Share

bab 7

Penulis: Mariahlia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-21 18:15:51

Anandita dengan langkah malas memasuki kantor cabang milik ayahnya itu. Dirinya terlalu malas berurusan dengan pekerjaan seperti ini. Bertahun-tahun setelah selesai kuliah, Anandita di suruh memegang  salah satu perusahaan milik Arthur, namun Anandita sama sekali tidak mau. Dirinya malah memilih menikah dengan Nayaka pada waktu itu.

Bukan tanpa sebab, dirinya memang terlalu malas berurusan dengan orang asing. Tapi kali ini, Anandita harus menerima kenyataan, dan dirinya harus bekerja.

"Pagi Bu Dita," seorang pria paruh baya yang di ketahui sebagai manajer di perusahaan itu menyapa Anandita. Dirinya sudah menunggu anak dari atasannya yang akan memimpin perusahaan itu di loby perusahaan itu. Sudah di hubungi sebelumnya oleh Arthur, dan dirinya bergegas menunggu sang atasan di sana.

Anandita menurunkan kaca mata yang menempel pada hidungnya, matanya melirik pada seorang pria paruh baya yang tampak menunduk hormat padanya. "Pak Jasen?"

Pria yang bernama Jasen  itu mengangguk dengan senyuman lebar di bibirnya. "Iya, Bu Dita. Mari silahkan saya akan antar anda ke ruangan anda. Dan setelahnya saya sudah memanggil semua karyawan untuk berkumpul di ruangan aula, saya akan mengumumkan anda sebagai atasan kami." Ucap Jasen dengan sopan.

Anandita menganggukkan kepalanya singkat, tak mau ambil pusing soal itu, dirinya menyerahkan semuanya pada pria itu. Yang penting tidak membuatnya ribet.

Anandita berjalan dengan Jasen yang ada di belakangnya, lalu Rara yang berlari tergopoh-gopoh karena tertinggal, dan dirinya harus memikirkan mobil milik Bu bos-nya terlebih dahulu. Dirinya harus cepat mensejajari langkah kaki Anandita.

"Bos!" Seru Rara, namun keberuntungan tidak berpihak pada Rara. Rara malah tertinggal oleh Anandita dan pria itu, kini Rara menatap sendu lift yang terkusus milik petinggi perusahaan itu yang sudah tertutup.

"Ya ampun, gue harus apa?" Sentak Rara frustasi.

Matanya melirik lift yang ada di sebelahnya, lalu ingin masuk ke dalam sana, tapi sudah banyak karyawan yang naik ke sana. Rara mendesah, rasanya kesal sekali dirinya.

Dirinya terpaksa menunggu, daripada Rara naik tangga ke lantai sepuluh, kan tidak lucu. Beruntung sebelumnya Arthur telah menjabarkan semuanya, termasuk di lantai berapa ruangan Anandita.

Tak lama hp di dalam tas selempang milik Rara berdering nyaring, Rara yang masih menunggu lift itu langsung tersentak. Buru-buru dirinya mengambil hp miliknya.

Tertera nama Bu bos di sana. Ini mereka sudah tukeran nomor hp dari dalam mobil tadi.

Rara menggeser icon hijau di layar sana.

"Hall–"

"Kamu dimana?!"

Rara sampai menjauhkan hpnya itu saat mendengar suara pekikan dari sang bos.

"Saya sudah nungguin kamu dari lima menit yang lalu. Cepat, ke ruangan saya, saya perlu kamu, Rara."

Rara menghela nafasnya kasar. "Baik Bu bos."

Panggilan itu mati, Rara mendesah. "Astaga! Jadi asisten nggak gampang, kayak babu! Walaupun gajinya gede" batin Rara frustasi, dirinya langsung bergegas menuju ke tangga, tidak ada pilihan lain selain berjalan menaiki dan menuruni tangga.

