Share

Awal perubahan

Penulis: Tiarariy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-29 16:06:23

"Di, dimana?" Tanya Bayu, begitu ia dengar suara istrinya yang baru menjawab teleponnya setelah beberapa kali ia coba menghubunginya.

"Rumah, kenapa?" Diana balik bertanya diseberang sana, membuat Bayu samar mengerenyitkan alisnya mendengar itu.

"Rumah? Kamu gak lupa kan kita mau dinner sekarang? Aku udah di restoran loh nunggu kamu." Bayu sedikit heran mendengarnya, pasalnya nada bicara Diana tak terdengar seperti biasanya.

Biasanya istrinya yang selalu bersemangat jika mereka hendak melakukan hal-hal yang bersifat romantis seperti ini. Namun kali ini wanita itu tedengar seperti sedang bermalas-malasan.

"Inget, sebentar lagi aku jalan. Sorry tadi ketiduran." Jawab Diana sekedarnya.

"O..kay." Balas Bayu ragu.

"Hm." Hanya begitu Diana mnjawab, ia pun lantas menutup teleponnya.

Bayu merasa ada yang janggal. Sebab tak biasanya wanita itu memutus sambungan telepon tanpa menyatakan cinta. Biasanya ia selalu mendengar kalimat 'i love you' atau semacamnya. Kali ini Diana terdengar malas bicara padanya.

"Kenapa dia?" Gumam Bayu. Namun tak berusaha mencari tahu lebih jauh, ia hanya mengangkat bahu dan kembali menengelamkan pandangan pada layar ponselnya.

Puluhan menit menunggu, Bayu pun kembali menghubungi Diana sebab tak juga ia lihat tanda kedatangan istrinya.

Nada tunggu terdengar berkali-kali hingga akhirnya kembali terdengar suara sang istri di telinganya.

"Udah di taksi. Bisa sabar gak?" Ucap Diana, lagi-lagi membuat Bayu mengerutkan dahinya karena heran, sebab nada bicara Diana yang seperti ini adalah yang pertama kali ia dengar darinya.

"Aku cuma mastiin karena khawatir. Biasanya kamu gak pernah telat kalau janjian sama aku. Kamu kenapa Di?" Tanya Bayu dengan lembut.

"Gak apa-apa. Kenapa emangnya?" Diana balik bertanya..

"Kedengerannya kayak bete, aku ada salah?" Tanya Bayu lagi.

"Ngerasa habis buat salah?" Tanya Diana. Bayu seketika terdiam, tak mengerti maksud istrinya, namun sepertinya memang Diana sedang menahan kesal dengannya.

"Aku bingung." Jawab Bayu, setelah beberapa saat terdiam.

"Udah tunggu aja, aku gak lama kok. Atau kalo udah gak mau nunggu yaudah pulang aja."

"Ya enggak, bukan gitu, aku cuma--"

Tututut! Sambungan telepon terputus, padahal Bayu belum selesai bicara. Pria itu menyatukan alisnya, masih tak bisa menerka apa yang menyebabkan sang istri bersikap tak seperti biasanya.

Namun tak ingin ambil pusing, ia duduk saja di tempat yang sudah di reservasi oleh sekretarisnya untuk mereka. Dengan buket bunga yang ada dalam genggamannya yang juga disiapkan oleh sekretarisnya.

Ia yakin Diana akan senang menerimanya, dan wanita itu akan tersenyum manis di hadapannya lagi seperti hari-hari kemarin.

Tiga puluh menit, hingga satu jam ia menunggu, tak kunjung ia lihat tanda kedatangan istrinya.

"Ck! Kemana sih dia?" Gumamnya, mulai merasa kesal. Ia merasa ada sesuatu yang aneh dari cara bicara Diana padanya di telepon tadi. Sebab biasanya wanita itu yang selalu memulai dan memintanya melakukan hal-hal romantis.

