Ting
Ziren |Temen kita jadi janda kan? Kuy gabung ke club', biar nggak suntuk di rumah| Anandita mendengus, gadis cantik itu mengabaikan pesan Ziren – temannya karena terlalu malas berurusan dengan hal-hal seperti itu. Dirinya lebih suka menyendiri seperti ini. Walaupun bosan karena kegiatannya sedari pagi sampai malam hanya scroll ponsel saja, dirinya tidak mau membuat masalah dengan pergi ke club'. Tau sendiri tempat itu seperti apa. Anandita kembali menjelajahi sosmed, jarinya terus bergerak lincah menscroll layar ponsel itu. Tak ada ekspresi apapun, walaupun yang di lihatnya adalah video-video lucu. Entah mengapa Anandita sama sekali sulit untuk tertawa. Anandita mendengus, saat ponselnya kembali bergetar, dan kali ini Ziren bukan hanya mengiriminya pesan, tapi langsung menghubungi wanita itu. Anandita berusaha abai, namun Ziren tak lelah, wanita itu terus menghubunginya sampai panggilan di angkat oleh Anandita. "Helllooooo" dan setelah di angkat, terdengar suara Ziren yang memekik di ujung sana. "Ziren gue lagi males" sahut Anandita. "Ayolah Dit. Jangan galau terus. Nggak asik banget elo, ngabisin tisu aja, mending ngabisin duit dan happy-happy di sini" Anandita mendengus. "Gue nggak nangis ya, gue juga lagi happy-happy kok di dalam kamar." Di seberang sana, Ziren mencibir. "Hilih, gak yakin gue. Orang kemarin lihat Nayaka tidur sama perempuan lain aja, elo nggak ngomong apa-apa, cuman nangis doang. Cckk, lemah" ledek Ziren.. "Ziren!! Lo ya!!!" Anandita kesal sendiri dengan mulut Ziren, andai Ziren ada di hadapannya sudah di kruwes tu bibir. Ziren tergelak. "Hahaha, mangkanya sini, gabung sama gue di club'. Asik tau, ngapain ratapin nasib yang nggak seberuntung itu" Anandita menghela nafasnya kasar. "Gue nggak mau, gue mau tidur aja. Gue nggak tertarik di tempat begituan." "Aduhh, Dita!! Elo jangan kulot banget sih jadi orang. Sekali-kali jadi baddas dikit. Jangan lembek, ini begini pantesan Nayaka selingkuh, karena elo lembek.." "Ziren, gue malas dengar nama orang itu, kenapa elo selalu ngomongin dia?!" Anandita jadi kesal sendiri dengan Ziren yang selalu menyebut nama mantannya itu, dirinya bahkan sudah tak mau lagi mendengar nama sialan itu, tapi Ziren terus menerus menyebutnya. Ziren tertawa. "Biarin! Elo harus berubah, jangan lembek jadi orang. Tunjukin sama dia kalau elo bisa juga nakal, bukan cuman dia doang." Anandita meremas bantal guling yang ada di dalam pelukannya, rasanya di dalam hatinya bergejolak, antara mengiyakan ajakan Ziren ataupun tidak. Hatinya berperang, seolah ada dua kubu yang saling berbentrokan. "Ayolah, Dita. Tempatnya asik kok. Kita nggak minum, cuman joget doang, nikmati kehidupan ini" sambung Ziren lagi merayu. Anandita menggigit bibirnya dengan kencang, rasanya mau pergi, namun ada sisi hati baiknya mengatakan jangan, karena akan berakhir penuh masalah nantinya. "Gue nggak mau. Gue di rumah aja." Setelah membuat keputusan, Anandita segera mematikan sambungan telepon itu, tak peduli dengan Ziren yang akan mengomel nantinya, karena Anandita benar-benar tidak ingin pergi ke tempat seperti itu. Anandita menghela nafasnya kasar, menekan dadanya yang terasa sesak saat mengingat kembali Nayaka. Pria yang sangat di cintainya. Anandita tidak munafik karena sampai saat sekarang ini, perasaannya masih sepenuhnya pada mantan suaminya itu. Berulangkali mengenyahkan perasaan itu, namun rasanya begitu sulit. "Kenapa kamu tega mengkhianati aku, Nay! Apa kurangnya aku." Lirih Anandita. Ting Ponselnya berdenting kembali, dan