Share

Memulai Rencana

Author: Tiarariy
last update Last Updated: 2024-07-03 08:10:59

Sementara di dalam rumahnya kini, Diana berkacak pinggang dihadapan sebuah dus besar yang ia ambil dari gudang. Ia gunting perekat yang merekatkan tutupnya, kemudian ia buka dus itu untuk melihat kembali isi di dalamnya.

Baju-baju lama yang ia simpan yang pernah mengisi lemari pakaiannya dulu. Sebagian ia sumbangkan pada orang lain, sementara yang ini adalah baju-baju kesayangannya yang tak ingin ia buang.

Ia mengeluarkan satu persatu baju-baju itu dan mencoba untuk mengenakannya kembali. Badannya yang tak banyak berubah, membuat semua pakaian itu masih terlihat bagus-bagus saja dikenakan olehnya.

"Sabar ya anak-anakku, kalian akan kembali ke lemariku lagi setelah ini." Gumam Diana pada tumpukkan lembar baju yang masih tersusun di dalam dus seolah benda itu bisa mendengar perkataannya.

Setelah memutuskan untuk bercerai, kali ini ia tak ingin lagi menuruti selera suaminya dalam hal berpakaian, tak peduli apa yang akan dikatakan dan dipikirkan oleh pria itu.

Yang jelas ia hanya ingin menjadi dirinya sendiri dan tak mau lagi hidup dibawah bayang-bayang wanita lain.

Ia bawa semua benda itu dan memasukannya ke dalam mesin cuci. Menekan beberapa tombol, ia hanya tinggal menunggu semua pakaian itu bersih dari debu yang mungkin menempel selama ia menyimpannya di dalam dus, agar bisa ia gunakan kembali setelah ini.

Sambil menunggu, ia pun berbaring di kamar tamu yang ia tempati semalam. Enggan masuk ke dalam kamarnya, sebab letaknya lumayan jauh dari ruang cuci.

Perlahan namun pasti, matanya pun mulai terpejam, sebab lelahnya setelah seharian mengasuh Citra dan sibuk dengan hal lain yang sedang ia persiapkan.

Namun belum selelap itu, ia dengar suara deru mesin mobil mulai memasuki halaman rumahnya, yang ia tahu itu pasti mobil suaminya.

Namun tak peduli, tak pula berniat menyambut kedatangan sang suami seperti biasanya, Diana malah meneruskan tidurnya sambil berbalik menghadap ke dinding.

Sementara diluar sana, Bayu bergegas turun dari mobilnya. Melangkah masuk ke dalam rumah, kini ia buka pintu rumahnya sendiri, padahal sebelumnya Diana selalu membukakan pintu dan menyambut kepulangannya.

Baru karena itu saja ia sudah mulai kesal. Tak tahan lagi dengan sikap Diana yang masih saja mengabaikannya sejak semalam.

Mencari seluruh ruangan, ia tak mendapati istrinya. Kemudian ia naiki anak tangga menuju ke kamarnya, dan tak pula ia dapati istrinya disana. Ia pun kembali melangkah menuju kamar tamu yang terbuka sedikit pintunya.

Ia yakin istrinya berada disana, dan memang benar ia akhirnya menemukan Diana yang sedang berbaring menghadap ke dinding.

"Di.." Panggilnya. Ia lepaskan sepatu dan kaus kakinya, lalu menarik dasinya dan melepaskannya setelah ia lemparkan tas kerja dan jasnya ke sofa.

"Tidur beneran atau pura-pura? Suaminya pulang gak disapa." Ucap Bayu, kemudian merangkak menaiki ranjang.

Diana perlahan membuka mata setelah mendengar Bayu yang terus bicara. Namun memilih tak bergerak dan tetap pura-pura tertidur, sebab ia enggan bicara dengan pria yang masih suaminya itu.

Ia pikir Bayu akan pergi, namun ternyata pria itu malah berbaring di belakangnya dan menghimpit tubuhnya hingga hampir menempel pada dinding.

"Di.. aku pulang nih. Gak mau bangun?" Tanya Bayu dengan suara yang dilembutkan sambil berbisik di telinga istrinya. Diana tak juga bersuara apalagi bergerak. Masih berpura-pura terpejam yang tentu Bayu pun mengetahui itu.

Ia pun menggoda istrinya dengan mengecupi daun telinganya sambil tangannya menelusup masuk kedalam pakaian Diana kemudian meremas dadanya.