Termasuk makan malam kali ini, ia juga yang memberi kode sejak lama pada Bayu untuk merayakan hari jadi mereka, hingga mau tak mau ia menyuruh sekretarisnya menyusun ini semua sebab ia enggan mendengar Diana menggerutu dan mengatakan bahwa ia adalah suami yang tidak peka.

Dan bukan suatu hal yang biasa juga, Diana membuatnya menunggu lama seperti ini, sebab biasanya wanita itu justru yang selalu datang lebih dulu jika mereka membuat janji.

Takut terjadi sesuatu pada istrinya di jalan, Ia pun memutuskan untuk meraih kembali ponselnya, berniat untuk kembali menghubungi sang istri lagi tanpa peduli jika ia akan kembali mendengar nada bicara Diana yang ketus padanya.

"Maaf lama." Namun baru saja ingin menghubunginya, Diana tiba-tiba sudah duduk di hadapannya.

"Dari mana sih? Kok tumben lama banget?" Tanya Bayu, sambil meletakkan kembali ponselnya diatas meja.

"Baru kali ini ya nunggu aku? Biasanya kan aku terus yang nunggu kamu." Jawab Diana, tanpa sedikitpun senyum di wajahnya. Ia langsung fokus melihat buku menu tanpa menanyakan apapun pada Bayu, seolah tak peduli dengan rasa kesalnya yang sudah lama menungu di tempat itu.

"Di, ada apa?" Tanya pria itu lagi.

"Apanya?"

"Kamu kesel?"

"Kesel kenapa?"

"Ya gak tahu, makanya aku tanya." Jawab Bayu

*

*

****************************

"Aku cuma mastiin karena khawatir. Kamu kenapa Di?" Terdengar suara Bayu di seberang sana.

'Cih! Khawatir katanya. Khawatir kedudukanmu di perusahaan terancam kalo aku kenapa-napa gitu?'  Diana bermonolog dalam hatinya, tak percaya suaminya tulus mengkhawatirkan dirinya.

Enggan rasanya ia menemui Bayu saat ini, namun sekesal apapun ia pada pria itu, tetap dalam hati tak tega membayangkan Bayu menunggunya selama berjam-jam seperti orang bodoh jika ia tak pergi menemuinya.

Diana lantas melangkah masuk ke sebuah restoran yang menjadi favoritnya, dimana sang suami menunggu.

Mulanya sudah ia siapkan segala hal yang akan ia pakai untuk makan malam kali ini. Tapi sekarang ia malah memendam kekesalan pada suaminya sebab baru ia ketahui apa yang dirasakan Bayu terhadap dirinya.

Duduk dihadapannya saat ini, membuat Diana mengerti bagaimana bisa Bayu seolah memiliki kepribadian ganda. Ia nampak dingin jika disaat-saat seperti ini. Hanya hangat, bahkan panas saat diatas ranjang.

'Orang bilang gak ada nafsu kalo gak ada cinta. Tapi kenapa dia selalu kayak hewan buas kalau lagi ada di atasku. Atau sebenernya hanya punya nafsu, tanpa cinta. Apa bisa?' Diana masih mencoba menelaah apa yang sebenarnya ada di dalam pikiran suaminya saat ini.

"Lihatin apa?" Tanya Bayu tiba-tiba, membuatnya terperanjat dan berusaha kembali memfokuskan pandangan pada pria yang masih mengenakan setelan kantornya itu.

"Kok ngelamun? Makanannya gak enak?" Tanyanya lagi sebab tak ia dengar jawaban dari Diana.

"Nggak. Gak apa-apa." Jawabnya, kemudian ia kembali memotong steak nya dan menyuapkannya ke dalam mulut.

"Oh iya, sampe lupa aku. Nih untuk kamu." Ucap Bayu sambil menyerahkan buket bunga kesukaan Diana. Wanita itu menerima, namun hanya mengangkat sebelah sudut bibirnya.

