Share

Mengejar Cinta Dokter Dingin
Mengejar Cinta Dokter Dingin
Penulis: Ayu Anggun

1. Sang Kakek Tua

Panas terik matahari menyengat tak menyurutkan semangat Leanna siang ini. Wanita itu dengan mantap melangkahkan kakinya memasuki gedung mewah bertingkat 20, tempat Queen's, perusahaan fashion impiannya berada.

Sebuah perusahaan mode ternama yang selalu menciptakan brand termewah untuk para pecinta fashion dari golongan menengah ke atas. Tempat impian para desainer muda untuk mengawali karir mereka di industri adibusana. Walaupun menurut berita yang beredar, perusahaan ini hanya menerima desainer lulusan luar negeri terutama Paris, tetapi tak menyurutkan Leanna untuk tetap mencoba melamar pekerjaan di perusahaan tersebut walaupun dia hanya lulusan sekolah lokal.

"Leanna Mariskha!" Karena terlalu gugup, Leanna sempat terlonjak kaget saat namanya dipanggil untuk wawancara.

Leanna bergegas menuju ruangan yang ditunjukkan staff perusahaan. Sebuah ruangan besar dengan tatanan yang elegant. Di belakang meja dengan papan nama bertinta emas bertuliskan Fiona Nathalia M, tengah duduk seorang wanita cantik berambut sebahu hitam kemerahan yang terlihat modis dengan dress karya desainer terkenal berbalut blazer warna pastel yang tak kalah modis.

Direktur Fiona membaca berkas Leanna dengan saksama. Kemudian wanita itu menatap Leanna dengan tegas, "Kamu sudah pernah dengar kalau di perusahaan ini hanya mempekerjakan desainer lulusan luar negeri?"

"Iya, Bu. Saya pernah dengar itu."

"Lantas untuk apa kamu berani mengajukan permohonan seperti ini?" kata Fiona lagi masih dengan nada tegasnya.

"Saya pikir Bu Direktur bisa mempertimbangkan ulang setelah melihat portofolio yang saya buat," jawab Leanna gugup.

"Apa kamu pikir ide di portofolio desainmu ini sudah cukup luar biasa untuk bisa mengalahkan karya para desainer saya? Kamu harus lebih banyak belajar lagi untuk bisa mengikuti standar perusahaan saya. Saya rasa kamu tahu pasti apa jawaban saya," ujar Fiona dengan gaya angkuhnya.

"Baik ... saya mengerti Direktur. Kalau begitu saya permisi dulu. Terima kasih." Pada akhirnya Leanna harus tetap berbesar hati meski kecewa memenuhi rongga dadanya.

Dengan langkah gontai Leanna pergi meninggalkan gedung tersebut. Sudah beberapa hari ini Leanna kesana kemari mencari pekerjaan, tetapi tak kunjung mendapatkan hasilnya. Sudah lebih dari tiga bulan sejak dia dikeluarkan dari pekerjaan sebelumnya karena perusahaan tempatnya bekerja mengalami krisis dan harus melakukan pemutusan hubungan kerja. Sudah tiga bulan ini pula Leanna kehabisan uang. Meskipun orang tuanya pasti bisa membantunya, tetapi Leanna sungguh tak ingin merepotkan mereka.

Leanna melepas lelah di sebuah bangku di taman kota sambil meneguk air mineral yang dibawanya. Lalu dibukanya buku catatan yang berisi daftar lowongan pekerjaan yang dia temukan dari beberapa situs perusahan. Kembali ditelusurinya catatan penerimaan karyawan baru yang telah ditandainya.

Hingga pandangannya teralihkan pada sesosok kakek yang berjalan tertatih-tatih dengan dengan tongkat saat melewatinya. Kakek itu terlihat sedikit tersenggal-senggal seperti kesulitan bernapas. Bahkan terlihat memegangi dadanya seperti sedang menahan sakit hingga nyaris jatuh terduduk. Hal ini membuat Leanna teringat kepada almarhum kakeknya dan dengan segera saja dia berlari menghampiri sang kakek.

"Kakek kenapa?" tanya Leanna panik dan membantunya duduk di salah satu bangku. Namun si Kakek yang sedang sesak napas hanya bisa memegangi dadanya yang sakit tanpa menjawab pertanyaan Leanna.

Melihat keadaan Kakek yang seperti itu, Leanna segera memanggil taksi yang lewat dan segera membawa Kakek tersebut menuju rumah sakit terdekat. Sang kakek segera dilarikan ke ruang IGD. Beberapa perawat dan seorang dokter sibuk melakukan pertolongan pertama pada sang kakek. Untunglah kondisi kakek dapat diselamatkan. Leanna menunggu dokter yang menangani kakek itu di ruang tunggu IGD untuk mengetahui keadaan kakek yang ditolongnya.

"Dokter! Bagaimana keadaan Kakek itu?" tanya Leanna ketika dokter tersebut keluar dari ruang IGD.

"Kakek Tony sudah tidak apa-apa. Beliau hanya mengalami sesak napas saja. Kakek memang memiliki penyakit jantung, tapi sekarang kondisinya stabil. Oh ya, boleh tahu siapa nama Anda?" kata sang dokter.

"Nama saya Leanna, tapi saya bukan keluarganya dan saya pun tak tahu siapa keluarganya," jelas Leanna.

