Panas terik matahari menyengat tak menyurutkan semangat Leanna siang ini. Wanita itu dengan mantap melangkahkan kakinya memasuki gedung mewah bertingkat 20, tempat Queen's, perusahaan fashion impiannya berada.
Sebuah perusahaan mode ternama yang selalu menciptakan brand termewah untuk para pecinta fashion dari golongan menengah ke atas. Tempat impian para desainer muda untuk mengawali karir mereka di industri adibusana. Walaupun menurut berita yang beredar, perusahaan ini hanya menerima desainer lulusan luar negeri terutama Paris, tetapi tak menyurutkan Leanna untuk tetap mencoba melamar pekerjaan di perusahaan tersebut walaupun dia hanya lulusan sekolah lokal."Leanna Mariskha!" Karena terlalu gugup, Leanna sempat terlonjak kaget saat namanya dipanggil untuk wawancara.Leanna bergegas menuju ruangan yang ditunjukkan staff perusahaan. Sebuah ruangan besar dengan tatanan yang elegant. Di belakang meja dengan papan nama bertinta emas bertuliskan Fiona Nathalia M, tengah duduk seorang wanita cantik berambut sebahu hitam kemerahan yang terlihat modis dengan dress karya desainer terkenal berbalut blazer warna pastel yang tak kalah modis.Direktur Fiona membaca berkas Leanna dengan saksama. Kemudian wanita itu menatap Leanna dengan tegas, "Kamu sudah pernah dengar kalau di perusahaan ini hanya mempekerjakan desainer lulusan luar negeri?""Iya, Bu. Saya pernah dengar itu.""Lantas untuk apa kamu berani mengajukan permohonan seperti ini?" kata Fiona lagi masih dengan nada tegasnya."Saya pikir Bu Direktur bisa mempertimbangkan ulang setelah melihat portofolio yang saya buat," jawab Leanna gugup."Apa kamu pikir ide di portofolio desainmu ini sudah cukup luar biasa untuk bisa mengalahkan karya para desainer saya? Kamu harus lebih banyak belajar lagi untuk bisa mengikuti standar perusahaan saya. Saya rasa kamu tahu pasti apa jawaban saya," ujar Fiona dengan gaya angkuhnya."Baik ... saya mengerti Direktur. Kalau begitu saya permisi dulu. Terima kasih." Pada akhirnya Leanna harus tetap berbesar hati meski kecewa memenuhi rongga dadanya.Dengan langkah gontai Leanna pergi meninggalkan gedung tersebut. Sudah beberapa hari ini Leanna kesana kemari mencari pekerjaan, tetapi tak kunjung mendapatkan hasilnya. Sudah lebih dari tiga bulan sejak dia dikeluarkan dari pekerjaan sebelumnya karena perusahaan tempatnya bekerja mengalami krisis dan harus melakukan pemutusan hubungan kerja. Sudah tiga bulan ini pula Leanna kehabisan uang. Meskipun orang tuanya pasti bisa membantunya, tetapi Leanna sungguh tak ingin merepotkan mereka.Leanna melepas lelah di sebuah bangku di taman kota sambil meneguk air mineral yang dibawanya. Lalu dibukanya buku catatan yang berisi daftar lowongan pekerjaan yang dia temukan dari beberapa situs perusahan. Kembali ditelusurinya catatan penerimaan karyawan baru yang telah ditandainya.Hingga pandangannya teralihkan pada sesosok kakek yang berjalan tertatih-tatih dengan dengan tongkat saat melewatinya. Kakek itu terlihat sedikit tersenggal-senggal seperti kesulitan bernapas. Bahkan terlihat memegangi dadanya seperti sedang menahan sakit hingga nyaris jatuh terduduk. Hal ini membuat Leanna teringat kepada almarhum kakeknya dan dengan segera saja dia berlari menghampiri sang kakek."Kakek kenapa?" tanya Leanna panik dan membantunya