"Sakit!" Diana akhirnya terpaksa menyudahi diamnya dan berusaha melepaskan tangan besar Bayu yang menangkup sebelah dadanya. Namun pria itu enggan melepaskannya malah semakin kuat menggenggamnya.

"Lepas! Kasar banget sih!" Diana menyikut perutnya dan menyingkirkan tangan Bayu dari tubuhnya. Ia berusaha bangkit dari posisinya, namun Bayu kembali menahannya dan menarik Diana kembali ke dalam dekapannya.

Menjadikan lengannya sebagai bantalan untuk membaringkan kepala wanita itu, Bayu pun menahan punggung dan pinggang Diana dengan tangannya yang lain sementara sebelah kakinya juga ia gunakan untuk menindih kaki Diana agar wanita itu tak bergerak dari sana.

"Awet banget sih marahnya. Hm? Selesain sekarang, aku gak suka dicuekin." Ucap Bayu setelahnya.

Diana masih dengan sorot mata yang Bayu benci melihatnya. Pria itu pun enggan melihatnya dan dengan cepat merubah posisinya ke atas Diana.

"Jangan lihat aku begitu." Kata Bayu, sambil kini mengusap lembut bibir Diana dan mengecupnya.

"Kamu mau apa? Hm? Mau makan apa? Kita makan diluar, yuk. Mau?" Bayu menawarkan.

"Untuk apa? Supaya kamu bisa ninggalin aku lagi kayak kemarin?" Sahut Diana, sambil berusaha mendorong dada Bayu agar menjauh darinya. Namun dirasa percuma sebab pria itu tentu saja jauh lebih kuat darinya.

Kedua tangannya kini tertahan dan Bayu pun sibuk menciumi leher dan dadanya.

"Gak sayang. Gak kali ini, aku janji. Kamu masih marah soal itu? Hm?" Bayu memilih bersikap pura-pura bodoh daripada harus membahas sebab dari kemarahan istrinya yang sebenarnya sudah ia ketahui.

Ia tak tahu apa yang harus ia jelaskan pada wanita itu, takut masalahnya malah semakin runyam jika kembali membahasnya.

"Buat apa marah sama kamu? Lagian kamu juga gak akan peduli. Yang kamu pikirin cuma-- Akkhh!" Diana memekik begitu ia rasakan Bayu yang menghentakkan tubuhnya tanpa aba-aba ke dalam sana. Perih ia rasa, sebab Bayu begitu memaksakan saat Diana belum benar-benar siap.

"Cuma apa sayang? Mmh.. cuma apa, Diana?" Bayu mulai bergerak, sementara Diana lagi-lagi hanya bisa pasrah.

"Cuma tubuhku.. aaawhh... yang kamuhh mau.. ngghhh.. iya kan?" Diana bicara sambil berusaha mengatur nafasnya.

"I'm sorry, Di. Mmhh.. harus berapa kali aku minta maaf? Hm? Maumu apa, Sayang?" Tanya Bayu, sambil menahan bahu Diana entah untuk apa.

"Kapan? Ngh... kapan kamuh.. minta maaf dengan benar? Mmhh.. kamu gak pernah.. aaauhh.." Ia pejamkan matanya kuat-kuat saat Bayu tiba-tiba mencabut benda itu darinya dan memaksanya untuk membalik posisi tubuhnya.

Pria itu mengangkat tubuhnya dan menuntunnya untuk berpegangan pada kepala ranjang hingga Bayu bisa memasukinya dari belakang.

"Ahh..aawwhh.." Diana menggigit bibirnya menahan hentakkan itu.

"Mmhh.. Rindu sayang... aku kangen kayak gini sama kamu." Bisik Bayu.

Sibuk tangannya menjamahi istrinya sementara bibirnya pun tak diam kini menikmati ceruk leher Diana dengan aroma parfum yang disukainya.

Diana tak menjawab, hanya menggenggam erat apa yang sedang menjadi pegangannya, merasakan gerakan Bayu yang semakin cepat membuatnya tak bisa menahan pelepasannya juga.

Ia berusaha merapatkan pahanya, namun Bayu menahannya dan malah memainkan jarinya diantara kedua paha Diana. Dengan lihainya ia membuat sang istri menggelinjang dalam dekapannya dan memejamkan mata kuat-kuat, membuat Bayu tersenyum penuh kemenangan.

