Share

Serba Mendadak

Penulis: Rien rini
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-16 19:35:08

“Len, mereka siapa?” Dewi melihat satu per satu wajah tamunya yang datang bersama Elena.

“Em, mereka—”

“Saya kekasihnya Elena, Bu Dewi. Kedatangan saya beserta keluarga ke sini untuk bersilaturahmi sekaligus meminang Elena,” potong Aditya sembari maju ke depan, tepat di samping Elena.

Dewi tampak terkejut mendengar pengakuan Aditya, sebab sejak Elena pergi ke ibu kota dengan niat bekerja, ia belum pernah mendengar putrinya itu mempunyai kekasih. Bahkan, terakhir kali Elena mengatakan belum memikirkan soal pernikahan. Tetapi, sekarang semuanya berbalik.

“Buk, maaf kalau Lena nggak pernah cerita, aku malu. Tapi, Pa-Mas Ditya punya niat serius ke aku dan nggak mau nunda. Keluarganya juga udah kenal Lena, Buk,” jelas Elena gugup.

“Oo, ya sudah! Ayo, masuk dulu!” ajak Dewi kemudian membuka lebar pintu rumahnya.

Aditya bersama orang tuanya pun masuk, bangunan rumah Elena masih terbilang lama, tetapi justru itu lebih kuat strukturnya, di dalamnya pun terlihat cukup lega dan berkesan, apalagi masih ada lemari rak berisi hiasan piring lama.

Elena langsung membantu ibunya di dapur mengambilkan minuman dan cemilan seadanya, tak lupa membangunkan bapaknya yang sudah tidak bekerja.

“Meminang?” Haryo juga terkejut sama seperti Dewi tadi, ia pun menoleh pada Elena seolah meminta kepastian.

Elena mengangguk. “Mas Ditya punya niat serius ke Lena, Pak. Keluarganya juga sudah menerima Lena,” katanya.

“Benar, Pak Haryo dan Bu Dewi. Perkenalkan, saya Vera dan ini suami saya Hanung, kami orang tua dari Ditya. Kedatangan kami ke sini selain untuk menjalin silaturahmi, kami juga ingin meminang Elena untuk menjadi istri Ditya. Mereka sudah sama-sama dewasa, rasanya menunda untuk menyatukan mereka kuranglah tepat, jadi kami pun setuju dan menunggu izin dari orang tua Elena,” jelas Vera kemudian menambahkan. “Maaf, anak kami sudah pernah menikah, tetapi bercerai beberapa tahun lalu. Lalu, Elena kembali membangkitkan keinginannya untuk menikah, Pak, Bu,” tambahnya.

Haryo manggut-manggut, sebenarnya status tak ada masalah selama sudah tidak saling mengganggu dan mampu memperbaiki diri juga saling mencintai. Jodoh tidak bisa ditebak, mau bertemu disaat masih bujang atau setelah gagal.

“Kamu sudah yakin?” tanya Haryo pada Elena.

“Sudah, Pak,” jawab Elena menahan gemuruh di dadanya, sebab harus membohongi orang tuanya.

“Ya, kalau sudah sama-sama suka, kami orang tua hanya bisa mendukung dan mendoakan. Kami juga sudah terlalu tua, khawatir mati duluan sebelum Lena bisa menikah. Maklum, kami pun menikah diusia yang tua juga, heheh,” kata Haryo.

“Jadi, niat kami diterima, Pak?” tanya Hanung.

Haryo dan Dewi kompak mengangguk, sama sekali tak ada kesulitan di sana, bahkan tidak ada pertanyaan Aditya bekerja di mana atau yang lain, semudah itu bertemu orang tua Elena dan mendapatkan restunya.

***

Pernikahan akan dilaksanakan di kediaman orang tua Elena, hanya dihadiri saksi dan keluarga saja, semuanya serba mendadak dan harus cepat untuk mengejar usia kandungan Elena yang semakin hari semakin bertambah, apalagi wanita itu tak bisa menahan mual dan menutupi muntahnya terlalu lama.

Elena pun mengajukan cuti mendadak, sedangkan Aditya masih bekerja seperti biasa supaya rahasia mereka aman kemudian mengambil cuti sehari sebelum acara pernikahan.