Setelah apa yang didengarnya siang tadi, matanya seolah langsung terbuka lebar. Menemukan alasan demi alasan atas sikap Bayu yang sebenarnya tak pernah memperlakukannya dengan spesial.

"Bagus juga seleranya Riska." Jawab Diana, alih-alih berterima kasih pada suaminya

"Maksud kamu?" Tanya Bayu.

"Ini, Riska yang siapin kan?" Diana menunjuk bunga yang berada di tangannya itu dengan lirikan mata. Selama ini hanya berpura-pura tak tahu bahwa Bayu tak pernah menyiapkan hal-hal seperti ini dengan tangannya sendiri dan ia tetap mengapresiasi apa yang diberikan suaminya. Namun kini rasanya ia tak tahan lagi dengan kepura-puraan Bayu yang baru diketahuinya.

Bayu pun terdiam, ia tersenyum dan mengulurkan tangannya mencoba meraih tangan Diana, namun wanita itu segera menghindar.

"Sayang, kamu tahu aku lagi sibuk belakangan ini. Aku gak--"

"Gak sempet, siapin bunga setahun sekali. Lebih penting pekerjaan kamu, aku tahu kok. Santai aja, gak masalah." Diana tersenyum tipis setelah menyela perkataan Bayu. Kemudian ia lanjutkan makannya sementara Bayu kini memutar otak mencari cara agar suasana hati istrinya membaik.

Ia tak tahu apa yang membuatnya seperti ini. Namun Bayu jelas merasa tak nyaman dengan sikapnya yang tak seperti biasa.

Mungkin pra menstruasi, pikir Bayu. Ia pun berinisiatif akan membawa Diana jalan-jalan sebelum mereka kembali kerumah nanti.

**************************

"Kita pulang aja." Jawab Diana, setelah memasang sabuk pengamannya. Menolak tawaran Bayu yang berusaha menghibur setelah menyadari suasana hatinya yang sedang tak baik saja.

"Kamu tuh kenapa sih?" Bayu terdengar mulai gusar kini mempertanyakan sikap istrinya.

"Kamu yang udah lama mau dinner ini, aku cuma nurutin maunya kamu, sekarang malah badmood gak jelas kayak anak kecil gini." Bayu mengungkapkan kekesalannya. Ia memang tak pernah bisa banyak bersabar jika menghadapi Diana.

"Aku kayak anak kecil? Bisa-bisanya ya kamu mikir kayak gitu." Jawab Diana, mulai tersulut emosi juga.

"Emang iya kan? Kamu gak menghargai waktu aku tahu gak. Aku bisa ngurus hal lain, tapi aku kesini buat kamu loh."

"Oh, jadi kamu nyesel? Kesini karena terpaksa, gitu kan?" Diana mulai meninggikan suaranya.

"Ya enggak, tapi harusnya kamu gak ngerusak suasana gini lah."

"Iya salahku. Emang semua masalah itu pasti aku yang salah. Puas kamu?!" Ucap Diana, kemudian ia lepaskan kembali sabuk pengamannya. Turun dari mobil Bayu dan berjalan menjauh dari mobil itu sambil bersusah payah menahan bagian bawah gaun yang ia kenakan dengan kedua tangannya.

"Di!" Seru Bayu memanggilnya. Tak peduli dengan itu, Diana tak menghentikan langkahnya.

Namun bukannya mengejar, Diana malah mendengar deru mesin mobil Bayu yang pergi begitu saja meninggalkannya.

Seketika ia menghentikan langkah dan menoleh perlahan ke belakang, lantas mendapati mobil Bayu yang benar-benar pergi, semakin menjauh dan menghilang.

Diana kehabisan kata-kata, ia benar-benar tak menyangka pria itu sampai benar-benar meninggalkannya sendirian disana padahal ia berharap...