Sampai di lantai sepuluh, di ruangan Anandita Rara merosot dengan nafas yang tersengal-sengal. Anandita yang melihat itu mengernyitkan sebelah alisnya. "Kamu kenapa? Saya suruh kamu datang cepat, ini malah kamu datang udah hampir dua puluh menit! Waktu saya berharga kalau kamu –"

"Saya capek, Bu. Habis turun tangga, naik lagi. Kalau ibu mau ngomel nanti saja." Sela Rara tanpa sadar dirinya menyela perkataan Anandita.

Anandita semakin mengerutkan keningnya. "Lah, kenapa kamu harus naik tangga?"

"Lift-nya penuh, ibu. Sedangkan lift yang ibu naikin jelas nggak boleh, karena itu lift khusus." Sahut Rara, sambil memejamkan kedua matanya menetralisir rasa lelah yang luar biasa.

"Kasih saya waktu untuk istirahat, Bu"

Anandita tak menjawabnya, dirinya malah berjalan menuju ke arah lemari kulkas yang ada di ruangannya ini. Sungguh lengkap di sini, lemari kulkas juga ada, dan istrinya full, ada banyak makanan ringan serta minuman dingin. Dan jangan lupakan ada ruangan khusus untuk Anandita tidur. Pak Jansen tadi yang mengatakan dan menunjukkan pada Anandita.

Anandita tak menyangka ayahnya akan menyiapkan semua ini dengan matang seperti ini. Dirinya bahkan menjadi terharu.

"Minum. Dan istirahat sana di sofa, jangan duduk di situ, pinggang kamu nanti tambah sakit" kata Anandita sambil meletakkan minuman dingin di samping Rara.

Rara membuka matanya, jelas tentu tertegun dengan sikap bos-nya. Padahal di mobil tadi Anandita rese' -nya luar biasa. Tapi ini...

Kalimat Nayaka terngiang-ngiang di dalam kepalanya.

"Istri saya baik banget, kamu bakalan senang bekerja dengan dia."

"Masa' sih pak?"

"Iya, hanya orang yang belum mengenalnya saja yang tidak tau sifat aslinya"

"Pak Nayaka, sudah mantan istri loh, jangan sebut istri lagi"

"Diam kamu Lupus, saya sumpal mulut kamu dengan kaos kaki busuk nanti". 

Rara tersenyum mengingat perbincangan singkat di dalam mobil saat Lupus pacarnya hendak mengantarkannya ke rumah atasannya, dirinya baru sadar dengan apa maksud ucapan Nayaka.

Anandita baik pada orang yang sudah di kenalnya, dan tidak menunjukkan sikap baiknya itu pada orang asing.

Dan Rara semakin mengerti bagaimana karakter bos-nya itu.

*

*

Satu harian penuh, dan Rara akhirnya terbebas dari pekerjaan yang menumpuk. Anandita sudah di antar pulang oleh Rara, dan kini Rara harus ke kafe lagi bertemu dengan Nayaka dan Lupus yang mengajaknya bertemu.

Namun siapa sangka, sebuah penawaran yang menggiurkan di tawarkan oleh pak bos pacarnya.

"2 juta."

Rara mencibir, mendengar nominal angka itu rasanya masih terlalu biasa saja, sedangkan Arthur saja membayarnya sepuluh juta sebulan.

"Dikit banget"

Nayaka mendengus. "Dasar matre!" Hardik Nayaka kesal sendiri dengan pacar asisten pribadinya itu. Terlalu matre, padahal Nayaka hanya meminta informasi saja, dan Rara tak perlu melakukan apapun, hanya mengetik pesan saja.

"Perempuan itu harus matre, bos. Kalau nggak matre nggak glowing kayak saya." Sahut Rara sambil mengelus pipinya.

Nayaka mencibir. "Glowing darimana? Muka kamu udah kayak pantat wajan gitu kamu bilang glowing."  Emang ya, mulut Nayaka itu kayak cabe level sepuluh, dan tidak ada obatnya,

Rara mengerucutkan ujung bibirnya, lalu melirik ke arah Lupus dengan mata yang berkaca-kaca. "Sayang, lihat bos kamu"

Lupus jadi gelagapan, dirinya bingung mau membela siapa, kalau tak membela Nayaka sudahlah habis gajinya di potong nanti.

