Share

Malam Pertama Berdarah

Penulis: Rien rini
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-18 14:23:39

Kram dan nyeri bercampur menjadi satu, Elena pikir dengan berbaring tenang di kasurnya akan membuat rasa sakit itu mereda, nyatanya terus berlanjut, apalagi keberadaan Aditya yang juga ada di kamar bersamanya, membuatnya gugup dan kurang nyaman. 

 “Pak,” panggilnya pada lelaki yang sedang duduk di dekat jendela sambil memejamkan mata itu. “Pak Ditya!” panggilnya lagi. 

 Mendengar itu, Aditya lantas membuka matanya, ia belum tidur dan sepertinya tidak akan bisa tidur, matanya terpejam hanya untuk menenangkan diri saja. 

 Pria itu menoleh. “Ada apa?” tanyanya. 

 “Sa-sakitnya belum hilang,” jawab Elena sambil meletakkan tangan ke atas perutnya. 

 Aditya sontak berdiri, wajahnya berubah lebih serius dengan kedua alis tebal yang menekuk. Sejak tadi itu yang Aditya khawatirkan, ia seakan belum siap jawaban bila terjadi sesuatu pada Elena. 

 “Ck! Buka selimutnya!” titahnya, Aditya berdiri di samping ranjang. 

 Elena patuh membuka selimut yang menutupinya itu, tangannya tampak gemetaran, kejadian malam itu kembali berputar dan masih menjadi trauma beratnya. Sungguh, Elena masih mengingat bagaimana lelaki di dekatnya itu memaksa untuk melakukan semua tanpa kendali. 

 “Itu apa?” Aditya melebarkan matanya kemudian membungkuk guna memastikan, jantungnya seakan diremas-remas begitu melihat noda merah membasahi sprei kasur Elena. “Darah!” pekiknya. 

 Wajah Elena berubah pucat, ia tak merasakan apa pun sejak tadi selain kram dan nyeri, ternyata kakinya seolah kebas hingga tak terasa ada darah mengalir dari intinya. 

 “P-Pak, anakku—”

 “Sebentar!” Aditya berpikir keras, sebisa mungkin mencari solusi sehingga baik dirinya dan Elena sama-sama aman. 

 Lelaki itu lantas menghubungi ibunya yang kebetulan menginap tak jauh dari rumah orang tua Elena, Vera pun tak kalah kaget, beruntung ada Hanung di sana untuk membantunya. 

 Malam itu juga Elena akan dibawa ke rumah sakit, setelah Vera dan Hanung datang. 

"Nak Ditya, kita ikut saja ya, Bapak khawatir Lena kenapa-napa!" kata Haryo cemas.

 “Bapak sama Ibuk di rumah saja, ini murni kesalahan saya pada Elena, kami akan segera kembali!” kata Aditya seolah-olah dirinya baru saja mencelakai Elena di malam pertama mereka karena tak sabar dan sudah bergairah sekali. 

 Dewi dan suaminya mengangguk cemas, malam-malam dibangunkan karena kondisi Elena yang berdarah-darah, padahal malam itu seharusnya dipenuhi dengan harum bahagia juga kepuasan, setidaknya mereka berdua menjalin komunikasi lebih baik.

 Setelah Vera datang, Aditya kembali menggendong Elena ke depan, memasuki mobil sedan hitam itu. 

 “Ma—”

 “Bodoh!” maki Vera berdebar-debar. “Nggak bisa kamu nahan diri?”

 “Astaga, bukan karena itu! Ele jatuh tadi, Ma, Pa!” jawab Aditya sembari meraup wajahnya. “Kita ke rumah sakit—”

 “Cari yang agak pinggiran biar bisa diajak kerjasama!” potong Vera mengingatkan bahwa kondisi Elena sekarang harus dirahasiakan, lagipula orang tua Elena tidak mengetahui tentang kehamilan itu juga. 

 Elena menunduk menyembunyikan air matanya, merasa bersalah pada orang tua juga calon bayinya. 

 Sesampainya di rumah sakit tujuan, Elena langsung dibantu turun depan IGD, wanita itu hanya diam sembari menikmati rasa sakitnya, ia tak sanggup banyak bicara dan hanya bisa pasrah. 

