demikian, Devano segera melangkah pergi lagi. Sedangkan Alex dengan tergesa-gesa mulai melaksanakan tugasnya, ia bahkan sampai berlari mendahului sang majikan untuk bergegas mencari informasi tentang Kania."Sebenarnya anda ini melakukan salah apa sih! Sampe Tuan Devano, ah ... sudahlah. Mendingan cepat-cepat kerjain tugas ini, kalau telat bisa-bisa jadi ayam cincang saya," ucapnya.Alex memilih melajukan kendaraan agar segera melaksanakan perintah atasannya. Sedangkan di kediaman Kania, sang Ibu tengah gelisah saat melihat orang yang memberikan ia hutang kini berada di depan pintu."Bukan pintunya sialan!" teriak lelaki itu.Sedangkan putri wanita itu yang terlelap, ia merasa terganggu akibat gedoran dan teriakan tersebut. perempuan tersebut segera bangkit dan menatap Ibunya dengan mengeryitkan kening."Siapa di luar, Bu? kenapa mereka sangat berisik. Tidurku jadi terganggu," ucap Dania menggerutu.Sang Ibu menoleh kala mendengar suara puteri kesayangannya. Ia menghela napas dan matanya membeliak kala mendapati pintu berusaha di dobrak sesuai ancaman suruhan lelaki tersebut."Ibu, nanti pintu rumah kita rusak gimana! Kakak bodoh juga belum mengirimkan uang ke rekeningku," ujar Dania.Wanita itu mengembuskan napas kasar, ia segera berlari ke pintu depan dan bergegas membukanya. Lelaki yang berusaha menobrak tersebut sampai tersungkur ke lantai membuat dia menggeram kesal dan menatap tajam Ibu dua anak ini."Kamu bilang ke kalau mau dibuka pintunya!" sentak pria tersebut.Ibu dua anak itu hanya meringis lalu meminta maaf, ia langsung menatap orang yang memberikannya hutang. Terlihat dia bersidekap dan memandang sinis Erna."Tau kan hari ini hari apa? cepat mana uangnya!" geramnya.Lelaki tersebut menyodorkan tangan dengan tatapan sinis lalu sesekali melirik Dania yang menundukan kepala. Ia tau jika Ibunya memilih hutang pada seseorang, seringai pria itu memhuat dia menarik baru Erna."Maaf, Bos. Uangnya belum ada,Kania belum mentransfer uang gajiannya," ucap Erna pelan.Mata lelaki itu langsung melotot seperti netranya hendak keluar dari tempat. Ia bersidekap dan menatap Dania dengan pandangan tak biasa, melihat hal tersebut Erna segera menyembunyi putri bungsunya ke belakang tubuh."Aku bisa menganggap hutangmu lunas,tapi berikan anak perempuanmu, kalau putrimu itu perawan aku akan memberikan uang lima puluh juta," lontar lelaki itu enteng.Dania semakin ketakutan ia mencengkram erat pakaian Ibunya, mendengar lontaran orang yang memberikan hutang diam langsung menggeleng membuat lelaki itu melotot. Lalu sebuah ide terlintas di otak dan dia segera menyeringai."Benarkan Bos? Kalau aku memberikan anak perempuanku kamu akan menganggap hutangku lunas? Dan memberikanku uang lima puluh juta untuk keperawanan putriku," ujar wanita itu.Putri bungsu wanita tersebut langsung membulat, sedangkan lelaki yang memberikan penawaran itu menyeringai. Bahkan air liur hendak menetes di mulutnya, Dania bergidig ngeri. Dia lekas menarik perempuan yang melahirkannya ini."Ibu apa-apaan sih! Kamu mau menjualku," omel Dania.Erna memutarkan bola mata dan menjitak kening."Kamu tuh otaknya taruh dimana sih! Emang cuma kamu putri satu-satunya, kan ada ...."Ucapan Erna membuat Dania sumringah, teriakan pengawal lelaki itu membuat wanita tersebut segera menyuruh anaknya untuk mendandani Kania. Sedangkan ia berlari dan herdiri di tempat semula."Ayo masuk dulu, Bos! Kamu tunggu putriku berdandan dulu. Pasti Bos akan senang akan kecantikan yang dia miliki, bahkan anakku satu ini bisa melakukan pekerjaan rumah, jadi kamu bisa membuat dia seperti pembantu gratis juga," tutur Erna.Beberapa tahun kemudian, kediaman yang bagai istana milikDevano setiap saat terasa begitu ramai. Suara langkahtergesa terdengar, pintu yang dibanting dan nada tinggiseorang remaja memenuhi koridor."Iris, apa