Share

Bertemu Mantan

Penulis: Rien rini
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-19 19:43:33

Nyatanya, walaupun dirinya seorang duda dan menjabat sebagai presdir, merapikan sprei saja tidak bisa sehingga pelan-pelan Elena membantu, setelah Vera keluar kamarnya. 

 “Apa ada yang sakit?” tanya Aditya waswas, sebab Elena tak kunjung memejamkan mata. 

 Elena menggelengkan kepalanya. “Sudah hampir pagi, mualku mau datang,” jawabnya. 

 Sejak positif hamil, Elena tak perlu melihat jam dinding atau di ponselnya untuk tahu kapan pagi tiba. Rasa mualnya akan datang, bergejolak kemudian merangkak naik dari perut ke kerongkongan, membuat mulutnya terasa pahit juga panas, ditambah lagi kepalanya berdenyut sehingga ia kesulitan untuk tidur meskipun masih sangat mengantuk. 

 Aditya mengatupkan belah bibirnya, ia seakan tak diberi ampun dan jeda sama sekali sejak kejadian itu hingga pengakuan Elena, hidupnya terasa kacau, setiap saat mendebarkan dan menguras pikiran. Dirinya yang dulu bebas memutuskan dan bersikap, sekarang serba terbatas. Bahkan, tidur pun harus terganggu dan tegang seperti sekarang. Ia benar-benar kehilangan dirinya. 

 “Kalau begitu, saya harus apa?” tanya lelaki itu tak bisa berpikir.

 Elena meneguk salivanya. “Maaf, Pak, saya merepotkan,” katanya alih-alih menjawab. 

 “Sudahlah! Katakan saja!” Aditya beranjak bangun, batal tidur sambil duduk di kursi dekat jendela. 

 “Em, tolong ambilkan ember kecil di depan kamar mandi dan tisu kering!” kata Elena segan. 

 Aditya mengangguk kemudian berjalan ke luar kamar, tetapi sebelum itu Elena kembali memanggilnya sehingga mau tak mau Aditya menoleh dan menunggu. 

 “Pak, apa boleh saya minta teh hangat?” tanyanya segan. 

 “Apa?” sahut Aditya tak percaya dirinya diminta membuat teh juga. 

 “Maaf, tapi—”

 “Ya, baiklah! Tunggu!” kata lelaki itu patuh, semuanya sudah berubah dan harus diterima daripada ibunya mengamuk lagi.

 Elena menipiskan bibirnya, tak berani menyahuti lagi sampai Aditya kembali dengan secangkir teh hangat dan baskom sesuai permintaan Elena, ia menyimpannya di atas lemari kecil samping ranjang tanpa mengatakan apa pun, lalu kembali duduk di kursi dekat jendela dan memejamkan mata, Elena hanya terus memperhatikan dalam diam. 

 “Cepat diminum atau kalau mau muntah, keluarkan saja!” titah Aditya mengejutkan, Elena mengira laki-laki itu sudah tidur, ternyata mengawasinya juga. 

 “Iy-iya, Pak,” sahutnya malu, lalu pelan-pelan duduk dan mengambil tehnya, menyeruput sedikit demi sedikit. “Enak sekali,” pujinya lirih. 

 Mendengar itu, Aditya hanya melirik sekejap, lalu kembali memejamkan mata. 

 Rasa mual yang tadi sempat datang, perlahan mereda. Akan tetapi, baru sebentar Elena mencoba tidur, mual itu datang lagi dan tak bisa dibendung. Alih-alih semua keluar di baskom, nyatanya sampai meluber ke lantai dan sebagian di selimutnya. Tidak hanya itu, suara muntahan Elena terdengar sampai ke kamar orang tua sehingga mereka berlarian datang guna memastikan. 

 “Sebenarnya, Lena sakit apa?” tanya Haryo cemas. 

 Wajah Aditya memucat, ia menoleh pada Elena yang langsung menggeleng pelan karena bapaknya menderita penyakit jantung. 

 “Maaf, Pak. Ini efek dari obat tadi, nanti akan membaik. Tenang saja!” jawab Aditya kemudian naik ke ranjang dan duduk tepat ke samping Elena, memeluk wanita itu. 