 “Kami periksa dan konsulkan dulu ya,” kata dokter jaga di sana. 

 Semua orang cemas menunggu, Aditya tampak bernego pada petugas di sana untuk merahasiakan kondisi Elena yang sedang hamil. Mungkin, tak ada yang mengenalnya di tempat itu, tetapi harus tetap disembunyikan dari orang tua Elena. 

 “Pak Aditya, dokter ingin bicara, silakan!” kata perawat itu. 

 Aditya mengangguk kemudian meninggalkan Elena bersama orang tuanya. 

 “Apa yang terjadi, Ele?” tanya Vera hati-hati dan menahan diri. 

 Elena meraba perutnya. “Tadi, aku mau manggil pak Ditya untuk istirahat, tapi aku gugup dan takut sampai menabrak lemari terus jatuh. Ini murni salahku, Ma. Pak Ditya menggendongku ke kamar, aku pikir hanya kram biasa,” jelasnya. 

 Vera mendesah sembari meraup wajahnya, ia sudah mengamuk tadi, baru hari pertama saja sudah ada masalah, beruntung tak menderita sakit jantung. 

 “Lain kali hati-hati ya!” kata wanita itu. 

 Elena mengangguk, cukup lama Aditya berbicara dengan dokter sampai kemudian lelaki itu kembali dan membangunkan Elena. 

 “Bagaimana?” tanya Vera beranjak dari duduknya. 

 “Hampir saja keguguran, seharusnya Ele opname, tapi aku beralasan, jadi bisa pulang. Tapi, Ele tidak boleh banyak gerak. Untuk sementara bisa memakai alasan efek malam pertama,” jawab Aditya lantas menatap tajam Elena. “Saya sudah menikahi kamu demi anak ini, bukan? Jangan ceroboh!” tegurnya. 

 “Ditya!” Vera memukul lengan putranya yang dianggap kelewatan. “Jaga bicaramu!”

 Aditya hanya mendengus kemudian memilih keluar daripada tak bisa menahan emosi dan justru berkata kasar, semakin hari semakin berat saja bebannya, alih-alih mendapatkan kemudahan, jalannya justru semakin berkelok. 

 Di dalam, Elena memejamkan matanya, menelan sendiri pedih dan sakitnya hingga pipinya mendadak basah. Ia juga tidak mau di posisi sekarang, tetapi malam itu perlawanannya sia-sia. 

 “Jangan didengarkan ya!” kata Vera menenangkan menantunya. “Sebenarnya, dia peduli dan baik, tapi kalian belum dekat saja. Sabar ya!”

 Elena mengangguk sembari memejamkan mata, fisik dan mentalnya sama-sama sakit, rasanya tak ada tenaga sama sekali, selain untuk diam. 

 Setelah administrasi selesai, Elena mendapatkan izin pulang. Aditya tetap membantu dengan menggendongnya meskipun ekspresi lelaki itu tak ada ramah-ramahnya sampai di rumah. 

 “Biar aku yang ganti spre—”

 “Diam di sana! Tunjukkan saja di mana sprei yang baru!” potong Aditya sedikit meninggikan nada bicaranya, ia tampak menahan geram. 

 Elena menunjuk lemari dengan stiker biru. “Ada di sana, nomor dua dari bawah!” katanya. 

 Lelaki itu langsung membuka dan mencarinya, mengambil satu pasang yang terlipat rapi kemudian memasangnya, setelah mencopot yang lama dan ada bekas darah. 

 “Ini aku—”

 “Nggak dengar kamu tadi saya bilang apa, hah?” Aditya berkacak pinggang, tajam sekali menatap Elena yang ingin membantu. 

 “Maaf, Pak. Aku cuman mau bantu,” jawab Elena dengan mata berkaca-kaca, tak menyangka Aditya akan semarah itu. 

 Suara derap kaki menginterupsi mereka, keduanya kompak menoleh ke arah pintu yang kemudian terbuka dari luar karena belum dikunci. 

 “Apa sih, Ditya?” Vera mendecakkan lidah. “Ini rumah mertuamu, pelankan sedikit suaramu! Ele juga pasti takut,” tambahnya. 

 “Apa?” Aditya tertawa sambil menggelengkan kepalanya. “Mama nyalahin aku?”