“Mual banget?” tanya Vera menghampiri Elena yang baru saja selesai make up.

“Sedikit, Tan-Ma, maaf!” Elena masih segan mengubah panggilannya pada Vera.

Vera mengangguk. “Sabar ya, tahan sebentar lagi!”

“Iya, Ma, terima kasih!” Elena tersenyum begitu tangan Vera mengusap perutnya, setidaknya masih ada yang perhatian, sebab Aditya seakan tak peduli.

Elena digandeng keluar untuk duduk di samping Aditya, semua orang sudah siap dan akad nikah pun dilaksanakan. Dalam sekejap status mereka berubah, Elena telah sah menjadi istri Aditya dan anak di kandungannya itu mendapatkan jaminan.

Acaranya jauh dari kata mewah untuk sekelas presdir, walaupun begitu yang terpenting adalah sahnya dan rasa aman.

“Kalian bermalam di sini dulu ya!” kata Vera pada keduanya, sebelum Elena dibawa kembali ke ibu kota, setidaknya pengantin baru itu menginap di rumah orang tua Elena.

“Ma, nggak bisa gitu dong!” tolak Aditya, pernikahan itu hanya formalitas, tidak mungkin dirinya bermalam dan sekamar dengan Elena.

“Bisa, Ditya!” sanggah Vera, matanya menatap tajam Aditya, sisa kecewanya masih ada. “Sudah cukup kamu membantah Mama dari dulu, sekarang Mama nggak akan biarin kamu seenaknya!”

Elena hanya diam, walaupun sejujurnya ia juga belum siap berada di satu kamar yang sama bersama Aditya, malam itu benar-benar menyisakan trauma hebat.

Aditya mendecakkan lidah, mengadu pada papanya juga tidak mungkin, selain patuh tidak ada hal lain yang bisa dilakukannya atau semua yang telah ia upayakan akan hancur berantakan.

“Nak Ditya, di sini kamarnya seadanya ya!” kata Dewi menghampiri menantunya usai semua tamu pulang.

“Ah, iya, Bu Dewi. Maaf kalau kami hanya bisa semalam saja!” balasnya segan, tetapi juga keras hati ingin menolak.

Dewi tersenyum, lalu menatap putrinya dan berkata, “Kamu kecapekan banget pasti, Len. Tapi, sekarang tinggal lega dan istirahatnya, biar nggak pucet banget gitu!”

Elena mengangguk kemudian melirik Aditya yang juga menatap datar ke arahnya.

“Iya, nikah secapek itu ya, Buk, hehehe,” balas Elena mencoba mencairkan suasana.

“Nggak apa, Len, ini belum kalau udah ada anak, jangan ditanya!” canda Dewi kemudian memeluk putrinya. “Ibuk seneng karena kamu nggak ngikutin jejak kami menikah diusia tua, Len. Doa kami selalu buat kalian!”

Elena mengeratkan pelukannya, jika saja bisa dirinya pasti menangis sesenggukan di sana, tetapi semua harus dirahasiakan dan nyatanya ia telah mengecewakan orang tuanya. Sementara itu, Aditya hanya diam tak merespon apa pun.

Setelah acara selesai dan dekorasi dibongkar, para orang tua pergi beristirahat karena sangat lelah. Tinggallah pengantin baru itu yang masih bertahan untuk tidak memasuki kamar, Elena duduk di ruang tengah, sedangkan Aditya ada di teras depan menyulut rokoknya.

“Ibuk bilang nggak boleh ninggal suami, tapi pak Ditya nggak ada tanda-tanda mau tidur. Aku harus gimana?” gumam Elena bingung, ia termasuk anak yang patuh pada orang tua sehingga tak berani membantah pesan ibunya tadi. “Apa aku ke depan aja? Tapi, terus aku ngomong apa?”

Dadanya berdebar-debar, kakinya maju mundur berulang kali seolah tak menemukan keberanian sama sekali. Tiba-tiba, perutnya bergejolak hebat dan ingin sekali muntah.

Elena langsung memutar tubuhnya hendak bergegas ke kamar mandi, tetapi ia justru menabrak lemari rak sehingga jatuh terjerembab.