kembali dari Ziren yang mengiriminya pesan. Jelas saja hanya Ziren, ayah serta Daniel saja yang pasti menghubungi Anandita, sebagai wanita itu sudah mengganti nomor ponselnya. Karena Anandita benar-benar tidak ingin berurusan lagi dengan Nayaka.. Kali ini, Ziren bukan hanya mengiriminya sebuah pesan, namun sebuah gambar yang membuat dada Anandita memburu hebat. Images 004e |Jal*angnya sih Nayaka, kan? Cckk, murahan lagi sama om-om kepala botak. Nggak ada levelnya sama elo. Nayaka aja matanya rabun. By the way, nggak mau kasih perhitungan?| Ting |Dandan yang cantik, datang ke club' X, elo harus kasih sendiri perhitungan sama tuh perempuan, dengan emoji mata satu berkedip.| Anandita meremas ponselnya, gemuruh di dalam hatinya sana semakin membara. Dirinya tak kuasa tinggal diam kalau seperti ini. Rasa ingin memberikan pelajaran pada wanita itu timbul, dan hatinya malah menyarankan untuk datang ke club' yang di maksud oleh Ziren. Dengan cepat, Anandita bangkit dari ranjang, dirinya sudah mandi, jadi tinggal mencuci wajahnya dan mengganti pakaian saja. Anandita bahkan memilih pakaian yang sedikit terbuka, bahkan lekukan tubuhnya tampak begitu jelas. Gaun berwarna merah menyala itu, tampak pas di tubuh indah milik Anandita, bahkan siapa saja yang melihat wanita itu akan terpesona. Anandita memoles makeup sedikit tebal, bahkan bibirnya di berikan pewarna bibir yang merah merona. "Selesai" Anandita mematut dirinya di kaca di depannya, sungguh dirinya sudah sangat perfeck. Anandita kembali mengambil tas yang telah di siapkannya, lalu bergegas pergi ke tempat yang di maksud. "Saya akan berikan kamu pelajaran" ucap Anandita dengan mata yang bernyala-nyala penuh dendam. * Semuanya terpukau melihat kecantikan Anandita, bahkan pria hidung belang kerap menggodanya, namun Anandita sama sekali tidak memperdulikan hal itu. Dirinya terus berjalan, menuju tempat dimana keberadaan Ziren yang pada saat itu sedang melambaikan tangannya. Ziren, wanita berusia dua puluh dua tahun itu, sama usianya seperti Anandita, dan mereka berteman sedari kecil. Siapa sangka, nasib Ziren sama dengan Anandita. Ya, Ziren juga merupakan seorang janda, dirinya harus mengalami pengalaman pahit dan terburuk pernikahannya dulu. Suaminya yang mabuk-mabukan, dan suka bermain perempuan. Bahkan kerap kali memukul Ziren. Ziren tidak tahan, karena hampir saja di bunuh oleh mantan suaminya. Beruntung ada Anandita yang menolongnya, dan terus menguatkan Ziren sampai Ziren berani melaporkan mantan suaminya itu ke polisi hingga berakhir masuk ke jeruji besi dalam waktu yang tidak singkat. Dan seperti inilah kehidupan Ziren sekarang, entah berguru darimana sampai Ziren seringkali menghabiskan waktu malamnya di club' untuk melampiaskan rasa sakit hatinya. Padahal teman Ziren hanya Anandita, dan Anandita wanita yang lurus-lurus saja. Mungkin rasa sakit hati Ziren membuatnya berubah, Ziren yang dulunya seperti Anandita berakhir seperti saat sekarang ini. "Ziren!" Seru Anandita, dirinya segera merapatkan tubuhnya pada temannya itu, karena terlalu banyak mata pria yang menatapnya. Dan Anandita merasa risih dengan itu. Ziren yang sedang sibuk menikmati minuman di depannya langsung menoleh, dirinya tersenyum lebar. "Karena dia aja mau datang." Anandita mengerucutkan ujung bibirnya. "Gue nggak biasa pergi ke tempat begini." Ziren berdecak. Meletakkan gelas itu di atas meja, lalu menatap temannya yang tampak risih di tempat ini. "Harus biasa, elo bakalan happy di sini." "Tapi di sini tempat pria