 Elena sempat tegang, apalagi saat tangan Aditya mengusap-usap lengannya dan kulit mereka bertemu, rasanya ingin kabur saja. Beruntung, para orang tua segera pergi sehingga Aditya bisa menyingkir dari sampingnya. 

 “Astaga, setakut itu aku!” batin Elena. 

 ***

 Dengan berbagai alasan, akhirnya Dewi dan Haryo mengizinkan Aditya sekeluarga membawa Elena kembali ke ibu kota lagi meskipun mereka masih sangat cemas melihat wajah Elena yang pucat, padahal seharusnya wajah itu penuh dengan senyuman usai menikah, selayaknya para pengantin baru. 

 Sepanjang perjalanan Elena lebih banyak diam, ia menahan kuat rasa mualnya karena tak mau merepotkan. Tetapi, hal itu justru membuat kepalanya sakit sekali dan berkeringat dingin, pun wajahnya semakin pucat. Tak tahan lagi, Elena pun membuka kantong kresek yang tadi sempat dibawanya dari rumah, lalu memuntahkan semua. 

 “Ele!” pekik Vera yang kebetulan duduk di sampingnya. 

 Elena tak bisa menjawab, ia terus saja muntah. 

 “Ditya, berhenti!” titah Vera dan Hanung kompak. 

 Aditya mengeram, tangannya pun sempat memukul kemudi sebagai pelampiasan, wanita itu benar-benar menyusahkan. Ia menghentikan mobilnya di depan minimarket, beruntung ada parkir kosong. 

 “Beliin Ele minum, cepet!” titah Vera lagi. 

 Aditya mendesah kesal, tetapi tak bisa menolak. Ia pun keluar mobil dan pergi ke minimarket itu sendirian. Namun, siapa sangka di sana ia justru bertemu dengan mantan istrinya yang entah dari mana. 

 Liona mengulas senyum menyapa mantan suaminya itu. 

 “Heran ya, ke mana aja kamu dan aku pergi, kita selalu ada peluang ketemu. Apa jangan-jangan memang kita ini masih jodoh, hem?” Elena maju mengikis jarak, matanya melirik dua botol air mineral di tangan Aditya. “Tumben beli air mineral aja, buat siapa?”

 Hal kecil, tetapi Liona memang mengenal Aditya dengan baik. Seandainya, waktu itu Aditya lebih memilihnya daripada Vera, hubungan mereka tak akan berakhir karena mereka saling mencintai, hanya saja mertua terlalu ikut campur, Liona tidak tahan. 

 “Mama,” jawab Aditya kemudian beranjak ke kasir, Liona mengikutinya. 

 “Ditya, kita bicara sebentar!” pinta Liona mencekal tangan Aditya, menghentikan mantan suaminya itu. 

 “Jangan sekarang!” balas Aditya, sebab selain ada ibunya, di mobil itu juga ada Elena yang statusnya dirahasiakan. 

 “Kenapa? Kamu takut aku bertengkar sama mama, hem? Biar aku sapa mamamu!” putus Liona keras kepala, wanita cantik itu lantas berjalan ke samping mobil dan membuka pintunya lancang. “Tante!”

 Liona terbelalak kaget, di dalam sana memang ada Vera, tetapi ternyata ada satu wanita lain lagi yang dari wajahnya terlihat lebih muda dari dirinya. Selain itu, wajah pucat Elena dan muntahan di kantong kresek hitam juga aroma minyak kayu putih yang menguar semakin membuat Liona curiga. 

 “Li, ayo kita bicara di sana!” ajak Aditya setelah sebelumnya memberikan dua botol air mineral itu pada Hanung, lalu menggandeng tangan Liona supaya menyingkir. 

 Liona menepis tangan Aditya, ia kembali mendekat dan melihat isi mobil itu, terutama Elena. 

 “Siapa dia?” tanyanya. 

 “Li—”

 “Tidak penting kamu tau siapa yang ada di sini, bukan urusanmu!” jawab Vera langsung memotong. 

 Tatapan tajam Liona spontan beralih pada Vera, wajahnya memerah karena marah. 

 “Aku perlu tau karena ini menyangkut Bang Ditya, anda memang bisa memisahkan kami, tapi jangan coba-coba mendikte dan menyakiti Bang Ditya seenak anda!” katanya. 

 “Li, ikut aku!” pinta Aditya tak mau suasana semakin meradang, apalagi sampai memancing Elena mual lagi. 