Ia berhenti bergerak, hanya sesaat membiarkan Diana menikmati pelepasannya lebih dulu.

Banjir keringat tak dipedulikan, ia rasa cukup membuat Diana lemas, kini ia kembali membaringkannya.

Dan lagi, ia tanamkan miliknya di dalam sana hendak menyelesaikan apa yang belum di dapatkannya.

"Semarah apapun kamu, kamu tetap butuh aku. Iya kan?" Ucap Bayu. Diana yang sudah tak memiliki tenaga pun hanya bisa menatap wajahnya, meski dalam hati ia muak mendengar kalimat itu dari mulut suaminya.

"Aku gak pernah minta. Kamu yang selalu datengin aku." Jawab Diana.

"Ayolah sayang. Mau sampai kapan sih? Aku gak suka kamu bersikap keras begini. Kamu mau apa? Bilang. Aku turutin." Ucap Bayu di sela nafasnya yang menderu dan masih bergerak diatasnya membuat tubuh Diana yang mungil itu memantul-mantul mengikuti hentakannya.

Mengangkat sebelah sudut bibirnya, Diana merasa ini waktu yang tepat untuk memulai misinya.

"Aku mau bisnis." Ucap Diana.

"Mhhh.. oohhh. Apah??"

"Hhh... bisnis... mmhh.. aku mau bisnis..."

"Aaahhhh.... " Belum sempat menjawab, Bayu lebih dulu berada pada puncak kenikmatannya. Seketika menghangat rahim Diana, dipenuhi cairan kosong yang tak pernah bisa membuahinya disana.

Memang sejak pernikahan mereka, anak yang Diana nantikan belum juga hadir. Mereka terus melakukan program kehamilan namun sampai saat ini belum juga membuahkan hasil.

"Bisnis apa? Kenapa tiba-tiba mau bisnis?" Tanya Bayu. Nada bicaranya mulai kembali normal setelah nafasnya mulai teratur.

"Aku mau belajar bisnis makanan. Dessert atau apapun itu, aku mau punya toko sendiri." Jawab Diana.

"Kamu tahu aku gak suka kamu kebanyakan kegiatan diluar rumah. Gak lupa kan?" Jawab Bayu. Kembali dengan nada bicara yang dingin khas dirinya. Membuat Diana semakin muak sebab menyadari pria itu memang hanya bersikap lembut dan hangat saat mereka berada dalam aktifitas yang disukainya saja.

"Aku bisa private kok, tinggal adain aja alatnya, panggil pengajarnya kerumah. Selesai kan? Emang kamunya aja yang gak pernah biarin aku ngelakuin apa yang aku suka." Jawab Diana sambil berpakaian, kemudian berlalu hendak meninggalkan Bayu, namun pria itu masih menahannya.

Ia tahu pasti Diana bersikap begini karena mendengar ucapannya, maka ia tak ingin seolah apa yang didengar istrinya itu memang terbukti.

"Jangan bilang gitu. Mau belajar dimana sih? Yaudah ambil private aja dirumah ya. Nanti aku suruh Riska yang cari apa aja yang kamu butuhin. Aku suruh juga dia buat beliin alatnya. Kamu bilang aja butuhnya apa." Jawab Bayu.

Diana pun melepaskan tangan sang suami dari lengannya. Memutar bola matanya dengan malas lalu kembali ke kamarnya tanpa menjawab, apalagi berterima kasih pada pria itu.

Bayu pun mendengus, kemudian mengekori istrinya dari belakang.

"Aku udah turutin yang kamu mau, apalagi sih, Di? Masih aja mukamu kecut gitu."

"Ya bagus lah, kamu kan emang selalu nurutin keinginanku kalo lagi merasa bersalah." Jawab Diana, meringankan saja nada bicaranya.

"Karena aku gak suka kamu kayak gini. Udah dong, ya." Bayu memegang kedua lengannya dan meraih dagunya membuat Diana kembali menatap wajahnya. Namun Diana hanya menghempaskan tangan itu dan memberi tatapan tajam pada Bayu.

Pria itu mulai habis sabar dan kini berkacak pinggang. Tak lagi berusaha membujuk, hanya memandangi Diana yang kini berbalik dan mengusak wajahnya.

Diana pun menyadari hal itu, sikapnya mungkin lama kelamaan akan membuat Bayu balik marah padanya.

