“Pak, apakah saya sudah boleh pulang?”
Jasmine beranikan diri untuk meminta izin. Sudah malam, waktunya juga untuk pulang. Tapi pria ini menahannya di kantor.
Setelah dia meminta izin, pria itu langsung menatapnya. “Selesaikan dulu tugasmu!”
Jasmine memang belum menyelesaikannya. Akan tetapi dia harus menjemput anaknya di daycare, bagaimanapun juga ini sudah lebih dari jam kerja pada umumnya. Anaknya juga sudah pasti tidur di sana.
Dia melihat jam dari tadi dan tidak fokus untuk bekerja. “Saya akan datang lebih awal besok, atau saya bawa ini ke rumah.”
Pria itu menatapnya lagi. Jasmine hanya ingin menjemput anaknya. “Kamu kenapa terlihat panik?”
Dia langsung berusaha untuk menyeimbangkan perasaannya. Dia tidak mengatakan akan menjemput anaknya. “Saya kedatangan tamu di rumah.”
Bian mengangguk. “Oke, jangan lupa besok semuanya harus selesai.”
Dia akan begadang mengerjakan semuanya. Yang penting dia bisa menjemput anaknya sekarang.
Sampai di daycare tempat Noah dititipkan, dia langsung masuk dan hanya ada anaknya di sana yang dijaga oleh pengasuhnya. “Maafkan saya.”
“Tidak apa-apa. Dia juga tidak menangis.”
Jasmine mengajak Noah pulang. “Kamu lapar, Noah?”
“Ya.”
Dia mampir sebentar untuk mengajak anainya makan malam. Dia mengusap kepala anaknya. “Maafkan, Mama. Tadi banyak sekali pekerjaan di kantor.”
Noah mengangguk. “Ya, Ma. Mama sibuk.”
Anaknya mengerti tentang kesibukannya. “Mama sibuk karena papa kamu, Noah.”
Tidak bisa dikatakan di depan anaknya langsung bagiamana sekarang pekerjaannya jauh lebih banyak dibandingkan yang biasanya. Setelah menggantikan Sierra di perusahaan pusat. Dia pun harus menghadapi pria itu setiap hari.
Seorang pria yang tidak pernah dibenci oleh Jasmine selama hidupnya. Satu-satunya pria yang berhasil masuk ke dalam hidupnya tapi tidak memiliki catatan buruk dalam hidupnya adalah Bian—ayah dari anaknya ini.
Sebisa mungkin dia sembunyikan tentang Noah, karena Bian pernah mengatakan kalau mereka tidak perlu saling sapa lagi satu sama lain di luar sana sebagai dua orang yang pernah hidup bersama.
Mereka tiba di rumah setengah dua belas malam. Bagaimana pun juga dia memang terlambat pulang dari kantor karena hari ini Edo tidak masuk kerja. Pria itu sedang izin karena sakit. Mau tidak mau semua pekerjaannya Edo diambil alih oleh Jasmine sampai selesai.
Dia begadang untuk mengerjakan semuanya, ditemani dengan kopi dan juga harus ada makanan yang menemaninya.
Matanya mulai berat untuk mengerjakan semua ini.
“Bertahan sampai Sierra kembali, Jasmine!” dia memberikan semangat pada diri sendiri. Nanti, kalau sudah waktunya dia juga akan kembali ke kantor lama dan tidak akan ke sana lagi.
Dia hanya dipinjam oleh Bian selama tiga bulan untuk menggantikan Sierra. Dia juga tidak tahu kalau ternyata perusahaan tempat dia bekerja juga merupakan miliknya Bian.
Keesokan harinya, dia menyiapkan semua keperluan anaknya. “Mama, aku boleh ikut?”
Dia berjongkok di depan anaknya. “Mama kerja juga buat kamu, Nak.”
Anaknya terlihat cemberut saat meminta izin untuk ikut. “Nggak boleh?”
“Nanti sore Mama pulang lebih awal. Mama jemput dan kita bisa main.”
“Mama harus tepati janjinya untuk ngajakin aku main!”
Dia mengangguk. Berjanji pada anak umur tiga tahun ini memang agak rumit. Noah anak yang begitu pintar dan akan menagih janjinya Jasmine nanti kalau dia tidak menepatinya. Dia juga sudah terbiasa menghadapi anaknya. Mau tidak mau juga dia harus bersabar dalam menghadapi semua masalah yang diperbuat anaknya.
Noah sering menangisinya karena memang dari kecil anaknya selalu ditinggal bekerja. Sejak Noah berusia tujuh bulan, dia sudah meninggalkan anak ini bekerja karena dulu ditawari oleh Sierra.