 “Iya, sudah! Mama nggak mau ada alasan apa pun, kamu harus baik ke Ele!” jawab Vera lebih berani. 

 Aditya melongo tak percaya, dirinya sudah lelah seperti itu, sedangkan tak ada satu pun orang berada di pihaknya. 

 “Heh, kok diem aja! Udah, lanjutin!” titah Vera sambil menunjuk ranjang. “Buruan kalau bisa!”

 Tidak hanya itu, Vera juga meminta Aditya untuk memindahkan Elena ranjang sekaligus membantu ibu hamil itu ganti baju lebih dulu. 

 “Ma—”

 “Dia istrimu, Ditya, ayo!” 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mengandung Benih Rahasia Atasanku   Tinggal Di Rumah Mertua

    "Is-tri?" Dunia Liona seakan berhenti, otaknya tak mampu berpikir lagi. Aditya menipiskan bibirnya. "Aku jelaskan nanti, sekarang aku harus pergi. Hati-hati!" Lelaki itu langsung duduk ke bangku kemudi, memundurkan mobilnya kemudian pergi dari pandangan sang mantan. Rasa bersalah dan semua penyesalan, hadir tanpa sisa, sakitnya kian merasuk lebih dalam. Mereka masih mempunyai harapan yang sama, bahkan cinta itu masih sangat ada, tetapi waktu untuk berjuang harus mundur kembali karena jebakan sialan malam itu. Rahasiakan! Liona menggigit bibir bawahnya, ia harus menjaga rahasia itu, pernikahan yang janggal dan masih membutuhkan penjelasan. "Apa ini permainan ibumu lagi?" gumamnya geram. *** Terlepas dari satu masalah, nyatanya tidak membuat Elena benar-benar tenang. Sesampainya di rumah milik mertuanya, Aditya yang ingin tinggal mandiri lantas ditentang. "Kondisi istrimu begitu, Ditya! Dia nggak bisa ditinggal sendiri, belum lagi hubungan kalian yang nggak ada

  • Mengandung Benih Rahasia Atasanku   Bertemu Mantan

    Nyatanya, walaupun dirinya seorang duda dan menjabat sebagai presdir, merapikan sprei saja tidak bisa sehingga pelan-pelan Elena membantu, setelah Vera keluar kamarnya. “Apa ada yang sakit?” tanya Aditya waswas, sebab Elena tak kunjung memejamkan mata. Elena menggelengkan kepalanya. “Sudah hampir pagi, mualku mau datang,” jawabnya. Sejak positif hamil, Elena tak perlu melihat jam dinding atau di ponselnya untuk tahu kapan pagi tiba. Rasa mualnya akan datang, bergejolak kemudian merangkak naik dari perut ke kerongkongan, membuat mulutnya terasa pahit juga panas, ditambah lagi kepalanya berdenyut sehingga ia kesulitan untuk tidur meskipun masih sangat mengantuk. Aditya mengatupkan belah bibirnya, ia seakan tak diberi ampun dan jeda sama sekali sejak kejadian itu hingga pengakuan Elena, hidupnya terasa kacau, setiap saat mendebarkan dan menguras pikiran. Dirinya yang dulu bebas memutuskan dan bersikap, sekarang serba terbatas. Bahkan, tidur pun harus terganggu dan tegang seperti

  • Mengandung Benih Rahasia Atasanku   Malam Pertama Berdarah

    Kram dan nyeri bercampur menjadi satu, Elena pikir dengan berbaring tenang di kasurnya akan membuat rasa sakit itu mereda, nyatanya terus berlanjut, apalagi keberadaan Aditya yang juga ada di kamar bersamanya, membuatnya gugup dan kurang nyaman. “Pak,” panggilnya pada lelaki yang sedang duduk di dekat jendela sambil memejamkan mata itu. “Pak Ditya!” panggilnya lagi. Mendengar itu, Aditya lantas membuka matanya, ia belum tidur dan sepertinya tidak akan bisa tidur, matanya terpejam hanya untuk menenangkan diri saja. Pria itu menoleh. “Ada apa?” tanyanya. “Sa-sakitnya belum hilang,” jawab Elena sambil meletakkan tangan ke atas perutnya. Aditya sontak berdiri, wajahnya berubah lebih serius dengan kedua alis tebal yang menekuk. Sejak tadi itu yang Aditya khawatirkan, ia seakan belum siap jawaban bila terjadi sesuatu pada Elena. “Ck! Buka selimutnya!” titahnya, Aditya berdiri di samping ranjang. Elena patuh membuka selimut yang menutupinya itu, tangannya tampak gemetaran, keja