yang kamu lakukan!" teriak Fiona.Gadis remaja itu baru berumur enam belas tahun, barumemasuki sekolah menengah keatas. Rupanya cantik sepertiKania tetapi memilih karakter keras Devano. Perempuantersebut keluar dari kamar dengan wajah murka sambilmenarik kasar lengan Iris."Maaf Kakak, aku cuma ...," ucapannya terhenti karenadisela Fiona."Sudah! Kamu memang gak pernah merasa bersalahsedikitpun," omel gadis tersebut sambil menunjuk wajahadiknya.Felix yang baru saja selesai mandi segera keluar dari kamar,lelaki itu hanya melilitkan handuk di pinggangnyamenampilkan dada pria tersebut, bahkan tangan lelaki inisibuk mengeringkan rambut."Ada apa, Fiona ... kamu ini masih pagi sudah marah-marahaja," gerutu Felix."Kenapa kamu memarahi Iris, kasihan dia," lanjut priater
Mendengar perkataan sang suami, jemari Kania yang bergerak untuk bermain dengan Iris berhenti. Wanita tersebut tidak langsung menoleh menatap lelaki yang menikahinya, ia menarik napas dalam dan mengembuskan sedikit kasar. Tetapi masih menjaga agar tidak mengusik bayi kecil dalam pangkuannya. "Devano ...." Ucap Kania pelan, hampir tanpa suara. Wanita itu langsung memanggil nama suaminya, ia menarik napas kembali karena merasa lelah, berusaha menguatkan hati karena luka yang ditoreh sang kekasih. Lelaki itu mendekat satu langkah lalu berhenti, tangannya memegang pakaian sendiri. Seakam takut menyentuh apapun sebelum mendapatkan izin. “Aku cuma ingin kamu aman,” ucapnya lagi.Suara lelaki itu pecah perlahan. "Saat itu. Aku lihat kamu hampir ...."Devano tak sanggup melanjutkan perkataannya, gambaran Kania begitu lemah. Keluar darah dan jantung hampir berhenti begitu menghantui. Perempuan tersebut menoleh, pandangannya tidak marah, hanya dipenuhi rasa lelah membuat dada Devano seaka
Dua hari berlalu, semenjak keluar dari ruang persalinan. Saat bertemu dengan Devano, Kania selalu mendiamkan lelaki itu. Kini pria tersebut tengah mengurus kepulangan sang istri, walau pikirannya berkelana mendapatkan sikap demikian."Mama, Mama sama Papa bertengkar?" tanya Fiona.Kania yang sedang memberikan asi pada putrinya segera menoleh menatap Fiona, tatapan gadis itu penuh penyelidikkan. "Enggak kok, Sayang. Perasaan kamu aja," elak Kania."Mah," panggil Felix dengan suara serak. Lelaki kecil itu bangun dari tidurnya, ia berbaring di sofa dan segera mendudukkan tubuh. "Iya," balas perempuan tersebut.Dia menjawab tanpa menoleh memandang anaknya, karena fokus ke Iris yang berhenti menyusu."Mama sangat fokus ke adik ya, kami diabaikan," lontar pria kecil itu spontan. Felix memang terkenal dengan sikap yang terbuka, ia akan mengeluarkan pemikirannya langsung. Mendengar itu Kania spontan menoleh, dia memandang kedua anak kembarnya lalu menggeleng."Enggaklah, Mama juga perhati
Devano mengendap-endap saat memasuki kamar, lampu di ruangan itu mati. Hanya cahaya kecil dari benda memancarkan keterangan. "Kamu ngapain," seru Kania. Wanita itu duduk di kursi roda, berada di sisi kanan ranjang. Deretan sekat berdiri dengan bingkai emas melengkung begitu anggun dan mewah. Menyembunyi tempat untuk pemilik kamar berbincang sebelum terlelap di kasur empuk atau kedatangan buah hati yang suka tiba-tiba ingin tidur bersama. Mendengar suara sang istri, Devano terhentak lalu menoleh ke asal bunyi. "Sayang!" pekik Devano terkejut. Lelaki itu langsung mendekati sang istri dengan gelagat yang aneh, membuat Kania memicingkan matanya. "Kamu bikin kaget aja, kenapa kamu bangun," lanjut pria itu berbicara. Kania mendelik wanita itu tidak bergerak mendekati suaminya, ia memilih menunggu lelaki tersebut untuk berdiri di hadapan dia. "Jangan mengalihkan pertanyaanku," tegur Kania atau lebih tepatnya menyindir. "Habis dari mana kamu? Kenapa pergi gak bilang-bilang sama aku."
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
reviews