Sampai sekarang dia harus menjadi orang tua tunggal. Dia membesarkan Noah sendirian tanpa ada rasa mengeluh sama sekali. Dia bersyukur dengan kehadiran anak kecil yang berdiri di depannya ini.
“Ayo berangkat! Mama nanti terlambat.”
Noah mengikutinya keluar dari rumah lalu dia membukakan pintu mobil untuk si kecil.
Selama di perjalanan, anaknya menyanyi. Bagaimana dia tidak bersyukur dengan kehadiran anak ini? Setelah dia bercerai, dia pergi dari rumah orang tuanya. Kemudian anak ini tanpa disadari telah hadir di rahimnya. Dia tidak pernah merasa terbebani sama sekali oleh anaknya. Dia punya teman untuk cerita, dia punya orang yang memberikannya semangat.
Tiba di kantor, dia melihat kalau Bian sudah datang pagi buta begini.
Pria itu sudah ada di tempat kerjanya. Sementara karyawan yang lain mungkin masih di perjalanan atau masih rebahan menunggu waktu untuk berangkat. “Mana yang semalam kamu kerjakan?”
Belum juga dia masuk ke ruangannya. Bian sudah menagih pekerjaannya yang dia bawa pulang.
Jasmine memberikan flashdisk kepada Bian. “Semuanya sudah ada di sana.”
Dia baru saja berbalik dan hendak masuk ke ruangannya dan juga ruangannya Edo. “Jasmine!”
Dia langsung berbalik. “Ada apa, Pak?”
Pria itu bangun dari tempat duduknya. “Apa yang harus dibawa untuk menjenguk orang melahirkan?”
“Kebutuhan bayi.”
“Yang lain?”
“Kebutuhan ibunya. Pembalut atau ....”
“Ah tidak. Aku akan mencari keperluan bayi.”
Dia kemudian mengiyakan bosnya. “Kalau begitu, saya masuk dulu, Pak.”
“Oke, nanti aku tanya lagi kalau aku membutuhkanmu.”
Bian kembali lagi ke tempat duduknya. Sedangkan Jasmine masuk ke dalam ruangannya. Benar-benar matanya sudah tidak tahan lagi sepagi ini. Dia mengantuk karena semalam begadang dan tidur hanya satu jam demi mengerjakan semua pekerjaan Edo.
Waktu dia sedang tertidur, dia mendengar obrolan Bian dan juga Edo.
Dia segera membuka mata dan tersentak melihat Bian ada di ruangannya. “Lain kali kamu harus bawa bantal!” singgung pria itu.
“Maaf.”
Jasmine merutuki dirinya sendiri saat dia melihat ke arah jam. Dia tidur selama tiga jam. Bagaimana mungkin dia ke kantor dan hanya tidur?
Bian keluar dari ruangannya Jasmine. Lalu dia bangun dari tempat duduknya. “Apakah dia marah?”
“Tidak. Tadi aku mau membangunkanmu. Dia bilang kamu semalam lembur dan ditambah lagi kamu begadang di rumah. Jadi, dia memaklumi itu. Jangan khawatir! Sierra juga sering tidur kalau begadang. Cuci wajahmu dan aku akan membelikan kopi untukmu.”
Malu rasanya ketika dia terciduk sedang tertidur.
Dia membasuh wajahnya dan memperbaiki make up agar tidak terlihat pucat.
Edo juga sudah kembali ke ruangannya dan membawakan kopi untuknya. “Aku pikir dia marah karena tadi memintaku membawa bantal.”
“Dia tidak marah. Dia serius mengatakan itu. Lihat ke belakangmu!”
Dia membalik badannya dan melihat ada bantal serta selimut yang ada di atas meja. “Sierra biasa tidur kalau tidak ada pekerjaan. Selama kamu mengerjakan tugasmu dengan baik. Dia tidak akan memarahimu.”
“Tetap saja rasaya aneh saat dia berkata seperti itu.”
Edo menertawakannya. Pria ini kemarin telah menyiksanya. “Maaf telah merepotkanmu, Jasmine. Kemarin aku benar-benar tidak enak badan.”
“Dia mengerikan.”
“Bagaimana mungkin kamu tidak tahu karakter dia? Kamu pernah menikah dengannya. Sangat mustahil kalau kamu tidak tahu sifatnya.”
