Share

Menyadari Kesalahan

Author: Tiarariy
last update Last Updated: 2024-07-02 12:34:14

"Pak, ini punya Bu Diana, mau sekalian bapak yang bawa atau saya yang anter aja?" Tanya Riska, begitu melihat Bayu bersiap untuk pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya. Ia tanyakan perihal kotak makan yang ditinggalkan Diana kemarin, sebab ia ragu bagaimana harus mengembalikannya pada istri bosnya itu.

"Punya ibu?" Tanya Bayu heran.

"Iya pak." Jawab Riska ragu, sebab ia pikir atasannya itu tahu mengapa benda itu ada padanya sekarang.

"Kapan ibu kesini?" Tanya Bayu, lantas Riska pun menaikkan alisnya mendengar itu. Ternyata ia benar-benar tak tahu bahwa istrinya berkunjung kemarin, ucap Riska dalam hati.

"Kemarin siang pak." Jawab Riska.

"Kemarin siang?" Tanya Bayu lagi, sambil berusaha mengingat sebab ia tak tahu sama sekali jika istrinya mengunjunginya ke kantor kemarin.

"Kemarin siang ibu kesini? Kok saya gak tahu?" Tanya Bayu lagi.

"Oh iya pak. Itu soalnya ibu bilang jangan.." Riska mengerejapkan mata, mulutnya yang spontan ternganga pun ia tutupi dengan sebelah tangan, saking terkejut sendiri dengan apa yang dilakukannya barusan.

Ia baru teringat bahwa Diana berpesan padanya agar tak memberi tahu Bayu perihal kedatangannya kemarin.

'Mampus gue. Duh bodoh banget.. Keceplosan. Gimana ini?' Riska memaki kebodohannya sendiri di dalam hati.

Ia lantas kembali mengambil kotak makanan itu dengan cepat, lalu membungkuk pamit pada Bayu.

"Ng..gak jadi pak, nanti biar saya aja yang kasih Bu Diana." Riska terlihat panik, lantas buru-buru berbalik. Namun tentu saja Bayu tak akan membiarkannya begitu saja. Ia tahu sekretarisnya yang ceroboh itu pasti sedang menyembunyikan sesuatu darinya.

"Eeh.. Riska. Riska Riska.. sini kamu." Bayu memanggilnya dengan nada bicara yang dibuat-buat, lalu menggerakan telunjuknya memberi isyarat pada Riska agar gadis itu menghampiri dirinya.

"Bapak.. gak jadi pulang?" Riska berusaha mengalihkan pembicaraan, sambil menggaruk belakang telinganya yang tak gatal demi menutupi kegugupannya.

"Sini dulu." Bayu tak ingin teralihkan dengan apapun yang berusaha dikatakan oleh Riska.

"Saya kasih tahu driver suruh siapin mobil ya, Pak." Wanita itu masih berusaha.

"Sini cepetan!" Tegas Bayu. Membuat Riska tentu tak dapat menghindar lagi dan menjawab saja apa-apa yang ditanyakan Bayu setelah itu, daripada karirnya tamat sampai disini.

*

*

*

**************************

"Bye Citra! Nanti main lagi ya." Diana melambaikan tangan pada gadis kecil tetangganya yang baru saja di jemput ibunya itu.

Dihadiahi beberapa buah kue cokelat sebagai tanda terima kasih oleh Dina, Diana pun tersenyum kecil, kini mencicipinya dengan senang hati. Pemberian yang tulus lebih ia hargai meski harganya tak seberapa, dan rasanya tak selezat yang biasa ia beli.

Kemudian ia menghisap sedikit ujung-ujung jarinya yang terkena cokelat untuk membersihkannya. Sedikit makanan manis ternyata bisa membuat suasana hatinya terasa sedikit lebih baik.

Kembali ke permasalahan utama yang sedang mengganjal hatinya. Mantan pacar Bayu yang ia tak tahu siapa wanita itu. Tak berniat mencari tahu sebenarnya, namun melihat bagaimana Bayu begitu berusaha merubah dirinya sampai sejauh ini, Diana menjadi penasaran.

Penasaran juga dengan arti dari tulisan tangan Bayu di salah satu foto itu.

Tapi bukan itu hal utama yang ingin ia urus. Ia ingin terlebih dahulu merencanakan bisnis yang akan ia bangun untuk membuatnya tak lagi bergantung pada Bayu dalam hal keuangan sebagai bekal hidup untuknya setelah mereka bercerai nanti.

Sebab sejak menikah dengan Bayu, ayahnya memilih untuk tak lagi memberi uang saku pada Diana, dan membiarkan putrinya bergantung hidup pada suaminya saja karena merasa menantunya juga akan memenuhi kebutuhannya dengan baik terlebih Bayu juga sudah memegang kendali atas perusahaan keluarga mereka.