"Saya Dokter Ardant. Kebetulan saya kenal kakek itu. Cucunya adalah sahabat saya. Jadi Anda tak perlu khawatir dan terima kasih juga telah membawanya kemari dengan cepat, sehingga penyakitnya tidak semakin memburuk."

"Ah begitu, untunglah...." Leanna menarik napas lega. " Oh ya Dokter, apa saya sudah boleh menjenguk Kakek?" tanya Leanna lagi.

"Oh silakan! Kakek sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Ayo saya antar!" Dokter Ardant pun mengantarkan Leanna menuju ruang rawat Kakek dan mempersilakan Leanna masuk untuk menjenguknya.

"Bagaimana Kek? Sudah lebih baik, kan? Ini aku bawakan malaikat penolongmu," kata Dokter Ardant sambil bergurau.

"Oh, jadi gadis ini yang menolong Kakek tadi?" kata Kakek sedikit terbata-bata akibat selang oksigen yang masih terpasang di hidungnya. "Siapa namamu Nak?"

"Saya Leanna, Kek. Apa Kakek baik-baik saja?"

"Tentu saja Nak. Berkat kamu, Kakek baik-baik saja. Terima kasih, ya," sahut Kakek sambil tersenyum.

"Bukan apa-apa kok Kek. Syukurlah kalau Kakek baik-baik saja."

"Sebenarnya Kakek sedang apa sendirian di taman itu? Memangnya Nico ke mana?" tanya Dokter Ardant heran.

"Aku ingin jalan-jalan sendiri saja. Kan kamu sendiri yang bilang aku harus sering banyak bergerak supaya tubuhku lebih kuat. Lagipula udara di taman itu sangat segar," kata Kakek santai.

"Aku memang bilang begitu tapi bukan berarti Kakek harus sendirian, kan?"

"Lalu kamu sendiri sedang apa di taman itu, Nak? Apa pacarmu tidak jadi datang? Kakek sempat perhatikan wajahmu murung di sana," tanya Kakek pada Leanna tanpa menghiraukan perkataan Dokter Ardant.

"Ah Kakek bisa saja. Aku belum punya pacar kok, Kek! Hanya sedikit memikirkan masalahku saja," kata Leanna berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Sini cerita pada Kakek! Habis Kakek bosan di tempat ini. Apalagi bersama dokter yang cerewet itu!" kata Kakek sambil menunjuk Dokter Ardant.

"Ah, Kakek bisa saja! Justru cucu Kakek loh, yang jauh lebih cerewet daripada saya," kata Dokter Ardant sambil tertawa renyah sehingga membuat dokter muda tersebut terlihat semakin tampan.

"Nah Nak Leanna, hal apa yang membuatmu murung seperti itu?" tanya Kakek lagi.

"Hmm ... permohonan kerjaku ditolak oleh perusahaan Queen's, Kek. Padahal aku bercita-cita jadi desainer terkenal yang punya label dan butik sendiri. Ya mungkin bukan takdirku bekerja di tempat itu. Untuk sekarang sih, aku tak masalah kalau harus kerja di mana saja," cerita Leanna singkat sambil tersenyum getir.

"Oh, begitu. Memang kamu lagi butuh pekerjaan apa untuk sekarang ini?"

"Apa saja, Kek. Aku sedang benar-benar butuh pekerjaan sekarang. Setidaknya aku ingin berusaha lebih keras lagi untuk mewujudkan cita-citaku itu. Tapi sudah beberapa hari ini permohonan kerjaku selalu ditolak," kata Leanna sambil tersenyum tipis.

"Begitu ya? Sepertinya semalam di TV Kakek lihat ada berita tentang penerimaan karyawan. Kalau tidak salah nama stasiun TV-nya VO-Channel. Mereka sedang mencari karyawan untuk staff wardrobe. Siapa tahu kamu berminat, Nak," kata Kakek menjelaskan.

"Yang benar, Kek?"

"Iya. Siapa tahu pekerjaan itu cocok untukmu. Pendaftarannya terakhir hari ini loh! Kamu langsung ke sana saja Nak!"

"Hari ini?! Tapi nanti kalau aku pergi Kakek tak ada yang menemani?" kata Leanna sedikit ragu.

"Sudahlah ... ayo cepat pergi sana! Kesempatan takkan terjadi dua kali. Kakek kan sudah tidak apa-apa. Lagipula sebentar lagi juga cucu Kakek datang," kata Kakek menyuruh Leanna lekas pergi.

"Iya benar kata Kakek. Biar saya yang menemani Kakek di sini," sahut Dokter Ardant sambil tersenyum.

"Baiklah kalau begitu. Terima kasih ya, Dokter. Terima kasih ya, Kek. Aku pergi dulu," pamit Leanna dan segera bergegas menuju ke stasiun TV yang diberitahukan oleh Kakek.

"Kakek ini bisa saja. Setahuku tidak ada pemberitahuan tentang penerimaan karyawan di stasiun TV itu," sindir Dokter Ardant setelah Leanna pergi.

"Ya biar saja. Toh terserah Kakek mau menerima karyawan atau tidak. Itu kan masih perusahaan milik Kakek juga. Lagipula gadis itu anak yang baik," kata Kakek sambil tertawa diikuti oleh senyuman Dokter Ardant. Kemudian Kakek segera mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang dan mulai terlibat percakapan yang cukup serius.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status