"Huuhh..." Salahnya, pikir Diana. Ia yang terlalu tinggi menaruh harapan, padahal tahu pria itu tak mungkin turun dan membujuknya untuk pulang bersama.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mengejar Cinta Istriku   Happy Ending (Tamat)

    Enam bulan kemudian Bayu tersenyum sambil tangannya meremat gemas melihat putranya mengoceh sambil tersenyum padanya. "Pake baju dulu ya, yuk yang cepet yuk, nanti Mama marah." Bisik Bayu, lalu mulai meraih tangan Bima hendak membantunya berpakaian setelah Diana yang memandikannya. Namun baru saja sebelah tangan terangkat, Bima malah membalik tubuhnya sendiri hingga telungkup. "Ya ampun, sayang. Diem dulu, pake baju dulu ya." Ucap Bayu dengan lembut, kemudian berusaha kembali menelentangkan tubuh putranya. Namun lagi-lagi Bima telungkup sambil mengoceh. Sesekali tertawa seolah ia sedang sengaja menyulitkan ayahnya. Bayu pun tertawa gemas, namun tetap tangannya bergerak berusaha memakaikan pakaian yang sudah disiapkan Diana, sebelum istrinya mengoceh sebab terlalu lama geraknya untuk membuat putranya berpakaian. "Udah belum Pa? Gantian nih, Mas Megan udah selesai Mandi." Ucap Diana setelah keluar dari kamar mandi dengan Megan berada dalam gendongannya. "Belum sayang, gi

  • Mengejar Cinta Istriku   Puncak Kebahgaiaan

    Beberapa bulan kemudian Bayu duduk di samping pembaringan Diana yang tengah berjuang di ruang persalinan. Nafasnya tercekat, tangan mereka erat tergenggam, menyongsong kelahiran buah cinta mereka. Mata Diana berkaca-kaca, berusaha memenuhi hatinya dengan kekuatan dan ketegaran yang luar biasa, sementara Bayu mencoba memberikan semangat. "Kamu kuat, Sayang. Maafin aku ya kamu jadi kesakitan begini. Aku disini temenin kamu. Aku sayang kamu Di, sayang banget." Berkata di setiap kontraksi yang Diana rasakan seakan membawa mereka ke dalam petualangan baru yang penuh harapan. Emosi bercampur, dari cemas hingga takjub, menunggu detik di mana mereka akan bertemu dengan malaikat kecil yang akan mengubah dunia mereka selamanya. "Mas.." suara Diana bergetar penuh kesakitan, bibirnya pucat pasi saat ia menggenggam tangan suaminya, mencari dukungan dalam setiap nafasnya. Perihnya begitu nyata, seolah tiap detik membawanya lebih dekat pada batas kemampuannya. Dalam deru nafas yang tertahan,

  • Mengejar Cinta Istriku   Aku Mau Punya Anak

    "Jadi? Kita pisah disini ya?" Ucap Luna, saat mereka hendak berpisah untuk pulang kerumah masing-masing setelah liburan singkat ini. Turun dari pesawat, ia menyempatkan diri untuk menyapa mereka kembali untuk sekedar berpamitan sekaligus mengucap salam perpisahan. "Hm, Terima kasih buat liburannya, menyenangkan." Jawab Abi. "Aku yang terima kasih, dan maaf juga. Kalian tahu orang tuaku gimana. Terima kasih udah pengertian." Ucap Luna sambil memegang sebelah lengan Anya di akhir kalimatnya. Ia merasa tak enak hati sebab tahu Anya sempat salah paham padanya. Juga permintaan maaf atas niat awal orang tuanya yang berpikir ingin merebut Abi untuk menikah dengannya. "Gak masalah. Sampe ketemu lagi kalo gitu." Jawab Anya. Ia pun tersenyum, berusaha memahami semata-mata hanya untuk kebahagiaan suaminya yang begitu menginginkan proyek ini. Tapi baginya saat ini memang tak ada hal yang harus dicemburui sebab tahu bagaimana latar belakang Luna seperti apa yang diceritakan Abi padanya. "Ja