hidung belang, apa lagi di sini–" "Seks? Nggak semuanya bego! Gue aja nggak! Gue cuman cari kesenangan aja di sini. Joget-joget, sama minum. Dan nggak sampai mabuk. Cckk, pikiran elo aja kayak setan." Anandita semakin mengerucut ujung bibirnya, lalu menggoyangkan lengan Ziren. "Apa?" Tanya Ziren. "Mana perempuan itu? Gue mau kasih pelajaran, habis itu gue mau pulang." Kata Anandita karena sudah tidak tahan melihat tatapan liar para pria hidung belang. Ziren menganggukkan kepalanya, lalu menoleh ke arah sofa yang tak jauh darinya. Tadi wanita itu ada di sana. Namun, Ziren tak menemukannya lagi. "Kok nggak ada?" Gumam Ziren, padahal tadi jelas-jelas dirinya melihat wanita itu ada di sana. Anandita semakin memepetkan tubuhnya. "Lo ngomong apa? Gue nggak denger." Suara musik di sana terlalu keras, sehingga dirinya tak dapat mendengar suara Ziren. Ziren menoleh. "Nggak ada, Dita. Gue tadi lihat dia di sana" seru Ziren sedikit keras, tangannya menunjuk ke arah sofa yang tadi di tempati wanita itu beserta pria gendut botak. "Ya ampun, kemana dia?" Ziren mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan wanita itu, namun bukannya mendapatkan keberadaan wanita itu, namun dirinya malah melihat Nayaka... "Dit, Nayaka!" Seru Ziren, Anandita langsung menatap ke arah telunjuk Ziren, dan matanya langsung melebar saat melihat mantan suaminya sedang duduk bersama dua orang pria, Ziren menepuk lengan Anandita. "Gue punya ide. Dan jangan jadi lemah Dita... Elo harus tunjukkan kalau elo kuat, elo bisa move on dari si sialan Nayaka itu." Kata Ziren dan Anandita tampak berpikir.Siang itu terasa teduh, dengan angin yang berhembus lembut, menggerakkan dedaunan yang menaungi jalan setapak di taman kota. Langit tampak cerah dengan beberapa awan putih yang berarak perlahan. Matahari yang tak terlalu terik, memberikan sinar hangat yang nyaman. Di sisi jalan, beberapa bangku taman kosong menawarkan tempat istirahat bagi siapa saja yang ingin menikmati keindahan hari itu. Burung-burung berkicau riang, menambah suasana santai dan damai. Seorang pria tua duduk di salah satu bangku, membaca koran dengan kacamata yang terletak tepat di ujung hidungnya.Bukan hanya Arthur, tapi Anandita juga terkejut dengan apa yang baru saja di katakan oleh Nayaka, ia tidak tau jika ada sebuah rahasia yang di ketahui oleh mantan suaminya itu. "Nay! Rahasia apa?" Tanya Anandita penasaran, Sedangkan Rara dan Lupus, keduanya lebih memilih duduk di mobil saja, keduanya lebih memilih tidak untuk ikut campur masalah rumah tangga keduanya. "Nay!" Seru Anandita saat melihat Nayaka hanya d
"Nay, ini ayah udah hubungi aku terus, katanya aku di suruh pulang hari ini juga." Anandita mengerucutkan ujung bibirnya kesal. Terlebih ayahnya bahkan sudah menghubungi Rara, dan meminta gadis itu untuk memesan tiket agar Anandita dan Rara segera kembali ke Jakarta. "Kayaknya ayah marah banget deh, gimana Nay? Aku nggak mau pisah sama kamu" Anandita bahkan sudah memeluk erat lengan Nayaka, rasanya begitu berat sekali jika harus berpisah lagi dengan mantan suaminya itu."Kamu tenang saja sayang, sampai kapanpun kita tidak akan pernah berpisah lagi.. Dan secepatnya setelah kita sampai di Jakarta, aku akan datangin kamu, dan kita akan rujuk. Masalah pulang, kita akan pulang hari ini juga. Nggak apa-apa kok.""Tapi Nay? Kata kamu ada orang jahat, lalu bagaimana kalau dia sampai tau kamu sudah baik-baik saja, pasti dia akan membuat rencana yang lain lagi yang buat kamu celaka. Aku nggak mau Nay." Ia teramat takut dengan orang jahat yang meneror mereka itu. "Kamu tenang saja sayang, ak