duduk di salah satu bangku. Namun si Kakek yang sedang sesak napas hanya bisa memegangi dadanya yang sakit tanpa menjawab pertanyaan Leanna.Melihat keadaan Kakek yang seperti itu, Leanna segera memanggil taksi yang lewat dan segera membawa Kakek tersebut menuju rumah sakit terdekat. Sang kakek segera dilarikan ke ruang IGD. Beberapa perawat dan seorang dokter sibuk melakukan pertolongan pertama pada sang kakek. Untunglah kondisi kakek dapat diselamatkan. Leanna menunggu dokter yang menangani kakek itu di ruang tunggu IGD untuk mengetahui keadaan kakek yang ditolongnya."Dokter! Bagaimana keadaan Kakek itu?" tanya Leanna ketika dokter tersebut keluar dari ruang IGD."Kakek Tony sudah tidak apa-apa. Beliau hanya mengalami sesak napas saja. Kakek memang memiliki penyakit jantung, tapi sekarang kondisinya stabil. Oh ya, boleh tahu siapa nama Anda?" kata sang dokter."Nama saya Leanna, tapi saya bukan keluarganya dan saya pun tak tahu siapa keluarganya," jelas Leanna."Saya Dokter Ardant. Kebetulan saya kenal kakek itu. Cucunya adalah sahabat saya. Jadi Anda tak perlu khawatir dan terima kasih juga telah membawanya kemari dengan cepat, sehingga penyakitnya tidak semakin memburuk.""Ah begitu, untunglah...." Leanna menarik napas lega. " Oh ya Dokter, apa saya sudah boleh menjenguk Kakek?" tanya Leanna lagi."Oh silakan! Kakek sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Ayo saya antar!" Dokter Ardant pun mengantarkan Leanna menuju ruang rawat Kakek dan mempersilakan Leanna masuk untuk menjenguknya."Bagaimana Kek? Sudah lebih baik, kan? Ini aku bawakan malaikat penolongmu," kata Dokter Ardant sambil bergurau."Oh, jadi gadis ini yang menolong Kakek tadi?" kata Kakek sedikit terbata-bata akibat selang oksigen yang masih terpasang di hidungnya. "Siapa namamu Nak?""Saya Leanna, Kek. Apa Kakek baik-baik saja?""Tentu saja Nak. Berkat kamu, Kakek baik-baik saja. Terima kasih, ya," sahut Kakek sambil tersenyum."Bukan apa-apa kok Kek. Syukurlah kalau Kakek baik-baik saja.""Sebenarnya Kakek sedang apa sendirian di taman itu? Memangnya Nico ke mana?" tanya Dokter Ardant heran."Aku ingin jalan-jalan sendiri saja. Kan kamu sendiri yang bilang aku harus sering banyak bergerak supaya tubuhku lebih kuat. Lagipula udara di taman itu sangat segar," kata Kakek santai."Aku memang bilang begitu tapi bukan berarti Kakek harus sendirian, kan?""Lalu kamu sendiri sedang apa di taman itu, Nak? Apa pacarmu tidak jadi datang? Kakek sempat perhatikan wajahmu murung di sana," tanya Kakek pada Leanna tanpa menghiraukan perkataan Dokter Ardant."Ah Kakek bisa saja. Aku belum punya pacar kok, Kek! Hanya sedikit memikirkan masalahku saja," kata Leanna berusaha mengalihkan pembicaraan."Sini cerita pada Kakek! Habis Kakek bosan di tempat ini. Apalagi bersama dokter yang cerewet itu!" kata Kakek sambil menunjuk Dokter Ardant."Ah, Kakek bisa saja! Justru cucu Kakek loh, yang jauh lebih cerewet daripada saya," kata Dokter Ardant sambil tertawa renyah sehingga membuat dokter muda tersebut terlihat semakin tampan."Nah Nak Leanna, hal apa yang membuatmu murung seperti itu?" tanya Kakek lagi."Hmm ... permohonan kerjaku ditolak oleh perusahaan Queen's, Kek. Padahal aku bercita-cita jadi desainer terkenal yang punya label dan butik sendiri. Ya mungkin bukan takdirku bekerja