Share

3. Anak Yang Dirahasiakan

“Pak, apakah saya sudah boleh pulang?”

Jasmine beranikan diri untuk meminta izin. Sudah malam, waktunya juga untuk pulang. Tapi pria ini menahannya di kantor.

Setelah dia meminta izin, pria itu langsung menatapnya. “Selesaikan dulu tugasmu!”

Jasmine memang belum menyelesaikannya. Akan tetapi dia harus menjemput anaknya di daycare, bagaimanapun juga ini sudah lebih dari jam kerja pada umumnya. Anaknya juga sudah pasti tidur di sana.

Dia melihat jam dari tadi dan tidak fokus untuk bekerja. “Saya akan datang lebih awal besok, atau saya bawa ini ke rumah.”

Pria itu menatapnya lagi. Jasmine hanya ingin menjemput anaknya. “Kamu kenapa terlihat panik?”

Dia langsung berusaha untuk menyeimbangkan perasaannya. Dia tidak mengatakan akan menjemput anaknya. “Saya kedatangan tamu di rumah.”

Bian mengangguk. “Oke, jangan lupa besok semuanya harus selesai.”

Dia akan begadang mengerjakan semuanya. Yang penting dia bisa menjemput anaknya sekarang.

Sampai di daycare tempat Noah dititipkan, dia langsung masuk dan hanya ada anaknya di sana yang dijaga oleh pengasuhnya. “Maafkan saya.”

“Tidak apa-apa. Dia juga tidak menangis.”

Jasmine mengajak Noah pulang. “Kamu lapar, Noah?”

“Ya.”

Dia mampir sebentar untuk mengajak anainya makan malam. Dia mengusap kepala anaknya. “Maafkan, Mama. Tadi banyak sekali pekerjaan di kantor.”

Noah mengangguk. “Ya, Ma. Mama sibuk.”

Anaknya mengerti tentang kesibukannya. “Mama sibuk karena papa kamu, Noah.”

Tidak bisa dikatakan di depan anaknya langsung bagiamana sekarang pekerjaannya jauh lebih banyak dibandingkan yang biasanya. Setelah menggantikan Sierra di perusahaan pusat. Dia pun harus menghadapi pria itu setiap hari.

Seorang pria yang tidak pernah dibenci oleh Jasmine selama hidupnya. Satu-satunya pria yang berhasil masuk ke dalam hidupnya tapi tidak memiliki catatan buruk dalam hidupnya adalah Bian—ayah dari anaknya ini.

Sebisa mungkin dia sembunyikan tentang Noah, karena Bian pernah mengatakan kalau mereka tidak perlu saling sapa lagi satu sama lain di luar sana sebagai dua orang yang pernah hidup bersama.

Mereka tiba di rumah setengah dua belas malam. Bagaimana pun juga dia memang terlambat pulang dari kantor karena hari ini Edo tidak masuk kerja. Pria itu sedang izin karena sakit. Mau tidak mau semua pekerjaannya Edo diambil alih oleh Jasmine sampai selesai.

Dia begadang untuk mengerjakan semuanya, ditemani dengan kopi dan juga harus ada makanan yang menemaninya.

Matanya mulai berat untuk mengerjakan semua ini.

“Bertahan sampai Sierra kembali, Jasmine!” dia memberikan semangat pada diri sendiri. Nanti, kalau sudah waktunya dia juga akan kembali ke kantor lama dan tidak akan ke sana lagi.

Dia hanya dipinjam oleh Bian selama tiga bulan untuk menggantikan Sierra. Dia juga tidak tahu kalau ternyata perusahaan tempat dia bekerja juga merupakan miliknya Bian.

Keesokan harinya, dia menyiapkan semua keperluan anaknya. “Mama, aku boleh ikut?”

Dia berjongkok di depan anaknya. “Mama kerja juga buat kamu, Nak.”

Anaknya terlihat cemberut saat meminta izin untuk ikut. “Nggak boleh?”

“Nanti sore Mama pulang lebih awal. Mama jemput dan kita bisa main.”

“Mama harus tepati janjinya untuk ngajakin aku main!”

Dia mengangguk. Berjanji pada anak umur tiga tahun ini memang agak rumit. Noah anak yang begitu pintar dan akan menagih janjinya Jasmine nanti kalau dia tidak menepatinya. Dia juga sudah terbiasa menghadapi anaknya. Mau tidak mau juga dia harus bersabar dalam menghadapi semua masalah yang diperbuat anaknya.