Kini Diana pun seolah ingin membuktikan dirinya, baik pada sang ayah maupun pada suaminya bahwa kelak ia bisa berdiri di kakinya sendiri.

"Setahun atau dua tahun, kayaknya cukup buat bangun bisnis." Gumam Diana seraya mengetuk-ngetuk dagunya pelan menggunakan pena yang sedang ia pegang.

"Tapi lama banget gak sih? Bisa-bisa berubah pikiran gue kalo kelamaan." Ia kembali bermonolog pada dirinya sendiri.

Kemudian ia lanjutkan apa yang sedang ia lakukan tadi. Menggerakan jarinya diatas touchpad laptop sedangkan matanya tetap terpaku pada layar.

Mencari-cari bisnis apa yang sekiranya cocok untuknya dimana ia juga bisa menikmati prosesnya nanti.

"Suka makan, suka baking, kenapa gak coba di bidang itu aja ya?" Masih ia pertimbangkan dengan dirinya sendiri. Kemudian ia hitung modal yang harus dikeluarkan untuk menjalankan bisnisnya.

Baru hitungan kasar, ia berniat untuk mencari detailnya nanti, sebab yang paling penting ia harus sudah tahu apa yang akan dilakukannya untuk mempersiapkan diri sebelum benar-benar menjadi seorang janda.

Tapi apapun itu, Diana sudah bertekad akan mengeruk uang suaminya dulu sebelum berpisah. Pria itu harus memberinya modal untuk bisnisnya, bagaimanapun caranya.

Diana mulai memutar otak mencari cara agar keinginannya dituruti, sebab sejak dulu Bayu tak pernah mengizinkannya menjalankan bisnis, begitu pula dengan kedua orang tua Diana.

Mereka melarang dengan alasan yang sama, yaitu karena Diana yang sejak dulu dimanjakan dan tak terbiasa bekerja, membuat mereka takut bisnis yang ingin dibangunnya hanya menghabiskan uang modal dengan percuma tanpa hasil, dan tak yakin Diana bisa bertahan lama dan konsisten dengan bisnisnya itu.

Namun tidak kali ini, ia harus berusaha untuk mendapatkan keinginannya, pikir Diana.

Keputusannya untuk berpisah dari pria yang tak pernah benar-benar mencintainya sepertinya tak bisa lagi diubah. Hingga ia harus membuat target untuk memecut semangatnya.

*

*

*

****************************

Sementara dikantornya, Bayu memijat pelipisnya, nampak pening setelah mendengar cerita Riska.

"Kamu tahu gak kenapa ibu tiba-tiba pulang dan gak jadi nemuin saya?" Tanya Bayu kemudian.

"Maaf saya juga kurang tahu pak, sebelumnya Bu Diana cuma diem di depan pintu ruangan bapak. Mungkin ngintip aja. Sebelumnya saya udah bilang juga kalo di dalem ada Pak Abi." Jelas Riska lagi.

Tak salah lagi, pikir Bayu. Sikap Diana yang berubah drastis pasti karena ia mendengar percakapannya dengan Abi kemarin. Ia pejamkan matanya kuat-kuat sambil menghela nafas berat, lalu mengusap wajahnya sendiri dengan kedua telapak tangan.

"Kamu itu sekretaris saya atau asistennya ibu?" Tanya Bayu tiba-tiba.

"Sekretaris bapak." Jawab Riska. Suaranya sedikit gemetar sebab takut Bayu akan memarahinya.

"Kenapa bisa hal kayak gini kamu gak bilang saya, malah nurutin kata ibu buat gak bilang sama saya?" Pertanyaan sekaligus teguran dari Bayu untuk pegawainya yang teledor itu.

"Maaf pak." Hanya itu yang bisa Riska katakan sebab ia tak tahu juga bagaimana ia akan membela dirinya.

"Yaudah kamu boleh keluar, saya mau pulang. Suruh driver siapin mobil aja, gak usah nganter. Saya mau nyetir sendiri." Perintah Bayu.

"Iya pak." Jawab Riska, lantas bergegas kemudian untuk mengerjakan apa yang diperintahkan bosnya.

Bayu memutar kursi yang tengah didudukinya, menghadap dinding ruangan yang terbuat dari kaca, hingga menampakkan pemandangan gedung-gedung tinggi yang berada di sekitarnya.

Ia mengendurkan dasinya. Seharian tak bisa fokus bekerja sebab pikirannya terbagi pada Diana. Biasanya wanita itu selalu mengiriminya pesan setiap beberapa jam sekali.

Sekedar menyapa atau mengganggunya dengan hal-hal yang ia laporkan meski tak penting untuk diketahui oleh Bayu.

Merasa terganggu pada awalnya. Namun hari ini Diana tak melakukannya, yang justru malah membuat Bayu merindukannya.