"Cup cup, jangan nangis sayang, bos Nayaka emang gitu. Sabar ya."

"Ngeselin tau. Tukar aja sama yang lain."

Nayaka mendelik. "Pasangan gila!" Sentak Nayaka lalu melengos, rasanya tak mau menghadapi Rara, andai saja dirinya tak butuh sudah malas dirinya.

"Tambahin dikit bos. Lagian bos kan orang kaya, harta bos juga nggak bakalan habis tujuh turunan."

"Ya harta saya tidak habis, tapi saya juga tidak akan menghabiskan harta saya untuk kamu" sahut Nayaka judes.

Rara mencibir. "Yaudah kalau nggak mau, situ juga yang butuh kan? Bayaran dari pak Arthur juga banyak, dan aku juga bakalan jalanin misi dari pak Arthur, mencari sosok pangeran nan tampan dan kaya raya untuk Bu Anandita yang cantik." Sahut Rara santai, bahkan dirinya menyeruput es cappucino yang di pesannya tadi.

Mata Nayaka mendelik, lalu menggebrak meja yang ada di depannya sampai membuat Rara tersedak minumannya.

Lupus buru-buru menepuk-nepuk punggung pacarnya itu.

"Jangan ngomong begitu kamu! Belum tau saya seperti apa?!" Desis Nayaka menatap tajam ke arah Rara.

Lupus dan Rara sampai bergidik ngeri melihat aura menakutkan dari Nayaka.

"Saya tidak akan membiarkan Dita bersama dengan pria manapun. Saya singkirkan dia," ucap Nayaka lagi.

Rara meneguk ludahnya susah payah, lalu menoleh ke arah Lupus yang tampak pucat pasih. Pacarnya pasti lebih tau seperti apa seorang Nayaka.

Dengan takut-takut Rara terpaksa menerima tawaran itu. "Du–dua juta juga nggak apa-apa deh bos. Untuk jajan di mall." Sahut Rara.

Nayaka mengangguk, ternyata  sedikit ancaman membuat gadis itu mau menurutinya. Bukannya Nayaka tak sanggup membayar dalam jumlah besar, tapi Nayaka terlalu malas melontarkan uangnya untuk gadis itu. Lebih baik uangnya di tabung untuk Anandita dan anaknya nanti bukan. "Oke. Dan mulai besok, kamu berikan informasi semuanya tentang Anandita pada saya." Nayaka menoleh ke arah Lupus. "Pus, kasih nomor saya ke dia. Dan kasih uang dpnya."

Mata Rara membulat mendengar uang DP. "Beneran bos?"

Nayaka mengangguk singkat, menarik cangkir kopi hangatnya lalu menyeruputnya perlahan.

Mata Rara berbinar dan menoleh ke arah Lupus.

Lupus jadi senyum-senyum.

"Jangan mengkhianati saya, kalau sampai kamu membuat istri saya dapat suami baru, kamu tau konsekuensinya." Ancam Nayaka lagi.

"Pak bos, mantan istri." Ralat Lupus, soalnya Nayaka selalu salah menyebut.

Nayaka mendelik, membanting cangkir yang ada di tangannya di atas meja sana. "Repot banget mulut kamu? Suka-suka saya lah." Ketus Nayaka.

Lupus mengatupkan bibirnya, tak berani lagi berbicara. Sedangkan Rara terkikik di dalam hati, satu kesimpulan yang dapat Rara ambil, jika bos pacarnya itu tak bisa move on dari bosnya. Ya iyalah, gimana mau move on, modelannya Bu Anandita yang kayak Barbie hidup.  Rara saja terpesona melihat kecantikannya.

*

*

Sesuai apa yang di katakan oleh Nayaka, Rara pacar Lupus yang menjadi asisten pribadinya Anandita  langsung melaksanakan semua perintah Nayaka. Toh dirinya juga mendapatkan uang  dari Nayaka karena telah menjadi mata-mata Anandita. Hari ini, dirinya langsung menjalankan tugas dari Nayaka.

|Hari ini jam satu, Bu bos mau ketemu sama klien yang dari Arab.| Send pak bos.