Noah sering menangisinya karena memang dari kecil anaknya selalu ditinggal bekerja. Sejak Noah berusia tujuh bulan, dia sudah meninggalkan anak ini bekerja karena dulu ditawari oleh Sierra.

Sampai sekarang dia harus menjadi orang tua tunggal. Dia membesarkan Noah sendirian tanpa ada rasa mengeluh sama sekali. Dia bersyukur dengan kehadiran anak kecil yang berdiri di depannya ini.

“Ayo berangkat! Mama nanti terlambat.”

Noah mengikutinya keluar dari rumah lalu dia membukakan pintu mobil untuk si kecil.

Selama di perjalanan, anaknya menyanyi. Bagaimana dia tidak bersyukur dengan kehadiran anak ini? Setelah dia bercerai, dia pergi dari rumah orang tuanya. Kemudian anak ini tanpa disadari telah hadir di rahimnya. Dia tidak pernah merasa terbebani sama sekali oleh anaknya. Dia punya teman untuk cerita, dia punya orang yang memberikannya semangat.

Tiba di kantor, dia melihat kalau Bian sudah datang pagi buta begini.

Pria itu sudah ada di tempat kerjanya. Sementara karyawan yang lain mungkin masih di perjalanan atau masih rebahan menunggu waktu untuk berangkat. “Mana yang semalam kamu kerjakan?”

Belum juga dia masuk ke ruangannya. Bian sudah menagih pekerjaannya yang dia bawa pulang.

Jasmine memberikan flashdisk kepada Bian. “Semuanya sudah ada di sana.”

Dia baru saja berbalik dan hendak masuk ke ruangannya dan juga ruangannya Edo. “Jasmine!”

Dia langsung berbalik. “Ada apa, Pak?”

Pria itu bangun dari tempat duduknya. “Apa yang harus dibawa untuk menjenguk orang melahirkan?”

“Kebutuhan bayi.”

“Yang lain?”

“Kebutuhan ibunya. Pembalut atau ....”

“Ah tidak. Aku akan mencari keperluan bayi.”

Dia kemudian mengiyakan bosnya. “Kalau begitu, saya masuk dulu, Pak.”

“Oke, nanti aku tanya lagi kalau aku membutuhkanmu.”

Bian kembali lagi ke tempat duduknya. Sedangkan Jasmine masuk ke dalam ruangannya. Benar-benar matanya sudah tidak tahan lagi sepagi ini. Dia mengantuk karena semalam begadang dan tidur hanya satu jam demi mengerjakan semua pekerjaan Edo.

Waktu dia sedang tertidur, dia mendengar obrolan Bian dan juga Edo.

Dia segera membuka mata dan tersentak melihat Bian ada di ruangannya. “Lain kali kamu harus bawa bantal!” singgung pria itu.

“Maaf.”

Jasmine merutuki dirinya sendiri saat dia melihat ke arah jam. Dia tidur selama tiga jam. Bagaimana mungkin dia ke kantor dan hanya tidur?

Bian keluar dari ruangannya Jasmine. Lalu dia bangun dari tempat duduknya. “Apakah dia marah?”

“Tidak. Tadi aku mau membangunkanmu. Dia bilang kamu semalam lembur dan ditambah lagi kamu begadang di rumah. Jadi, dia memaklumi itu. Jangan khawatir! Sierra juga sering tidur kalau begadang. Cuci wajahmu dan aku akan membelikan kopi untukmu.”

Malu rasanya ketika dia terciduk sedang tertidur.

Dia membasuh wajahnya dan memperbaiki make up agar tidak terlihat pucat.

Edo juga sudah kembali ke ruangannya dan membawakan kopi untuknya. “Aku pikir dia marah karena tadi memintaku membawa bantal.”

“Dia tidak marah. Dia serius mengatakan itu. Lihat ke belakangmu!”

Dia membalik badannya dan melihat ada bantal serta selimut yang ada di atas meja. “Sierra biasa tidur kalau tidak ada pekerjaan. Selama kamu mengerjakan tugasmu dengan baik. Dia tidak akan memarahimu.”

“Tetap saja rasaya aneh saat dia berkata seperti itu.”

Edo menertawakannya. Pria ini kemarin telah menyiksanya. “Maaf telah merepotkanmu, Jasmine. Kemarin aku benar-benar tidak enak badan.”

“Dia mengerikan.”

“Bagaimana mungkin kamu tidak tahu karakter dia? Kamu pernah menikah dengannya. Sangat mustahil kalau kamu tidak tahu sifatnya.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status