"Lagi apa dia?" Gumamnya, lalu ia raih ponselnya di dalam saku dan mencoba menghubungi Diana.

Beberapa kali ia mencoba, namun tak kunjung dijawabnya. Membuatnya semakin ragu untuk pulang kerumah, sebab belum menemukan kalimat yang pas untuk ia jelaskan pada istrinya mengenai obrolannya dengan Abi kemarin yang mungkin saja didengarnya dan membuatnya marah besar sejak semalam.

Namun tentu tak ada yang bisa ia lakukan selain menghadapi saja apa yang akan Diana lakukan padanya untuk meredakan amarah.

Bayu pun bangkit dari tempat duduknya lalu mengambil jas yang semula ia letakkan pada sandaran kursi. Keluar dari ruangan dan segera menuju lobby tempat dimana mobilnya sudah disiapkan.

Ia lajukan mobilnya dengan cepat, pikirannya pun mulai nakal, membayangkan ia akan membujuk Diana dengan sebuah permainan sex yang panas. Terlebih ia bayangkan wangi parfum Diana yang menyeruak menggoda membuatnya ingin menghisap setiap inchi kulit istrinya.

Ditambah warna lipstik merah menyala yang menjadi favoritnya, membuatnya begitu rindu ingin menciumi wanita itu.

Ia yakin lelahnya setelah seharian bekerja pun akan terbayarkan dengan kepuasan saat ia menyentuh istrinya nanti.

Setelah itu akan ia berikan apapun keinginannya, dan wanita itu pasti akan luluh lantas melupakan kemarahannya.

Bayu mengeratkan ganggamannya pada stir mobil sambil bersenandung. Merasa optimis dengan ide yang ada di dalam kepalanya, lalu ia percepat laju mobilnya agar lebih cepat pula ia menemui istrinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mengejar Cinta Istriku   Happy Ending (Tamat)

    Enam bulan kemudian Bayu tersenyum sambil tangannya meremat gemas melihat putranya mengoceh sambil tersenyum padanya. "Pake baju dulu ya, yuk yang cepet yuk, nanti Mama marah." Bisik Bayu, lalu mulai meraih tangan Bima hendak membantunya berpakaian setelah Diana yang memandikannya. Namun baru saja sebelah tangan terangkat, Bima malah membalik tubuhnya sendiri hingga telungkup. "Ya ampun, sayang. Diem dulu, pake baju dulu ya." Ucap Bayu dengan lembut, kemudian berusaha kembali menelentangkan tubuh putranya. Namun lagi-lagi Bima telungkup sambil mengoceh. Sesekali tertawa seolah ia sedang sengaja menyulitkan ayahnya. Bayu pun tertawa gemas, namun tetap tangannya bergerak berusaha memakaikan pakaian yang sudah disiapkan Diana, sebelum istrinya mengoceh sebab terlalu lama geraknya untuk membuat putranya berpakaian. "Udah belum Pa? Gantian nih, Mas Megan udah selesai Mandi." Ucap Diana setelah keluar dari kamar mandi dengan Megan berada dalam gendongannya. "Belum sayang, gi

  • Mengejar Cinta Istriku   Puncak Kebahgaiaan

    Beberapa bulan kemudian Bayu duduk di samping pembaringan Diana yang tengah berjuang di ruang persalinan. Nafasnya tercekat, tangan mereka erat tergenggam, menyongsong kelahiran buah cinta mereka. Mata Diana berkaca-kaca, berusaha memenuhi hatinya dengan kekuatan dan ketegaran yang luar biasa, sementara Bayu mencoba memberikan semangat. "Kamu kuat, Sayang. Maafin aku ya kamu jadi kesakitan begini. Aku disini temenin kamu. Aku sayang kamu Di, sayang banget." Berkata di setiap kontraksi yang Diana rasakan seakan membawa mereka ke dalam petualangan baru yang penuh harapan. Emosi bercampur, dari cemas hingga takjub, menunggu detik di mana mereka akan bertemu dengan malaikat kecil yang akan mengubah dunia mereka selamanya. "Mas.." suara Diana bergetar penuh kesakitan, bibirnya pucat pasi saat ia menggenggam tangan suaminya, mencari dukungan dalam setiap nafasnya. Perihnya begitu nyata, seolah tiap detik membawanya lebih dekat pada batas kemampuannya. Dalam deru nafas yang tertahan,