"Daniel!" Ucap Arthur dari seberang telpon. Setelah menghubungi Anandita, ia kembali menghubungi Daniel. "Ya, ayah? Ada apa?" Tanya Daniel. Ia baru saja selesai menyelesaikan semua pekerjaannya. Ia baru saja menutup laptopnya. Tapi, suara dering ponsel miliknya menyita perhatian Daniel. Dan siapa sangka, ayahnya yang menghubunginya. "Ayah ada perlu sesuatu? Ingin berbicara apa sama Daniel? Daniel belum bisa pulang ke rumah. Kemungkinan seminggu lagi. Ini kerjaan juga banyak banget, numpuk." Ujar Daniel, ia pikir ayahnya akan meminta ia pulang ke rumah. Toh, adiknya juga tidak ada di rumah. Arthur menghela nafasnya kasar. "Ayah tidak minta kamu pulang, tapi ayah minta kamu ke Bali segera." Ucap Arthur dengan nada datarnya. Rasanya masih kesal dan marah sekali saat tau anak perempuannya di Bali bersama dengan mantannya. "Loh? Kenapa? Biarin aja lah, Yah, dia juga lagi kerja di sana." Sahut Daniel santai.. Pria tampan itu bahkan menyenderkan tubuhnya di kursi kebesarannya itu. Rasan
"Kenapa hmm?" Nayaka memeluk tubuh Anandita, bahkan ponselnya sudah di lempar ke atas ranjang rumah sakit sana. Bibir hangat pria itu menyapu leher jenjang milik Anandita, membuat wanita itu melenguh pelan. "Nay, ah, jangan di gigit." Ucap Anandita, berusaha keras mendorong tubuh mantan suaminya itu. Nayaka terkekeh kecil, ia menggigit gemas pipi chubby milik Anandita. "Ih, kok di gigit sih" Anandita mengerucutkan ujung bibirnya, ia tampak sangat kesal dengan apa yang di lakukan oleh nayaka itu. Mantan suaminya itu memang benar-benar mesum sekali. "Habisnya kamu gemesin banget." Ucap Nayaka sambil mengedipkan sebelah matanya, membuat Anandita mendecih pelan. "Aku emang udah gemesin udah dari lahir. Kamu aja yang nggak tau.""Iya iya, sayang aku memang gemesin banget." Kembali Nayaka menggigit pipi milik Anandita membuat wanita itu memekik. Anandita menabok lengan Nayaka yang terkekeh pelan. "Kamu itu masih sakit ya! Nggak usah rese' deh. Nanti aku pukul kamu!" Ucap Anandita kesa
"Ayah..." "Ayah tidak mau dengar apapun lagi! Ayah suruh Dita ke Bali itu karena pekerjaan, bukan suruh balikan lagi sama mantan kamu itu!" Pekik Arthur, bahkan Anandita sampai menjauhkan ponselnya dari telinganya karena tidak sanggup mendengar suara sang ayah yang seperti toa itu. Anandita meringis, ia tidak tau kalau ayahnya akan secepat ini tau hubungan dirinya dengan Nayaka, padahal ia belum siap memberitahukan semuanya pada sang ayah. Pasti ayahnya masih marah dengan pemuda itu. Ia memang sengaja memberitahukannya nanti saja setelah pulang dari Bali, dan Anandita akan memberikan semua bukti yang pernah Nayaka perlihatkan padanya beberapa hari yang lalu. Namun, semuanya tidak sejalan dengan apa yang di inginkan olehnya, ia harus mengatakan semuanya sekarang, karena ayahnya sudah lebih dulu tau. "Kenapa diam! Sudah tau kamu salah mangkanya kamu diam, iya!!! Astaga Dita, ayah bahkan kasih kuliah kamu di universitas yang paling bagus di negeri ini, agar kamu menjadi anak ya