 “Ditya, biarkan wanita itu! Ele butuh kamu!” titah Vera tak mau kalah. 

 Sementara tiga orang itu saling beradu mulut, Elena tercenung diam melihat bagaimana Vera menentang Aditya dan Liona yang tampak masih sangat saling mencintai. Ia tidak hanya terjebak di malam itu sampai hamil, tetapi juga terjebak pada hubungan rumit suaminya dengan sang mantan. 

 “Dia siapa, Bang?” Liona mengeraskan suaranya seakan tidak terima, wanita itu juga menangis. “Jawab aku!”

 Elena sontak menatap wajah suaminya, akankah suaminya itu mengaku atau tidak?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mengandung Benih Rahasia Atasanku   Tinggal Di Rumah Mertua

    "Is-tri?" Dunia Liona seakan berhenti, otaknya tak mampu berpikir lagi. Aditya menipiskan bibirnya. "Aku jelaskan nanti, sekarang aku harus pergi. Hati-hati!" Lelaki itu langsung duduk ke bangku kemudi, memundurkan mobilnya kemudian pergi dari pandangan sang mantan. Rasa bersalah dan semua penyesalan, hadir tanpa sisa, sakitnya kian merasuk lebih dalam. Mereka masih mempunyai harapan yang sama, bahkan cinta itu masih sangat ada, tetapi waktu untuk berjuang harus mundur kembali karena jebakan sialan malam itu. Rahasiakan! Liona menggigit bibir bawahnya, ia harus menjaga rahasia itu, pernikahan yang janggal dan masih membutuhkan penjelasan. "Apa ini permainan ibumu lagi?" gumamnya geram. *** Terlepas dari satu masalah, nyatanya tidak membuat Elena benar-benar tenang. Sesampainya di rumah milik mertuanya, Aditya yang ingin tinggal mandiri lantas ditentang. "Kondisi istrimu begitu, Ditya! Dia nggak bisa ditinggal sendiri, belum lagi hubungan kalian yang nggak ada

  • Mengandung Benih Rahasia Atasanku   Bertemu Mantan

    Nyatanya, walaupun dirinya seorang duda dan menjabat sebagai presdir, merapikan sprei saja tidak bisa sehingga pelan-pelan Elena membantu, setelah Vera keluar kamarnya. “Apa ada yang sakit?” tanya Aditya waswas, sebab Elena tak kunjung memejamkan mata. Elena menggelengkan kepalanya. “Sudah hampir pagi, mualku mau datang,” jawabnya. Sejak positif hamil, Elena tak perlu melihat jam dinding atau di ponselnya untuk tahu kapan pagi tiba. Rasa mualnya akan datang, bergejolak kemudian merangkak naik dari perut ke kerongkongan, membuat mulutnya terasa pahit juga panas, ditambah lagi kepalanya berdenyut sehingga ia kesulitan untuk tidur meskipun masih sangat mengantuk. Aditya mengatupkan belah bibirnya, ia seakan tak diberi ampun dan jeda sama sekali sejak kejadian itu hingga pengakuan Elena, hidupnya terasa kacau, setiap saat mendebarkan dan menguras pikiran. Dirinya yang dulu bebas memutuskan dan bersikap, sekarang serba terbatas. Bahkan, tidur pun harus terganggu dan tegang seperti

  • Mengandung Benih Rahasia Atasanku   Malam Pertama Berdarah

    Kram dan nyeri bercampur menjadi satu, Elena pikir dengan berbaring tenang di kasurnya akan membuat rasa sakit itu mereda, nyatanya terus berlanjut, apalagi keberadaan Aditya yang juga ada di kamar bersamanya, membuatnya gugup dan kurang nyaman. “Pak,” panggilnya pada lelaki yang sedang duduk di dekat jendela sambil memejamkan mata itu. “Pak Ditya!” panggilnya lagi. Mendengar itu, Aditya lantas membuka matanya, ia belum tidur dan sepertinya tidak akan bisa tidur, matanya terpejam hanya untuk menenangkan diri saja. Pria itu menoleh. “Ada apa?” tanyanya. “Sa-sakitnya belum hilang,” jawab Elena sambil meletakkan tangan ke atas perutnya. Aditya sontak berdiri, wajahnya berubah lebih serius dengan kedua alis tebal yang menekuk. Sejak tadi itu yang Aditya khawatirkan, ia seakan belum siap jawaban bila terjadi sesuatu pada Elena. “Ck! Buka selimutnya!” titahnya, Aditya berdiri di samping ranjang. Elena patuh membuka selimut yang menutupinya itu, tangannya tampak gemetaran, keja

