Share

4. Kecelakaan

“Jenguklah Sierra! Dia sudah lama kerja sama kamu,” dia teringat ucapan sang mama.

Bian tidak ada pengalaman untuk menjenguk orang yang melahiran. Tapi benar yang dikatakan oleh sang mama. Bagaimana pun juga Sierra sudah lama sekali bekerja padanya. Tidak mungkin dia tidak menengok wanita itu.

Dia bertanya pada Jasmine tentang apa saja yang perlu dibawakan untuk Sierra. Wanita itu memberitahunya bahwa dia harus mencari barang yang berguna untuk ibu dan anak.

Kemudian dia memerintahkan kepada Edo untuk mencarinya. “Kamu mau ikut, Jasmine?” tanya Bian saat wanita itu sedang fokus dengan pekerjaannya.

“Sepertinya tidak. Saya ada kesibukan lain. Mungkin nanti saya akan menjenguknya belakangan.”

“Oke.”

Jasmine memasukkan barangnya ke dalam tas. “Pak, saya izin sebentar. Nanti akan kembali lagi ke kantor.”

“Tunggu Edo balik dulu. Jangan biarkan ruangan ini sepi.”

“Baiklah!”

Dia keluar dari ruangannya Jasmine. Sekarang dia duduk di tempat kerjanya. Saat sedang membalas email. Dia melihat Jasmine sedang berdandan. Dia mengamati wanita itu dari tempat duduknya.

“Dia masih cantik seperti dulu. Tapi sekarang terlihat jauh lebih dewasa,” dia memuji kecantikan Jasmine begitu saja.

Edo masuk ke dalam ruangannya. “Sudah?”

“Semuanya sudah, Pak.”

Dia bangun dari tempat duduknya dan masuk lagi ke ruangannya Jasmine dan Edo. “Jasmine, kamu bilang mau izin. Apakah bakalan lama?”

“Tidak. Saya pergi dan bakalan balik lagi. Kira-kira setengah jam.”

“Kalau begitu, pergilah! Aku dan Edo akan pergi begitu kamu sudah kembali.”

Jasmine bangun dari tempat duduknya dan membawa tasnya. Dia kembali dan bergabung duduk bersama dengan Edo. “Apakah Jasmine ikut, Pak?”

“Ruangan ini tidak boleh kosong. Jasmine hanya pergi sebentar. Dia akan kembali.”

Bian mengeluarkan ponselnya saat dia membaca pesan dari Freya kalau wanita itu akan menginap di rumahnya nanti malam.

Dia mendesah dan membalasnya dengan segera. Tidak mau kalau nanti tidak dibalas, Freya justru berpikir yang tidak-tidak.

“Bapak dan Jasmine bisa saling cuek seperti itu. Padahal dulu pernah jalin hubungan suami istri.”

Bian menaruh ponselnya di dalam sakunya. “Aku bisa profesional selama wanitanya juga seperti itu. Lagi pula, Jasmine tidak ada kenangan buruk di dalam hidupku. Kurasa wajar kalau kami berdua bisa bersikap seperti biasa.”

“Ah, ya. Saya ingat dia begitu cantik dulu. Bapak menikahinya waktu dia baru saja menyelesaikan pendidikannya.”

Ya, Bian ingat. Jasmine waktu itu baru berusia 21 tahun dan terlihat sangat cantik. Dia sendiri berusia 29 tahun waktu itu. Dia menganggap Jasmine adalah penyelamatnya dulu.

“Apakah Bapak benci sama dia?”

“Tidak. Aku s dah bilang, dia tidak punya catatan buruk selama menjadi istriku. Dia sangat baik.”

“Dia juga lebih cantik dari ....”

“Apa maksudmu?” tanya Bian dengan segera saat Edo hendak membandingkan Jasmine dan juga Freya.

Pria itu menyengir dan salah tingkah. “Maafkan saya, Pak.”

“Dia memang lebih cantik dari Freya. Tanpa kamu minta maaf, itu memang benar. Dia wanita baik, hanya saja dia sial memiliki ibu tiri yang seperti sampah. Sama seperti mama tiriku yang ingin menguasai semuanya.”

Diakui atau tidak antara Jasmine dan Freya. Keduanya memiliki kebiasaan yang sangat jauh sekali.

Freya sedikit lebih manja. Meskipun wanita itu belum menjadi istrinya. Tetap saja, bagi Bian itu harus dikurangi bagaimana cara wanita itu meminta waktu kepada Bian.