  • Mengejar Cinta Istriku   Proyek Kemenangan

    "Ini loh yang aku takutin. Kamu tuh ceroboh. Kenapa gak cari tahu dulu latar belakangnya sih?" Bara mengusak wajahnya dengan kedua telapak tangannya dengan kasar, mendengar sang istri mengomelinya sejak mereka masuk kedalam kamar. Fakta bahwa Abi adalah mantan pacar Luna, tentu saja membuat mereka mati langkah. Ia yakin Abi sudah mengetahui sebab mengapa mereka mati-matian mencarikan jodoh untuk putrinya. "Ya aku gak kepikiran dunia sesempit ini Ma. Gimana bisa sih mereka ketemu lagian?" Jawab Bara. Istrinya pun menatapnya dengan tatapan tak mengerti. "Kamu nanya aku? Terus aku harus tanya siapa Pa?! Gak ada yang gak mungkin lagian, kita hidup di kota yang sama kan. Kamu pikir kota yang kita tinggalin seluas apa?" Setengah membentak, ia tak habis pikir dengan pertanyaan suaminya. "Lagian ini semua gara-gara kamu tahu gak! Kamu yang manjain dia. Kamu malah ngizinin dia ngelakuin hal ekstrem kayak gini. Dia aja gak bisa tanggung jawab sama hidupnya sendiri. Kalo udah begini gi

  • Mengejar Cinta Istriku   Cemburu Salah Sasaran

    Abi menggenggam tangan istrinya dibalik meja. Mendengar ocehan yang keluar dari mulut Bara dan istrinya, yang terus memuji putrinya yang belum hadir ditengah-tengah mereka. Ia membulatkan tekad untuk memenuhi panggilan Bara berharap bisa mendapatkan keinginannya, namun sepertinya apa yang dikatakan Bayu memang benar adanya. Tak ada pembicaraan mengenai pekerjaan. Ia sampai tak enak hati pada Anya, meskipun sudah ia beritahukan kemungkinan ini pada istrinya sejak awal. Namun wanita itu nampak berusaha tenang. Hanya memberi senyum tipis pada mereka, meski dalam hati tak tahan sebab mereka terus menyamakan apa-apa yang dikatakan Abi dengan apa yang ada pada putri mereka. Mulai dari hobi, hingga makanan favoritnya. Bahkan tak jarang mereka membuat Anya sibuk dengan dalih pekerjaan, agar bisa memiliki lebih banyak waktu yang leluasa untuk bicara pada Abi. "Kalo gak nyaman, kita pulang aja." Bisik Abi kemudian. Anya hanya tersenyum, berusaha terlihat baik-baik saja sebab ia tahu bagaim

  • Mengejar Cinta Istriku   Proyek Pembuktian

    "Biar mampus lah mereka. Lagian punya mulut gak dijaga. Gue juga udah pernah jadi korban. Cuma gak kedengeran aja. Tapi lagian gue juga bukan siapa-siapanya Pak Bayu sih. Kalo lo kan keluarganya. Pantes lah kalo Pak Bayu belain." "Masih untung yang denger bukan Pak Abi. Kita semua juga tahu dia gimana. Bisa-bisa langsung dilempar keluar jendela kali mereka semua." Riska mengungkapkan kekesalannya, kini duduk berhadapan dengan Anya di kafetaria yang ada di lantai bawah. Masih soal para penggunjing yang membuatnya mendendam itu, Riska nampak puas dengan apa yang mereka dapatkan. "Gue gak enak, pasti habis ini gue tambah di omongin gak sih?" Jawab Anya. "Apa sempet menurut lo? Sebentar lagi Pak Abi tahu, menurut lo berapa lama mereka bisa bertahan disini?" Sahut Riska. "Lagian kita gak ada salah, mulut mereka yang liar. Jadi ngapain ngerasa risih? Gak banget." Sambung Riska. Anya pun menghela nafas. Justru itu yang ia takutkan. Abi mungkin tak bisa menahan diri, makanya ia

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status