“Jenguklah Sierra! Dia sudah lama kerja sama kamu,” dia teringat ucapan sang mama.Bian tidak ada pengalaman untuk menjenguk orang yang melahiran. Tapi benar yang dikatakan oleh sang mama. Bagaimana pun juga Sierra sudah lama sekali bekerja padanya. Tidak mungkin dia tidak menengok wanita itu.Dia bertanya pada Jasmine tentang apa saja yang perlu dibawakan untuk Sierra. Wanita itu memberitahunya bahwa dia harus mencari barang yang berguna untuk ibu dan anak.Kemudian dia memerintahkan kepada Edo untuk mencarinya. “Kamu mau ikut, Jasmine?” tanya Bian saat wanita itu sedang fokus dengan pekerjaannya.“Sepertinya tidak. Saya ada kesibukan lain. Mungkin nanti saya akan menjenguknya belakangan.”“Oke.”Jasmine memasukkan barangnya ke dalam tas. “Pak, saya izin sebentar. Nanti akan kembali lagi ke kantor.”“Tunggu Edo balik dulu. Jangan biarkan ruangan ini sepi.”“Baiklah!”Dia keluar dari ruangannya Jasmine. Sekarang dia duduk di tempat kerjanya. Saat sedang membalas email. Dia melihat Jas
“Dia bukan anakmu.”Ucapan itu masih terngiang di kepalanya Bian tentang Noah. Sebulan berlalu setelah kejadian itu, Jasmine tidak terlalu banyak komunikasi dengannya.Jasmine juga sangat menutup diri. Selama Noah sakit, dia memberikan izin kepada Jasmine untuk mengurus anak itu terlebih dahulu. Meskipun banyak pekerjaan Jasmine yang diambil alih oleh Edo.Lalu pada saat wanita itu aktif kembali, giliran Edo yang dia tugaskan untuk mengurus anak itu di tempat penitipan.Komunikasi sangat dijaga sekali oleh Jasmine.Setiap hari, ucapannya Jasmine menggema di dalam pikirannya. Bermain di otaknya setiap kali dia berusaha mencerna kata-kata itu dengan sangat baik. Tidak pernah bertanya apakah Noah adalah putranya atau tidak. Jasmine sudah memberikan clue tersebut.Jam makan siang, Jasmine keluar. Sementara Edo masih ada di ruangannya. “Edo, kamu ke daycare hari ini?”“Ya, saya harus mengantar makan siang untuk Noah sesuai perintah Anda.”Bian menarik napasnya dalam-dalam. “Tolong cari in
Jasmine bekerja seperti biasa. Dia mengantar anaknya ke daycare, lalu kemudian dia berangkat ke kantor. Setiap hari akan ada tatapan yang mengerikan dari bosnya. Seperti yang pernah dia katakan bahwa dia ingin privasi bersama dengan anaknya. Semua itu tidak mempan bagi Bian untuk tetap mengantar makan siang untuk Noah. Dia juga mengatakan kepada pihak daycare bahwa itu teman dekatnya Jasmine. Jadi, segala pemberian yang Bian berikan tetap diterima atas pemberian izin yang dilakukan oleh Jasmine. Sewaktu dia bekerja dan menyusun jadwal Bian. Ada Edo yang ada di depannya sedang duduk santai dan bermain ponsel. “Apakah hari ini bapak ada kesibukan?” Jasmine yang baru saja selesai dan memberikan tablet kepada Edo. “Dia punya jadwal perjalanan ke luar kota minggu depan.”Tatapan Jasmine kepada Edo sedikit mencurigakan. Pria itu juga sering berkunjung ke daycare dan mengantar makan siang untuk anaknya. “Edo, aku ingin bertanya sesuatu.” Pria itu meletakkan ponselnya di atas meja. “Tany
Hari ini Bian berada di depan daycare. Sebelum berangkat ke luar kota. Dia ingin melihat anaknya terlebih dahulu. Dia akan pergi bersama dengan Edo untuk bertugas. “Bapak tidak ingin menemuinya?” Bian sadar dari lamunannya setelah Edo berkata demikian. Biar saja seperti ini. Dia hanya ingin melihat si kecil naik ke mobil ketika Jasmine datang menjemput anak mereka. “Aku hanya ingin melihatnya dengannya seperti ini. Aku tidak mau terlalu menonjol, Edo. Apalagi dia sangat mirip denganku. Jangan sampai Freya tahu soal ini.” Edo hanya menganggukkan kepalanya. Bian melihat dari jendela mobilnya kalau anak itu sudah keluar dari sana. Jasmine yang menggandeng tangan kecil itu. Ada rasa ingin turun dan menemui anaknya. Tapi dia tidak bisa mengganggu kehidupan mantan istrinya dan juga anak mereka. “Ayo jalan, Edo!” Dia langsung meminta Edo meninggalkan daycare tempat di mana anaknya menghabiskan waktu sehari-hari. Di perjalanan, Edo mengatakan. “Apakah Bapak tidak ingin mengambil ha