Ia harus menahan, pikir Diana. Ia tak bisa memperlakukan Bayu seperti ini jika ingin mendapatkan keinginannya. Pria itu tak boleh menaruh curiga, atau semua rencananya untuk hidup sendiri mungkin akan berantakan.

Ia lantas berbalik dan mendapati Bayu yang hanya menatapnya dengan wajah masam, lalu mencari cara dan menguatkan hati untuk tetap bersikap hangat dihadapan suaminya, setidaknya sampai ia benar-benar bisa pergi dari pria itu.

"Kamu mandi dulu. Aku siapin baju." Ucap Diana, berusaha melembutkan suaranya. Ia paksakan senyumnya sambil mengusap dada Bayu dengan lembut.

Bernafas lega melihat istrinya melunak, Bayu lantas menangkup pipi Diana dan kembali menciumi bibirnya.

"Yaudah aku mandi dulu ya." Ucapnya, Kemudian ia pun berbalik dan masuk ke dalam kamar mandi, menuruti perkataan istrinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mengejar Cinta Istriku   Happy Ending (Tamat)

    Enam bulan kemudian Bayu tersenyum sambil tangannya meremat gemas melihat putranya mengoceh sambil tersenyum padanya. "Pake baju dulu ya, yuk yang cepet yuk, nanti Mama marah." Bisik Bayu, lalu mulai meraih tangan Bima hendak membantunya berpakaian setelah Diana yang memandikannya. Namun baru saja sebelah tangan terangkat, Bima malah membalik tubuhnya sendiri hingga telungkup. "Ya ampun, sayang. Diem dulu, pake baju dulu ya." Ucap Bayu dengan lembut, kemudian berusaha kembali menelentangkan tubuh putranya. Namun lagi-lagi Bima telungkup sambil mengoceh. Sesekali tertawa seolah ia sedang sengaja menyulitkan ayahnya. Bayu pun tertawa gemas, namun tetap tangannya bergerak berusaha memakaikan pakaian yang sudah disiapkan Diana, sebelum istrinya mengoceh sebab terlalu lama geraknya untuk membuat putranya berpakaian. "Udah belum Pa? Gantian nih, Mas Megan udah selesai Mandi." Ucap Diana setelah keluar dari kamar mandi dengan Megan berada dalam gendongannya. "Belum sayang, gi

  • Mengejar Cinta Istriku   Puncak Kebahgaiaan

    Beberapa bulan kemudian Bayu duduk di samping pembaringan Diana yang tengah berjuang di ruang persalinan. Nafasnya tercekat, tangan mereka erat tergenggam, menyongsong kelahiran buah cinta mereka. Mata Diana berkaca-kaca, berusaha memenuhi hatinya dengan kekuatan dan ketegaran yang luar biasa, sementara Bayu mencoba memberikan semangat. "Kamu kuat, Sayang. Maafin aku ya kamu jadi kesakitan begini. Aku disini temenin kamu. Aku sayang kamu Di, sayang banget." Berkata di setiap kontraksi yang Diana rasakan seakan membawa mereka ke dalam petualangan baru yang penuh harapan. Emosi bercampur, dari cemas hingga takjub, menunggu detik di mana mereka akan bertemu dengan malaikat kecil yang akan mengubah dunia mereka selamanya. "Mas.." suara Diana bergetar penuh kesakitan, bibirnya pucat pasi saat ia menggenggam tangan suaminya, mencari dukungan dalam setiap nafasnya. Perihnya begitu nyata, seolah tiap detik membawanya lebih dekat pada batas kemampuannya. Dalam deru nafas yang tertahan,

  • Mengejar Cinta Istriku   Aku Mau Punya Anak

    "Jadi? Kita pisah disini ya?" Ucap Luna, saat mereka hendak berpisah untuk pulang kerumah masing-masing setelah liburan singkat ini. Turun dari pesawat, ia menyempatkan diri untuk menyapa mereka kembali untuk sekedar berpamitan sekaligus mengucap salam perpisahan. "Hm, Terima kasih buat liburannya, menyenangkan." Jawab Abi. "Aku yang terima kasih, dan maaf juga. Kalian tahu orang tuaku gimana. Terima kasih udah pengertian." Ucap Luna sambil memegang sebelah lengan Anya di akhir kalimatnya. Ia merasa tak enak hati sebab tahu Anya sempat salah paham padanya. Juga permintaan maaf atas niat awal orang tuanya yang berpikir ingin merebut Abi untuk menikah dengannya. "Gak masalah. Sampe ketemu lagi kalo gitu." Jawab Anya. Ia pun tersenyum, berusaha memahami semata-mata hanya untuk kebahagiaan suaminya yang begitu menginginkan proyek ini. Tapi baginya saat ini memang tak ada hal yang harus dicemburui sebab tahu bagaimana latar belakang Luna seperti apa yang diceritakan Abi padanya. "Ja