Jasmine selama menjadi istrinya Bian, pagi hari dia tidak  perlu kesulitan untuk menyiapkan kebutuhannya sendiri. Mulai dari setelan kerja, sampai sarapan. Pulang kerja, dia sudah melihat handuk tersedia di atas ranjang beserta baju gantinya. Semua itu disiapkan oleh Jasmine.

Tidak salah kalau dia menganggap Jasmine tidak punya celah sedikit pun selama menjadi istri.

Mereka berdua mengobrol sampai Jasmine kembali.

Wanita itu masuk ke dalam ruangannya Bian dan terlihat sedikit lelah. “Ayo, Edo!”

Mereka berdua mengobrol membahas barang bawaannya yang akan dibawa ke rumahnya Sierra.

Saat mereka menuruni tangga menuju basement, mereka berdua belari saat menuruninya.

Braaaak.

Seorang anak kecil ditabrak oleh Bian sampai terjatuh di tangga.

“Pak.”

Bian panik setengah mati melihat anak kecil itu terjatuh, dia menabraknya begitu kencang sampai terjatuh seperti itu. Dan melihat banyak sekali darah. Tanpa berpikir panjang dia langsung membawa anak itu masuk ke dalam mobilnya.

Mencoba untuk menutupi luka itu dengan tangannya. Darah tidak berhenti keluar dari kepala anak itu bahkan anak kecil tersebut tidak sadarkan diri.

“Buruan, Edo!”

Mobil melaju semakin kencang. Mereka sampai di rumah sakit dan anak itu segera ditangani. Lihat sekarang setelannya penuh dengan darah. Tangannya juga sampai gemetar. Bagaimana mungkin seorang anak kecil main di sana tanpa ada pengawasan orang tua? Lagi pula anak-anak punya tempat tersendiri dan tidak dibiarkan keluar masuk seperti ini.

“Hubungi orang kantor, Edo! Tanyakan itu anaknya siapa!”

Sembari menunggu anak itu selesai ditangani. Bian membersihkan dirinya dari darah anak itu. Kemejanya, tangannya dan juga celananya penuh dengan darah. Sampai dia merasa gemetar saat menabrak anak itu sampai terjatuh.

Bian keluar dari kamar mandi dan mengganti pakaian yang diambilkan oleh Edo di mobil. “Pak, itu Noah. Anaknya Jasmine.”

Bian memijit pelipisnya mendengar itu. Bagaimana mungkin orang tua begitu ceroboh membiarkan anak kecil main di sana? Dia juga buru-buru. Kalau orang dewasa sudah pasti terlihat saat mereka turun tadi. Tapi saat Bian berbelok, dia langsung menabrak anak itu.

“Jasmine ke sini?”

“Ya, dia sedang di perjalanan. Saya sudah menanyakan di grup. Jasmine yang respons.”

“Pergilah ke Sierra, Edo! Aku akan mengurus Jasmine di sini. Kita sudah janji akan mengunjungi Sierra. Jadi, kamu wakili aku untuk hari ini. Sampaikan maafku juga untuknya.”

Jasmine datang. “Di mana Noah?”

“Dokter masih di dalam.”

Lihat saja wanita itu menangis. Bagaimana dengan Bian tadi yang menabrak anak itu dan langsung terpental begitu saja dan kepalanya langsung berdarah.

Saat sudah selesai. Pintu ruangannya dibuka. Bian masuk dan melihat anak itu sedang tidak sadarkan diri.

“Siapa namanya dan umurnya berapa?”

Jasmine menoleh ke arahnya. “Namanya Noah, umurnya kamu tidak perlu tahu. Dia bukan anakmu.”

Bian hanya ingin tahu nama dan umur anak yang dia tabrak tadi. Karena ini akan jadi persyaratan administrasi.

Dia keluar untuk mengurus administrasi anaknya Jasmine. Bian sampai lupa untuk melakukan itu karena panik.

Bian masuk lagi ke dalam ruangan itu dan melihat Noah masih tertidur.

“Bagaimana kronologinya?”

“Aku dan Edo lari di tangga menuju basement, aku nggak tahu kalau ada anak kecil.”

“Dia pasti mencari saya.”

Bian tidak menanggapi, dia hanya merasa bersalah ketika tidak sengaja membuat anaknya Jasmine sampai terluka parah seperti itu. Lukanya juga tidak di satu bagian.

Kalau sampai terjadi  apa-apa, mungkin dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri. “Dokter bilang nanti setelah dia sadar, bakalan diperiksa lagi. Semoga saja dia tidak luka parah.”

“Hmmm, tentang ucapan saya tadi. Lupakan!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status