Keduanya terkesiap mendengar suara dari seberang telpon sana.Dan tidak lama, suara Nayaka terdengar di ujung sana dan Nayaka langsung menjelaskan semuanya. Mereka langsung paham, dan mereka mengucapkan syukur karena akhirnya anak mereka kembali lagi pada pasangannya. "Kalian kapan kembali ke Jakarta?" Tanya Della."Rencananya besok. Dan hari ini papa sama mama, jangan kemana-mana, harus di rumah saja. Karena ada musuh Anandita yang berkeliaran."DegBukan hanya Della dan Alam yang terkejut, Anandita juga terkejut mendengar itu. Matanya langsung menatap pada Nayaka. Nayaka menempelkan jarinya di depan telunjuk meminta Anandita untuk diam sebentar.Setelah Nayaka selesai berbicara dengan keluarganya, pria tampan itu menatap lekat Anandita yang tampak memucat. "Kamu masih ingat mobil kamu yang di bawa sama pencuri waktu itu?" Tanya Nayaka. Anandita menganggukkan kepalanya, dirinya ingat sekali, waktu itu mobilnya di ambil pencuri, dan dirinya yang bersekolah waktu itu harus pulang n
"Bagaimana?""Sesuai rencana tuan, target sudah tepat sasaran. Ini foto mobilnya." Ajudannya memberikan beberapa lembar foto sebuah mobil yang sudah ringsek parah. Bahkan, sudah tak berbentuk lagi. Sungguh pemandangan yang sangat mengerikan bagi siapa yang melihat, jika mereka melihatnya, pasti sudah menduga bagaimana bentuk orang yang ada di dalamnya."Bagaimana dengan kondisinya?""Ini berita sosial media yang memberitakan tentang keadaan Nayaka. Dia koma, ada luka berat di bagian kepalanya akibat terbentur pembatas jalan raya. Dan ini di konfirmasi dari pihak salah satu ajudannya." Ajudannya itu memberikan lagi iPad -nya, meletakkannya di depan meja pria itu.Pria itu menyeringai, matanya menatap berbinar apa yang di lihat olehnya, sungguh sebuah kepuasan terdalam baginya, saat melihat apa yang di harapkannya terjadi."Bagus, saya akan kasih kamu bonus." Kata pria itu, membuat ajudannya tersenyum lebar."Saya permisi tuan, saya akan kabarin jika ada kabar lanjutan lagi."Pria itu
Malam itu, kabar tentang kecelakaan hebat yang menimpa Nayaka menyebar seperti api di musim kemarau. Nayaka, seorang pengusaha terkenal, mengalami kecelakaan saat berkendara di kota Bali. Mobil mewahnya terlihat ringsek total di tepi jalan, puing-puing berserakan di sekitar area kecelakaan, menarik perhatian publik dan media yang berdatangan yang ada di kota Bali. Wartawan dan paparazzi berlomba-lomba mendapatkan gambar dan informasi terbaru dari lokasi kejadian. Bahkan berita itu sudah terdengar sampai Jakarta karena begitu cepat tersebar di media sosial. Di media sosial, tagar #PrayForNayaka menjadi trending topik. Unggahan demi unggahan berisi doa dan dukungan untuk kesembuhan Nayaka memenuhi lini masa, menunjukkan betapa banyaknya orang yang terpukul dan berharap Nayaka baik-baik saja. Mereka juga mendapatkan kabar bahwa Nayaka tak sadarkan diri, dan kemungkinan besar Nayaka koma mengingat mobilnya saja hancur seperti itu. Sementara itu, Nayaka yang ada di salah satu rumah saki
Rara melangkah gontai keluar dari bandara, tas ranselnya bergeser ke salah satu bahu sementara pikirannya melayang pada pertemuan yang akan segera terjadi. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk menghadapi Lupus, pria yang sudah menunggunya selama tiga tahun lamanya. Saat tiba di depan apartemen Lupus, jantung Rara berdebar kencang. Ia menekan bel dan menunggu dengan gelisah. Lupus membuka pintu, matanya bersinar gembira melihat Rara yang sudah lama tidak dilihatnya. Namun, Rara tidak bisa membalas kegembiraan itu. "Lupus, kita perlu bicara," ujarnya dengan suara yang sedikit bergetar. Lupus memandangi Rara dengan datar. "Mau bicara apa? Semuanya sudah jelas." Sahut Lupus, membuat Rara langsung terkesiap. "Lupus, semuanya tidak seperti yang kamu pikirkan." Rara mencengkram erat kedua tangannya itu, melampiaskan rasa sesak yang ada di dalam dadanya sana. Lupus menghela nafasnya kasar, di tatapnya wanita yang di cintainya itu, lalu membuka lebar pintu