  • Mengandung Benih Rahasia Atasanku   Serba Mendadak

    “Len, mereka siapa?” Dewi melihat satu per satu wajah tamunya yang datang bersama Elena. “Em, mereka—” “Saya kekasihnya Elena, Bu Dewi. Kedatangan saya beserta keluarga ke sini untuk bersilaturahmi sekaligus meminang Elena,” potong Aditya sembari maju ke depan, tepat di samping Elena. Dewi tampak terkejut mendengar pengakuan Aditya, sebab sejak Elena pergi ke ibu kota dengan niat bekerja, ia belum pernah mendengar putrinya itu mempunyai kekasih. Bahkan, terakhir kali Elena mengatakan belum memikirkan soal pernikahan. Tetapi, sekarang semuanya berbalik. “Buk, maaf kalau Lena nggak pernah cerita, aku malu. Tapi, Pa-Mas Ditya punya niat serius ke aku dan nggak mau nunda. Keluarganya juga udah kenal Lena, Buk,” jelas Elena gugup. “Oo, ya sudah! Ayo, masuk dulu!” ajak Dewi kemudian membuka lebar pintu rumahnya. Aditya bersama orang tuanya pun masuk, bangunan rumah Elena masih terbilang lama, tetapi justru itu lebih kuat strukturnya, di dalamnya pun terlihat cukup lega dan

  • Mengandung Benih Rahasia Atasanku   Perjanjian Rahasia

    “Pak Ditya!” ucap Elena berangsur tenang, keringat dingin membanjiri keningnya. Lelaki berkemeja putih itu mengangguk, lalu memberikan instruksi pada perawat di sana untuk meninggalkan mereka sejenak. “Pakai ini!” titahnya membenarkan posisi selang oksigen di depan hidung Elena. “Kondisimu baru saja membaik, jangan banyak gerak dulu!” Alih-alih bisa tenang, walaupun ia tak memberontak seperti tadi, kepalanya berisik sekali. Seingatnya, lelaki itu tidak mengetahui ke mana dirinya pergi dan kapan, tetapi sekarang ada di dekatnya sekaligus menjadi penanggung jawab. Elena menatap awas atasan sekaligus ayah dari calon bayinya itu, ia khawatir Aditya kembali memintanya untuk menggugurkan kandungannya, apalagi mereka sedang ada di rumah sakit dan dirinya tengah tidak berdaya. “Saya mohon bunuh saya sekalian!” kata Elena memohon, matanya merah merebak. “Saya tidak bisa membunuh dia, lebih baik kami pergi bersama jika anda menolaknya, Pak!” Sakit, dadanya terasa sesak karena seluruh

  • Mengandung Benih Rahasia Atasanku   Meminta Tanggung Jawab

    “Pak, saya hamil,” ungkap Elena sembari menunduk, menatap perutnya yang masih rata. Aditya spontan mengalihkan perhatiannya dari benda pipih yang sejak tadi menjadi titik fokusnya, dari sekian banyak balasan email yang didapatkannya, pengakuan dari salah satu stafnya itu menjadi satu hal yang paling tidak diharapkan. Sebelah alisnya terangkat, matanya menatap tajam Elena yang tak memiliki kekuatan. “Kamu tau kepada siapa keluhan ini kamu sampaikan?” balasnya alih-alih iba. Elena mengangguk, ia juga tahu jika yang dilakukannya itu sangat berisiko, tetapi janin di perutnya itu membutuhkan tanggung jawab dan perlindungan. Dan tak pernah Elena melakukan hal bodoh itu sebelum menikah, kecuali karena terjebak bersama bosnya itu. “Minta berapa?” tanya Aditya kemudian membuka lacinya dan mengeluarkan selembar cek. “Atau saya beri kosongan saja supaya kamu bisa menulis sesukamu, hem? Berapa pun tidak masalah karena saya tidak akan melakukan yang lebih, ini!” Selembar cek itu digeser

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status