di tempat itu. Untuk sekarang sih, aku tak masalah kalau harus kerja di mana saja," cerita Leanna singkat sambil tersenyum getir."Oh, begitu. Memang kamu lagi butuh pekerjaan apa untuk sekarang ini?""Apa saja, Kek. Aku sedang benar-benar butuh pekerjaan sekarang. Setidaknya aku ingin berusaha lebih keras lagi untuk mewujudkan cita-citaku itu. Tapi sudah beberapa hari ini permohonan kerjaku selalu ditolak," kata Leanna sambil tersenyum tipis."Begitu ya? Sepertinya semalam di TV Kakek lihat ada berita tentang penerimaan karyawan. Kalau tidak salah nama stasiun TV-nya VO-Channel. Mereka sedang mencari karyawan untuk staff wardrobe. Siapa tahu kamu berminat, Nak," kata Kakek menjelaskan."Yang benar, Kek?""Iya. Siapa tahu pekerjaan itu cocok untukmu. Pendaftarannya terakhir hari ini loh! Kamu langsung ke sana saja Nak!""Hari ini?! Tapi nanti kalau aku pergi Kakek tak ada yang menemani?" kata Leanna sedikit ragu."Sudahlah ... ayo cepat pergi sana! Kesempatan takkan terjadi dua kali. Kakek kan sudah tidak apa-apa. Lagipula sebentar lagi juga cucu Kakek datang," kata Kakek menyuruh Leanna lekas pergi."Iya benar kata Kakek. Biar saya yang menemani Kakek di sini," sahut Dokter Ardant sambil tersenyum."Baiklah kalau begitu. Terima kasih ya, Dokter. Terima kasih ya, Kek. Aku pergi dulu," pamit Leanna dan segera bergegas menuju ke stasiun TV yang diberitahukan oleh Kakek."Kakek ini bisa saja. Setahuku tidak ada pemberitahuan tentang penerimaan karyawan di stasiun TV itu," sindir Dokter Ardant setelah Leanna pergi."Ya biar saja. Toh terserah Kakek mau menerima karyawan atau tidak. Itu kan masih perusahaan milik Kakek juga. Lagipula gadis itu anak yang baik," kata Kakek sambil tertawa diikuti oleh senyuman Dokter Ardant. Kemudian Kakek segera mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang dan mulai terlibat percakapan yang cukup serius.****Dengan tergesa Leanna tiba di depan stasiun TV VO-Channel. Leanna segera menanyakan perihal karyawan yang dibutuhkan untuk bagian wardrobe sesuai instruksi kakek yang Leanna lupa namanya. Menurut resepsionis, Leanna harus langsung bertemu dengan Pak Chandra, General Manager di stasiun TV tersebut. Resepsionis itu pun akhirnya mengantarkan Leanna menuju ruangan sang GM untuk proses wawancara.Setelah bertemu Pak Chandra dan melalui wawancara singkat yang terkesan seperti hanya sebuah formalitas semata, akhirnya Leanna diterima bekerja di stasiun TV tersebut tanpa syarat apa pun. Leanna akan mulai bekerja esok hari dan itu membuatnya sungguh senang sekali. Setidaknya kesulitan keuangannya bisa teratasi.Dengan riang gembira Leanna melangkahkan kakinya menuju rumah sakit tempat sang kakek dirawat. Leanna ingin mengucapkan terima kasih pada kakek untuk apa yang terjadi padanya hari ini. Sambil membawa seikat bunga warna-warni, Leanna menyusuri koridor rumah sakit menuju ruang rawat sang k