  • Mengejar Cinta Istriku   Proyek Kemenangan

    "Ini loh yang aku takutin. Kamu tuh ceroboh. Kenapa gak cari tahu dulu latar belakangnya sih?" Bara mengusak wajahnya dengan kedua telapak tangannya dengan kasar, mendengar sang istri mengomelinya sejak mereka masuk kedalam kamar. Fakta bahwa Abi adalah mantan pacar Luna, tentu saja membuat mereka mati langkah. Ia yakin Abi sudah mengetahui sebab mengapa mereka mati-matian mencarikan jodoh untuk putrinya. "Ya aku gak kepikiran dunia sesempit ini Ma. Gimana bisa sih mereka ketemu lagian?" Jawab Bara. Istrinya pun menatapnya dengan tatapan tak mengerti. "Kamu nanya aku? Terus aku harus tanya siapa Pa?! Gak ada yang gak mungkin lagian, kita hidup di kota yang sama kan. Kamu pikir kota yang kita tinggalin seluas apa?" Setengah membentak, ia tak habis pikir dengan pertanyaan suaminya. "Lagian ini semua gara-gara kamu tahu gak! Kamu yang manjain dia. Kamu malah ngizinin dia ngelakuin hal ekstrem kayak gini. Dia aja gak bisa tanggung jawab sama hidupnya sendiri. Kalo udah begini gi

  • Mengejar Cinta Istriku   Cemburu Salah Sasaran

    Abi menggenggam tangan istrinya dibalik meja. Mendengar ocehan yang keluar dari mulut Bara dan istrinya, yang terus memuji putrinya yang belum hadir ditengah-tengah mereka. Ia membulatkan tekad untuk memenuhi panggilan Bara berharap bisa mendapatkan keinginannya, namun sepertinya apa yang dikatakan Bayu memang benar adanya. Tak ada pembicaraan mengenai pekerjaan. Ia sampai tak enak hati pada Anya, meskipun sudah ia beritahukan kemungkinan ini pada istrinya sejak awal. Namun wanita itu nampak berusaha tenang. Hanya memberi senyum tipis pada mereka, meski dalam hati tak tahan sebab mereka terus menyamakan apa-apa yang dikatakan Abi dengan apa yang ada pada putri mereka. Mulai dari hobi, hingga makanan favoritnya. Bahkan tak jarang mereka membuat Anya sibuk dengan dalih pekerjaan, agar bisa memiliki lebih banyak waktu yang leluasa untuk bicara pada Abi. "Kalo gak nyaman, kita pulang aja." Bisik Abi kemudian. Anya hanya tersenyum, berusaha terlihat baik-baik saja sebab ia tahu bagaim

  • Mengejar Cinta Istriku   Proyek Pembuktian

    "Biar mampus lah mereka. Lagian punya mulut gak dijaga. Gue juga udah pernah jadi korban. Cuma gak kedengeran aja. Tapi lagian gue juga bukan siapa-siapanya Pak Bayu sih. Kalo lo kan keluarganya. Pantes lah kalo Pak Bayu belain." "Masih untung yang denger bukan Pak Abi. Kita semua juga tahu dia gimana. Bisa-bisa langsung dilempar keluar jendela kali mereka semua." Riska mengungkapkan kekesalannya, kini duduk berhadapan dengan Anya di kafetaria yang ada di lantai bawah. Masih soal para penggunjing yang membuatnya mendendam itu, Riska nampak puas dengan apa yang mereka dapatkan. "Gue gak enak, pasti habis ini gue tambah di omongin gak sih?" Jawab Anya. "Apa sempet menurut lo? Sebentar lagi Pak Abi tahu, menurut lo berapa lama mereka bisa bertahan disini?" Sahut Riska. "Lagian kita gak ada salah, mulut mereka yang liar. Jadi ngapain ngerasa risih? Gak banget." Sambung Riska. Anya pun menghela nafas. Justru itu yang ia takutkan. Abi mungkin tak bisa menahan diri, makanya ia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status