“Tolong!” pekiknya menahan sakit, bokongnya membentur lantai cukup keras.

Mendengar itu, Aditya spontan membuang rokoknya dan berlari masuk.

“Ele!” panggilnya syok, apalagi tangan Elena seperti meremas perut bawah wanita itu. “Pegangan!” titahnya kemudian menggendong Elena.

Kening Elena mengernyit, sakit itu semakin menjalar dan menyerang perutnya.

“Sa-sakit perutnya!” keluh wanita itu, berganti Aditya yang pucat sekarang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mengandung Benih Rahasia Atasanku   Tinggal Di Rumah Mertua

    "Is-tri?" Dunia Liona seakan berhenti, otaknya tak mampu berpikir lagi. Aditya menipiskan bibirnya. "Aku jelaskan nanti, sekarang aku harus pergi. Hati-hati!" Lelaki itu langsung duduk ke bangku kemudi, memundurkan mobilnya kemudian pergi dari pandangan sang mantan. Rasa bersalah dan semua penyesalan, hadir tanpa sisa, sakitnya kian merasuk lebih dalam. Mereka masih mempunyai harapan yang sama, bahkan cinta itu masih sangat ada, tetapi waktu untuk berjuang harus mundur kembali karena jebakan sialan malam itu. Rahasiakan! Liona menggigit bibir bawahnya, ia harus menjaga rahasia itu, pernikahan yang janggal dan masih membutuhkan penjelasan. "Apa ini permainan ibumu lagi?" gumamnya geram. *** Terlepas dari satu masalah, nyatanya tidak membuat Elena benar-benar tenang. Sesampainya di rumah milik mertuanya, Aditya yang ingin tinggal mandiri lantas ditentang. "Kondisi istrimu begitu, Ditya! Dia nggak bisa ditinggal sendiri, belum lagi hubungan kalian yang nggak ada

  • Mengandung Benih Rahasia Atasanku   Bertemu Mantan

    Nyatanya, walaupun dirinya seorang duda dan menjabat sebagai presdir, merapikan sprei saja tidak bisa sehingga pelan-pelan Elena membantu, setelah Vera keluar kamarnya. “Apa ada yang sakit?” tanya Aditya waswas, sebab Elena tak kunjung memejamkan mata. Elena menggelengkan kepalanya. “Sudah hampir pagi, mualku mau datang,” jawabnya. Sejak positif hamil, Elena tak perlu melihat jam dinding atau di ponselnya untuk tahu kapan pagi tiba. Rasa mualnya akan datang, bergejolak kemudian merangkak naik dari perut ke kerongkongan, membuat mulutnya terasa pahit juga panas, ditambah lagi kepalanya berdenyut sehingga ia kesulitan untuk tidur meskipun masih sangat mengantuk. Aditya mengatupkan belah bibirnya, ia seakan tak diberi ampun dan jeda sama sekali sejak kejadian itu hingga pengakuan Elena, hidupnya terasa kacau, setiap saat mendebarkan dan menguras pikiran. Dirinya yang dulu bebas memutuskan dan bersikap, sekarang serba terbatas. Bahkan, tidur pun harus terganggu dan tegang seperti

  • Mengandung Benih Rahasia Atasanku   Malam Pertama Berdarah

    Kram dan nyeri bercampur menjadi satu, Elena pikir dengan berbaring tenang di kasurnya akan membuat rasa sakit itu mereda, nyatanya terus berlanjut, apalagi keberadaan Aditya yang juga ada di kamar bersamanya, membuatnya gugup dan kurang nyaman. “Pak,” panggilnya pada lelaki yang sedang duduk di dekat jendela sambil memejamkan mata itu. “Pak Ditya!” panggilnya lagi. Mendengar itu, Aditya lantas membuka matanya, ia belum tidur dan sepertinya tidak akan bisa tidur, matanya terpejam hanya untuk menenangkan diri saja. Pria itu menoleh. “Ada apa?” tanyanya. “Sa-sakitnya belum hilang,” jawab Elena sambil meletakkan tangan ke atas perutnya. Aditya sontak berdiri, wajahnya berubah lebih serius dengan kedua alis tebal yang menekuk. Sejak tadi itu yang Aditya khawatirkan, ia seakan belum siap jawaban bila terjadi sesuatu pada Elena. “Ck! Buka selimutnya!” titahnya, Aditya berdiri di samping ranjang. Elena patuh membuka selimut yang menutupinya itu, tangannya tampak gemetaran, keja