Pagi-pagi sekali Leanna telah tiba di studio stasiun TV VO-Channel. Setelah menghadap Bu Carissa atasannya langsung di bagian wardrobe untuk diberikan beberapa pengarahan, Leanna diperbolehkan langsung bekerja dengan tim wardrobe-nya. Akan tetapi sebelum menuju ruang tim wardrobe, Leanna mengganti pakaiannya dengan seragam baru yang lengkap dengan nametag namanya sendiri. Pakaian serba hitam itu semakin terlihat elegan melapisi tubuhnya yang mungil. Kini Leanna sudah siap bekerja.Saat melintasi lorong antar ruang divisi, suasana tak nyaman sempat Leanna rasakan. Ada beberapa orang yang terus menatapnya heran, sinis bahkan ada juga yang penasaran. Beberapa sempat saling berbisik ketika Leanna berjalan melewati mereka. Entah apa yang sebenarnya terjadi, tetapi menurut yang sekilas Leanna dengar bahwa dirinya bisa bekerja di stasiun TV ternama ini karena rekomendasi dari sang residen Direktur. Karena tidak sembarang orang bisa dengan mudahnya bekerja di perusahaan sebesar ini.Walaupun
Di pagi buta Leanna terbangun. Tidurnya benar-benar tidak nyenyak. Setelah semalam dia dan Stella sedikit berbincang mengenai kepindahan Stella ke rumah barunya, membuat Leanna banyak berpikir. Dia tidak bisa terus menerus bergantung pada temannya itu. Bahkan ketika Stella menanyakan tempat tinggal baru Leanna, dia hanya menjawab akan tinggal di mess kantornya yang jelas-jelas tidak ada."Benar kamu akan tinggal di mess kantor?" tanya Stella ragu sambil menatap Leanna."Iya benar. Jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja," kata Leanna meyakinkan Stella sekali lagi."Baiklah kalau begitu. Tapi kalau kau butuh bantuan, jangan sungkan meneleponku ya! Dan ingat ... kamu harus datang di pernikahanku akhir minggu ini!" kata Stella pada akhirnya.Pada akhirnya, dengan diam-diam Leanna pergi meninggalkan rumah Stella di pagi buta yang dingin, setelah meninggalkan selembar catatan kecil di pintu kulkas. Dengan membawa beberapa kopernya, Leanna segera pergi ke kantor. Seingatnya di ruang wardro
Leanna terbangun di sebuah kamar besar yang indah. Bagaikan seperti mimpi dia bisa tidur di kamar luas dengan kasur yang empuk dan nyaman. Berbanding terbalik dengan kamar kontrakannya selama ini. Beberapa kali Leanna mengerjapkan matanya seolah tak percaya bahwa semua ini bukan mimpi.Masih sambil menguap dan mengusap mata serta rambut yang terlihat kusut, Leanna keluar dari kamar menuju kamar mandi di seberang ruang kamarnya. Namun seketika saja tubuh Leanna berubah kaku dan matanya membulat sempurna. Leanna langsung berdiri mematung beberapa saat di depan pintu kamar mandi. Sosok yang kini berdiri di hadapan Leanna jelas membuatnya terkejut setengah mati.“Whaaaa!!!” Teriakan Leanna terdengat keras dan menggaung hingga membuat orang yang berdiri di depannya itu sampai menutup telinga.“Ke-ke ... kenapa Dokter ada di sini?” tanya Leanna terbata-bata saat melihat sosok Reynald kini berdiri di depan pintu kamar mandi mengenakan kaos dan celana panjang training. Dengan rambut setengah
Di dalam ruang kerjanya, Reynald tengah berpikir tentang perkataan kakeknya tadi pagi. Beberapa berkas yang berserakan terlupakan begitu saja di hadapannya. Fokusnya berubah untuk sejenak. Memang sih, perempuan itu terlihat manis dan lain sekali tipenya dari semua wanita yang pernah Kakek jodohkan padaku. Tapi apa benar ini pilihan yang tepat bagi Kakek. Bukan! Apa dia memang perempuan yang tepat untukku? Apalagi kemarin Ardant memberiku data hasil cek up Kakek terakhir kali. Memang kondisinya sedang tidak bagus. Aarrgh ... ini sungguh membuatku frustrasi!!! Pria itu terlalu sibuk dengan pikirannya hingga sebuah ketukan di pintu ruangannya membuat Reynald tersadar. Reynald mengangkat kepalanya dan menemukan sosok sahabatnya sudah berdiri di depan pintu ruang prakteknya. “Hei ... kenapa wajahmu seperti itu? Kali ini siapa lagi wanita yang Kakek jodohkan padamu?” kata Ardant yang sudah hapal di luar kepala arti dari mimik wajah sahabatnya saat ini. “Bagaimana kamu tahu?” tanya Reynal