  • Mengejar Cinta Istriku   Aku Mau Punya Anak

    "Jadi? Kita pisah disini ya?" Ucap Luna, saat mereka hendak berpisah untuk pulang kerumah masing-masing setelah liburan singkat ini. Turun dari pesawat, ia menyempatkan diri untuk menyapa mereka kembali untuk sekedar berpamitan sekaligus mengucap salam perpisahan. "Hm, Terima kasih buat liburannya, menyenangkan." Jawab Abi. "Aku yang terima kasih, dan maaf juga. Kalian tahu orang tuaku gimana. Terima kasih udah pengertian." Ucap Luna sambil memegang sebelah lengan Anya di akhir kalimatnya. Ia merasa tak enak hati sebab tahu Anya sempat salah paham padanya. Juga permintaan maaf atas niat awal orang tuanya yang berpikir ingin merebut Abi untuk menikah dengannya. "Gak masalah. Sampe ketemu lagi kalo gitu." Jawab Anya. Ia pun tersenyum, berusaha memahami semata-mata hanya untuk kebahagiaan suaminya yang begitu menginginkan proyek ini. Tapi baginya saat ini memang tak ada hal yang harus dicemburui sebab tahu bagaimana latar belakang Luna seperti apa yang diceritakan Abi padanya. "Ja

  • Mengejar Cinta Istriku   Proyek Kemenangan

    "Ini loh yang aku takutin. Kamu tuh ceroboh. Kenapa gak cari tahu dulu latar belakangnya sih?" Bara mengusak wajahnya dengan kedua telapak tangannya dengan kasar, mendengar sang istri mengomelinya sejak mereka masuk kedalam kamar. Fakta bahwa Abi adalah mantan pacar Luna, tentu saja membuat mereka mati langkah. Ia yakin Abi sudah mengetahui sebab mengapa mereka mati-matian mencarikan jodoh untuk putrinya. "Ya aku gak kepikiran dunia sesempit ini Ma. Gimana bisa sih mereka ketemu lagian?" Jawab Bara. Istrinya pun menatapnya dengan tatapan tak mengerti. "Kamu nanya aku? Terus aku harus tanya siapa Pa?! Gak ada yang gak mungkin lagian, kita hidup di kota yang sama kan. Kamu pikir kota yang kita tinggalin seluas apa?" Setengah membentak, ia tak habis pikir dengan pertanyaan suaminya. "Lagian ini semua gara-gara kamu tahu gak! Kamu yang manjain dia. Kamu malah ngizinin dia ngelakuin hal ekstrem kayak gini. Dia aja gak bisa tanggung jawab sama hidupnya sendiri. Kalo udah begini gi

  • Mengejar Cinta Istriku   Cemburu Salah Sasaran

    Abi menggenggam tangan istrinya dibalik meja. Mendengar ocehan yang keluar dari mulut Bara dan istrinya, yang terus memuji putrinya yang belum hadir ditengah-tengah mereka. Ia membulatkan tekad untuk memenuhi panggilan Bara berharap bisa mendapatkan keinginannya, namun sepertinya apa yang dikatakan Bayu memang benar adanya. Tak ada pembicaraan mengenai pekerjaan. Ia sampai tak enak hati pada Anya, meskipun sudah ia beritahukan kemungkinan ini pada istrinya sejak awal. Namun wanita itu nampak berusaha tenang. Hanya memberi senyum tipis pada mereka, meski dalam hati tak tahan sebab mereka terus menyamakan apa-apa yang dikatakan Abi dengan apa yang ada pada putri mereka. Mulai dari hobi, hingga makanan favoritnya. Bahkan tak jarang mereka membuat Anya sibuk dengan dalih pekerjaan, agar bisa memiliki lebih banyak waktu yang leluasa untuk bicara pada Abi. "Kalo gak nyaman, kita pulang aja." Bisik Abi kemudian. Anya hanya tersenyum, berusaha terlihat baik-baik saja sebab ia tahu bagaim

  • Mengejar Cinta Istriku   Proyek Pembuktian

    "Biar mampus lah mereka. Lagian punya mulut gak dijaga. Gue juga udah pernah jadi korban. Cuma gak kedengeran aja. Tapi lagian gue juga bukan siapa-siapanya Pak Bayu sih. Kalo lo kan keluarganya. Pantes lah kalo Pak Bayu belain." "Masih untung yang denger bukan Pak Abi. Kita semua juga tahu dia gimana. Bisa-bisa langsung dilempar keluar jendela kali mereka semua." Riska mengungkapkan kekesalannya, kini duduk berhadapan dengan Anya di kafetaria yang ada di lantai bawah. Masih soal para penggunjing yang membuatnya mendendam itu, Riska nampak puas dengan apa yang mereka dapatkan. "Gue gak enak, pasti habis ini gue tambah di omongin gak sih?" Jawab Anya. "Apa sempet menurut lo? Sebentar lagi Pak Abi tahu, menurut lo berapa lama mereka bisa bertahan disini?" Sahut Riska. "Lagian kita gak ada salah, mulut mereka yang liar. Jadi ngapain ngerasa risih? Gak banget." Sambung Riska. Anya pun menghela nafas. Justru itu yang ia takutkan. Abi mungkin tak bisa menahan diri, makanya ia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status