  • Mengandung Benih Rahasia Atasanku   Serba Mendadak

    “Len, mereka siapa?” Dewi melihat satu per satu wajah tamunya yang datang bersama Elena. “Em, mereka—” “Saya kekasihnya Elena, Bu Dewi. Kedatangan saya beserta keluarga ke sini untuk bersilaturahmi sekaligus meminang Elena,” potong Aditya sembari maju ke depan, tepat di samping Elena. Dewi tampak terkejut mendengar pengakuan Aditya, sebab sejak Elena pergi ke ibu kota dengan niat bekerja, ia belum pernah mendengar putrinya itu mempunyai kekasih. Bahkan, terakhir kali Elena mengatakan belum memikirkan soal pernikahan. Tetapi, sekarang semuanya berbalik. “Buk, maaf kalau Lena nggak pernah cerita, aku malu. Tapi, Pa-Mas Ditya punya niat serius ke aku dan nggak mau nunda. Keluarganya juga udah kenal Lena, Buk,” jelas Elena gugup. “Oo, ya sudah! Ayo, masuk dulu!” ajak Dewi kemudian membuka lebar pintu rumahnya. Aditya bersama orang tuanya pun masuk, bangunan rumah Elena masih terbilang lama, tetapi justru itu lebih kuat strukturnya, di dalamnya pun terlihat cukup lega dan

  • Mengandung Benih Rahasia Atasanku   Perjanjian Rahasia

    “Pak Ditya!” ucap Elena berangsur tenang, keringat dingin membanjiri keningnya. Lelaki berkemeja putih itu mengangguk, lalu memberikan instruksi pada perawat di sana untuk meninggalkan mereka sejenak. “Pakai ini!” titahnya membenarkan posisi selang oksigen di depan hidung Elena. “Kondisimu baru saja membaik, jangan banyak gerak dulu!” Alih-alih bisa tenang, walaupun ia tak memberontak seperti tadi, kepalanya berisik sekali. Seingatnya, lelaki itu tidak mengetahui ke mana dirinya pergi dan kapan, tetapi sekarang ada di dekatnya sekaligus menjadi penanggung jawab. Elena menatap awas atasan sekaligus ayah dari calon bayinya itu, ia khawatir Aditya kembali memintanya untuk menggugurkan kandungannya, apalagi mereka sedang ada di rumah sakit dan dirinya tengah tidak berdaya. “Saya mohon bunuh saya sekalian!” kata Elena memohon, matanya merah merebak. “Saya tidak bisa membunuh dia, lebih baik kami pergi bersama jika anda menolaknya, Pak!” Sakit, dadanya terasa sesak karena seluruh

  • Mengandung Benih Rahasia Atasanku   Meminta Tanggung Jawab

    “Pak, saya hamil,” ungkap Elena sembari menunduk, menatap perutnya yang masih rata. Aditya spontan mengalihkan perhatiannya dari benda pipih yang sejak tadi menjadi titik fokusnya, dari sekian banyak balasan email yang didapatkannya, pengakuan dari salah satu stafnya itu menjadi satu hal yang paling tidak diharapkan. Sebelah alisnya terangkat, matanya menatap tajam Elena yang tak memiliki kekuatan. “Kamu tau kepada siapa keluhan ini kamu sampaikan?” balasnya alih-alih iba. Elena mengangguk, ia juga tahu jika yang dilakukannya itu sangat berisiko, tetapi janin di perutnya itu membutuhkan tanggung jawab dan perlindungan. Dan tak pernah Elena melakukan hal bodoh itu sebelum menikah, kecuali karena terjebak bersama bosnya itu. “Minta berapa?” tanya Aditya kemudian membuka lacinya dan mengeluarkan selembar cek. “Atau saya beri kosongan saja supaya kamu bisa menulis sesukamu, hem? Berapa pun tidak masalah karena saya tidak akan melakukan yang lebih, ini!” Selembar cek itu digeser

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status