Bian tidak ingin mengambil keputusan yang fatal lagi seperti kemarin-kemarin. Dia tidak mau kalau dia dan istrinya bercerai lantaran dirinya yang tidak bisa menjadi suami yang baik. Dia menganggap perasaan istrinya terlalu lebay. Dia menganggap perasaan istrinya berlebihan ketika wanita itu cemburu. Padahal, yang terjadi sebenarnya adalah dirinya tidak pernah lagi mengerti bagaimana rasanya dicemburui. Tidak pernah merasakan itu sebelumnya pada wanita lain. Freya tidak pernah cemburu padanya, Adelia tidak pernah peduli terhadapnya. Berbeda dengan Jasmine yang bahkan menangis karena ulahnya. Sepele, tapi menyakiti istrinya. Bian tidak mau lagi melakukan itu dan menyakiti Jasmine lebih dalam lagi. Sekarang, dia ingin hidup dengan akur dan baik-baik saja bersama dengan istrinya. Dia menuduh Jasmine berubah ketika pulang dari rumahnya Ulfa. Tanpa dia sendiri sadari kalau selama ini yang membuat istrinya berubah adalah ulahnya sendiri. Bian terlalu jauh membuat istrinya menderita. Dia
“Dari sekian banyak pilihan, kenapa kamu memutuskan untuk bercerai sama aku, Mas?” Padahal Bian sendiri tahu, semenjak mereka bertengkar. Jasmine selalu menangis tengah malam. Bian menyadarinya, tidak ingin mengganggu istrinya malam itu. Pelariannya ke alkohol juga tidak mempan. Rasanya masih terlalu sakit kalau dia ingat betapa bodohnya dia. Secara naluri, dia masih menyayangi istrinya. Dia juga tidak ingin berpisah dengan istrinya. Jasmine adalah orang yang dia cintai. Dunia ini seolah-olah akan berhenti begitu Bian mengatakan ingin bercerai dari istrinya. Padahal dia sendiri sangat tahu kalau dirinya sangat mencintai istrinya. Dia meninggalkan semua wanita demi bisa bertahan dengan istrinya. Dia tidak meminta pendapat dari orang lain. Dia hanya berharap kalau ini akan segera selesai. Yaitu dengan cara melepaskan wanita yang begitu dicintainya. Memang dari awal Bian sudah merasa kalau dirinya itu tidak bisa menjaga rumah tangganya lagi. Bian juga sudah berusaha bertahan, namun
Bian menganggap remeh rasa cemburunya Jasmine yang selama ini dia rasakan. Tidak menyangka kalau kalimat itu keluar dari mulut suaminya sendiri. Dia tidak pernah menduga kalau suaminya akan menganggap perasaannya tidak penting seperti itu. Setelah pertengkaran beberapa malam yang lalu. Bian pun tidak ada kata permintaan maaf sampai detik ini. Jasmine yang merasa kalau suaminya memang sangat sulit untuk mengerti perasaannya. Menikah dengan Bian dua kali, tidak serta merta membuatnya merasa baik-baik saja. Menikah hanya karena alasan demi anak. Tapi juga tidak baik untuk kesehatan mentalnya. Memang Bian baik terhadap anak-anak, ternyata pria itu abaikan semua yang dikatakan oleh Jasmine. Memang benar, dia harusnya diam saja tanpa banyak protes terhadap rumah tangganya. Tidak layak juga protes kalau tidak pernah didengarkan. Jasmine mulai menyesali ketika dia memberontak malam itu. Mulai menyesal telah mengeluarkan semua yang ada di dalam hatinya. Mulai merasa kalau dirinya tidak a
“Pa, Papa nggak berantem sama mama, kan?” Bian sedang berenang berdua dengan Noah, anaknya bertanya tentang kondisi rumah tangga mereka. Bian memang tidak pernah bertengkar dengan istrinya. Bian sedang di tepi kolam renang justru tersenyum dengan pertanyaan anaknya. Tidak ada pertengkaran apa pun yang terjadi di dalam rumah tangga mereka. Hanya saja, beberapa hari yang lalu Jasmine mengatakan dirinya sedang lelah saja. “Mama cuman capek aja, Noah. Setiap ibu pasti akan merasakan itu.” “Tapi, Pa. Papa kenapa ketemu lagi sama Nina dan mamanya?” Bian yang tadinya mengabaikan soal itu, tiba-tiba saja dia menoleh kepada anaknya. “Dari mana kamu tahu?” “Pak Egi bilang sama aku tadi waktu jemput ke tempat les. Katanya, Pak Egi sama mama ke taman belakang kantor waktu antar makan siang. Terus Papa di sana sama Nina dan mamanya.” Bian bertemu dengan Adelia tidak ada maksud apa-apa, dia hanya menemui wanita itu lantaran Nina ingin bertemu dengannya. Tidak ada maksud lain yang Bian laku
Seminggu dia pergi bersama dengan Celia. Bian tidak menghubunginya apalagi bertanya apakah dia sudah sampai atau tidak. Justru dia dibiarkan begitu saja. Tidak seperti biasanya, memang pria itu sudah berubah. Jasmine tadinya memang ingin liburan bersama dengan Celia berdua. Setelah dikabari oleh kakak sepupunya kalau Ulfa ada di rumah kakaknya. Jasmine pun akhirnya ke sana dan jaraknya lebih dekat. Dia juga cerita keluh kesahnya dan menceritakan bagaimana Bian dulu juga pernah main wanita di masa lalu. Jasmine yang baru mengenal cinta justru terjebak dalam pernikahan waktu itu. Dia cemburu, tidak bisa mengungkapkannya. Sekarang, dia cemburu. Masih bisa diam juga tanpa berani berkata apa-apa. “Terus, mau sampai kapan kamu sama Celia di sini?” tanya Halim, kakak sepupunya. Jasmine duduk di sebelah kakak sepupunya di sebuah taman yang ada di rumah itu. “Mungkin lusa akan pulang. Kasihan Noah juga di sana.” Dulu, dia menerima Bian kembali karena dia kasihan kepada Noah. Lalu kemudia
“Ada yang ingin kamu omongin sama aku nggak, Mas?” Jasmine ingin tahu apakah suaminya ingin mengatakan sesuatu seperti pertemuan atau apa pun itu. Dia akan mendengarkan semuanya. Terutama dia tidak akan berpikir berlebihan setelah mengetahui suaminya masih bertemu dengan mantan istrinya. Kalau itu adalah Freya, mungkin tidak akan sesakit ini.Merasa dikhianati oleh suaminya lantaran Bian tidak mengatakan apa pun dengan jujur. Pertemuan yang dilakukan di belakang Jasmine termasuk kejahatan dalam rumah tangga. Hilangnya kejujuran dan juga tidak ada yang tahu apa yang terjadi setelahnya. Bian meletakkan ponselnya di atas meja. Menatap Jasmine kemudian tersenyum. “Nggak ada, Sayang.” Jasmine menganggukkan kepalanya dengan perlahan, dia tahu kalau ternyata suaminya hanya pura-pura. Bahkan dari kemarin, Bian tidak meminta jatahnya. Ada apa? Kenapa pria itu berubah sekarang? Jasmine merasa seorang istri yang hanya menerima kesalahan Bian beberapa kali. Tahu kalau watak main wanita itu t