“Apakah kamu di rumah?” tanya Freya.Wanita itu menghubunginya setiap hari. Setiap saat dia harus memberikan kabar untuk wanita yang sebenarnya ingin dia nikahi. Wanita itu yang tidak mau untuk melanjutkan suatu hubungan dengannya. Terlalu menjadikan sebuah kesibukan itu alasan mereka tidak bisa bersama.“Aku ada di rumah.” “Aku akan ke sana,” ucapnya dari seberang telepon.Baru saja dia mengeringkan rambutnya. Bian langsung menjawab. “Tidak perlu, Freya. Aku ingin istirahat lebih awal. Aku kelelahan sekali hari ini. Aku baru pulang dari kantor barusan. Lalu kemudian aku mandi dan menghabiskan waktu di kantor sepanjang hari terasa sedikit melelahkan.”“Baiklah. Kalau begitu aku akan keluar bersama teman-temanku. Kalau kamu tidak keberatan nanti, kamu bisa mencariku di kelab seperti biasa.”Tidak, dia tidak akan ke tempat seperti itu. Dia rela menghabiskan waktunya di rumah untuk istirahat. Dia mulai untuk mengingat kembali alamat rumah yang dia berikan untuk Jasmine dulu.Sabtu m
“Mama, kapan aku boleh ikut?”Jasmine duduk di berjongkok ketika dia baru saja pulang dari kantor. Tadi pagi dia mengantar anaknya ke tempat biasa. Si kecil selalu menangis untuk ikut semenjak Bian mengatakan kalau anaknya boleh ikut ke kantor. Padahal, dia tidak ingin kalau ada orang lain yang mengganggu.Jasmine tidak mau juga kalau si kecil bertemu dengan Freya. Wanita itu terlalu mengerikan bagi Jasmine.“Ya, sabar aja, Sayang. Mama sibuk banget. Belum bisa bawa ke sana. Mama juga sering keluar kantor. Om Bian selalu ngajakin kerja di luar.”Anaknya menatap dengan iba. Entah kenapa dia semakin melihat anaknya selalu berharap setiap kali ada pertemuan Jasmine dengan orang lain. Memang menjadi seorang janda anak satu tidak pernah dia bayangkan. Waktu itu juga dia tidak menyangka sedang hamil. Mungkin dia tidak masalah kalau kehilangan perawannya. Akan tetapi kalau hamil lalu kemudian bercerai, itu tidak pernah masuk ke dalam list di dalam hidupnya.Banyak hal yang membuatnya t
“Kenapa gaji saya sangat banyak?” tanya Jasmine kepada Bian yang sedang di meja kerjanya.Wanita itu berdiri di depan Bian saat menanyakan jumlah gaji. Bian menutup berkasnya dan menatap wanita itu. “Gajimu mengikuti aturan perusahaan ini. Jadi, kamu tidak perlu bertanya.”“Oh, maaf. Saya pikir gaji saya mengikuti peraturan perusahaan lama, karena saya di sini hanya sebentar.”“Kamu bisa mengisi yang kosong, Jasmine. Nanti setelah Sierra kembali. Kamu bisa isi jabatan yang lain. Jarak rumahmu juga ke tempat ini tidak terlalu jauh.”Jasmine menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, Pak. Saya akan kembali ke kantor lama saja nantinya.”“Oke, terserah kamu. Aku hanya menawarkan.”Padahal Bian ingin melindungi anaknya. Sekalipun tidak ada hubungan lagi antara mereka. Hubungan suami istri mereka telah usai beberapa tahun lalu. Dia tidak ingin ada hal berbahaya yang menyentuh anaknya.Sekalipun 24 jam tidak bisa mengawasi anaknya. Akan tetapi Bian tetap saja merasa kalau dirinya perlu meneman
“Jasmine, minta tolong minta tanda tangan bapak, ya!”Bian yang tidak sengaja mendengar permintaan karyawannya dan menyuruh Jasmine. “Oke, nanti kalau bapak udah kembali. Bapak lagi di luar sama Edo.”Bian sudah kembali. Tidak terima kalau Jasmin disuruh-suruh.Sewaktu dia di lift, pintu lift itu terbuka dan ternyata ada Jasmine yang membawa beberapa berkas untuknya. “Pekerjaanmu?”“Ada berkas yang harus Bapak tanda tangani.”Bian tahu dia juga mendengar itu tadi ketika sedang lewat di sana. Bian hanya merasa kalau wanita ini terlalu banyak meladeni orang lain sehingga yang lainnya terlihat santai dan bisa menyuruh Jasmine kapan pun mereka inginkan.Jasmine berjalan di belakangnya memang tugas seorang sekretaris seperti itu. Tapi kalau untuk meminta tanda tangan dan meminta Jasmine yang melakukannya. Bian merasa itu keterlaluan karena Jasmine juga banyak pekerjaan di dalam sana.Setibanya di ruangannya, Jasmine meletakkan semua di atas meja. “Jadwalku hari ini apa?”“Sudah tidak ada