  • Mengandung Benih Rahasia Atasanku   Serba Mendadak

    “Len, mereka siapa?” Dewi melihat satu per satu wajah tamunya yang datang bersama Elena. “Em, mereka—” “Saya kekasihnya Elena, Bu Dewi. Kedatangan saya beserta keluarga ke sini untuk bersilaturahmi sekaligus meminang Elena,” potong Aditya sembari maju ke depan, tepat di samping Elena. Dewi tampak terkejut mendengar pengakuan Aditya, sebab sejak Elena pergi ke ibu kota dengan niat bekerja, ia belum pernah mendengar putrinya itu mempunyai kekasih. Bahkan, terakhir kali Elena mengatakan belum memikirkan soal pernikahan. Tetapi, sekarang semuanya berbalik. “Buk, maaf kalau Lena nggak pernah cerita, aku malu. Tapi, Pa-Mas Ditya punya niat serius ke aku dan nggak mau nunda. Keluarganya juga udah kenal Lena, Buk,” jelas Elena gugup. “Oo, ya sudah! Ayo, masuk dulu!” ajak Dewi kemudian membuka lebar pintu rumahnya. Aditya bersama orang tuanya pun masuk, bangunan rumah Elena masih terbilang lama, tetapi justru itu lebih kuat strukturnya, di dalamnya pun terlihat cukup lega dan

  • Mengandung Benih Rahasia Atasanku   Perjanjian Rahasia

    “Pak Ditya!” ucap Elena berangsur tenang, keringat dingin membanjiri keningnya. Lelaki berkemeja putih itu mengangguk, lalu memberikan instruksi pada perawat di sana untuk meninggalkan mereka sejenak. “Pakai ini!” titahnya membenarkan posisi selang oksigen di depan hidung Elena. “Kondisimu baru saja membaik, jangan banyak gerak dulu!” Alih-alih bisa tenang, walaupun ia tak memberontak seperti tadi, kepalanya berisik sekali. Seingatnya, lelaki itu tidak mengetahui ke mana dirinya pergi dan kapan, tetapi sekarang ada di dekatnya sekaligus menjadi penanggung jawab. Elena menatap awas atasan sekaligus ayah dari calon bayinya itu, ia khawatir Aditya kembali memintanya untuk menggugurkan kandungannya, apalagi mereka sedang ada di rumah sakit dan dirinya tengah tidak berdaya. “Saya mohon bunuh saya sekalian!” kata Elena memohon, matanya merah merebak. “Saya tidak bisa membunuh dia, lebih baik kami pergi bersama jika anda menolaknya, Pak!” Sakit, dadanya terasa sesak karena seluruh

  • Mengandung Benih Rahasia Atasanku   Meminta Tanggung Jawab

    “Pak, saya hamil,” ungkap Elena sembari menunduk, menatap perutnya yang masih rata. Aditya spontan mengalihkan perhatiannya dari benda pipih yang sejak tadi menjadi titik fokusnya, dari sekian banyak balasan email yang didapatkannya, pengakuan dari salah satu stafnya itu menjadi satu hal yang paling tidak diharapkan. Sebelah alisnya terangkat, matanya menatap tajam Elena yang tak memiliki kekuatan. “Kamu tau kepada siapa keluhan ini kamu sampaikan?” balasnya alih-alih iba. Elena mengangguk, ia juga tahu jika yang dilakukannya itu sangat berisiko, tetapi janin di perutnya itu membutuhkan tanggung jawab dan perlindungan. Dan tak pernah Elena melakukan hal bodoh itu sebelum menikah, kecuali karena terjebak bersama bosnya itu. “Minta berapa?” tanya Aditya kemudian membuka lacinya dan mengeluarkan selembar cek. “Atau saya beri kosongan saja supaya kamu bisa menulis sesukamu, hem? Berapa pun tidak masalah karena saya tidak akan melakukan yang lebih, ini!” Selembar cek itu digeser

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status