“Pagi, Leanna!” sapa Arvian ceria saat tiba di studio 2 dan mendapati Leanna sedang bekerja di sana.“Pagi juga. Tumben jam segini sudah datang?”“Iya. Sekarang aku jadi host program ‘Musik Hitz’. Keren, kan?” kata Arvian narsis.“Dasar narsis. Sudah ah, aku mau kembali bekerja. Dah … Arvian!” pamit Leanna, tetapi dengan cepat Arvian menarik lengan gadis itu. “Ada apa lagi?”“Nanti siang kita makan sama-sama, ya! Jangan lupa tunggu aku di sini!”“Baiklah,” jawab Leanna sambil tersenyum sebelum akhirnya pergi kembali bekerja.Untungnya hari ini jadwal acara yang Leanna pegang tak begitu banyak sehingga dia bisa bersantai sejenak sambil menunggu Arvian selesai membawakan program musiknya. Sesekali Leanna membantu Nindy menyiapkan pakaian untuk para kontestan acara pencarian bakat menyanyi nanti malam. Hingga tak lama kemudian dering suara ponsel Leanna berbunyi dan nama Arvian tertera di layar ponselnya.“Aku sudah selesai. Kamu di mana sekarang?”“Aku masih di ruang wardrobe. Tunggu se
Sudah tiga hari ini Leanna tidak masuk kerja. Semenjak kejadian di rumah sakit, Leanna tak melihat sedikit pun penampakan Reynald di rumah. Mungkin pria itu sangat sibuk dengan pekerjaannya hingga tak pernah pulang.Suasana di rumah Kakek pun sangat sepi sekali karena Kakek sedang sibuk mengurus beberapa bisnisnya dan baru akan pulang ketika dini hari. Leanna merasa bosan hingga membuatnya tak bisa tidur malam ini.Pelan-pelan Leanna berjalan menuju dapur untuk membuat kopi kesukaannya. Sambil sesekali menyeret kakinya yang masih sedikit sakit, Leanna memanaskan air dan mengambil bubuk kopi. Setengah berjinjit, Leanna berusaha mengambil cangkir kopi di rak paling atas. Karena keseimbangan kakinya belum baik, Leanna pun oleng. Untung seseorang menangkap pinggangnya dan membantunya berdiri dengan benar.“Kenapa tidak panggil Bu Tia saja?” kata Reynald yang terlihat masih mengenakan pakaian rapi walau terlihat sedikit kusut. Nampaknya pria itu baru saja pulang dari rumah sakit karena aro
Pagi sekali Leanna terbangun dalam kebingungan, karena seingatnya dia tertidur di sofa ruang santai saat sedang menyelesaikan gaun yang dibuatnya. Sekarang Leanna justru sudah berada di kamarnya.“Apa aku berjalan sambil tertidur, ya?” gumam Leanna pelan kemudian segera bangkit untuk bersiap-siap berangkat kerja.Setengah jam kemudian Leanna sudah ada di dapur membantu Bu Tia menyiapkan sarapan. Sekalipun Bu Tia menyuruhnya duduk saja namun wanita itu lebih suka ikut membantunya memasak dan menyiapkan peralatan makan. Hingga tak lama kemudian Reynald dan Fiona telah duduk bergabung mengelilingi meja makan.“Kalian mau minum apa? Kopi atau teh?” tanya Leanna sambil menyiapkan cangkir kopi atau teh.“Kopi,” jawab Reynald dan Fiona bersamaan. Dengan sigap Leanna menuang kopi ke dalam dua buah cangkir putih lalu memberikannya pada Reynald dan Fiona.“Selamat pagi cucuku semua!” sapa Kakek saat tiba di ruang makan kemudian duduk di kursinya. Pagi ini Kakek terlihat lelah tak seperti biasan