Ting

|Share dimana tempat ketemuannya, saya akan datang juga,| dengan cepat chat Rara langsung mendapatkan balasan dari Nayaka. Dan Rara yang melihat itu mengulum senyum.

|Di kafe Permata,|

Sudut bibir Nayaka tertarik ke atas menciptakan sebuah sunggingan senyuman lebar, lalu kepalanya menoleh ke arah Lupus.

"Pus, batalkan ketemu klien jam makan siang hari ini. Ada urusan yang lebih penting."

Lupus yang memegang berkas itu menoleh dengan wajah terkejutnya. "Bos, ini pertemuan penting loh, klien kita jauh-jauh dari Korea Selatan, masa' bos mau batalin aja?" Tanya Lupus tak percaya, bahkan Nayaka sudah jauh-jauh hari ingin melakukan kerja sama dengan kliennya ini.

"Halah kalau mau dia jam tiga nanti."

"Tapi bos."

"Saya atau kamu yang bos-nya di sini?" Sentak Nayaka.

Lupus bungkam, dan dirinya langsung melaksanakan tugas dari Nayaka

Sedangkan Nayaka sudah senyum-senyum sendiri, sebuah rencana sudah tersusun apik di dalam kepalanya, jika nanti ada kesempatan, dirinya akan mendatangi meja Anandita, dan mengajak ngobrol istrinya. Ahh Nayaka sudah rindu sekali dengan istrinya itu. Eh, mantan istrinya.

...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mengejar Cinta Mantan Istriku   bab 55

    Udara di dalam bangunan tua itu mendadak berubah—lebih pekat, lebih berat, seperti mengandung ancaman. Semua terdiam. Suara Bara di luar menggema, mengguncang dinding berlumut.Anandita menggenggam ujung kursi, jantungnya berdebar tak terkendali.“Dia… dia akan membakar tempat ini?” suaranya parau.Lazarus tidak menjawab segera. Ia menatap pintu seolah sedang menghitung waktu, lalu menoleh pada Nayaka.“Bawa gadis itu ke ruang bawah. Sekarang.”“Tapi, Guru—”“Sekarang!”Nada perintah Lazarus tak bisa ditawar. Nayaka meraih tangan Anandita, menyeretnya ke arah pintu kecil di belakang ruangan. Anandita melangkah tergesa meski tubuhnya gemetar.Sementara itu, Lazarus berjalan menuju jendela retak. Ia membuka sedikit tirai lusuh dan melihat sosok Bara di halaman—bersama belasan orang bersenjata. Bara berdiri di depan, masih mengasah pisaunya sambil tertawa kecil.“Lama tak jumpa, Lazarus,” Bara berteriak. “Kau makin tua… tapi masih suka bersembunyi seperti tikus.”Lazarus menarik napas pa

  • Mengejar Cinta Mantan Istriku   bab 54

    Udara di dalam bangunan itu terasa lebih berat daripada udara hutan di luar. Dindingnya berlumut, namun lantainya bersih—terlalu bersih untuk sebuah tempat yang tampak terbengkalai. Anandita memperhatikan setiap detail dengan gugup: kamera kecil di sudut ruangan, sensor gerak di pintu masuk, bahkan deru samar mesin di bawah lantai. Tempat ini mungkin tua, tapi orang yang mengelolanya… punya uang dan tujuan jelas.Lazarus duduk di kursi tua, menatap mereka. Sorot matanya membuat Anandita merasa telanjang, seolah orang ini bisa membaca semua rahasia yang ia simpan bahkan yang ia sendiri tak tahu.“Kau… Lazarus?” suara Anandita bergetar. “Ayahku… pernah menyebut nama itu. Dulu. Bertahun-tahun lalu. Tapi… kupikir kau sudah mati.”Lazarus tersenyum tipis. “Bagi dunia, iya. Kematian terkadang… pilihan terbaik untuk tetap hidup.”Anandita mengerutkan kening. “Apa maksudmu?”Nayaka berdiri di samping Lazarus, menunduk hormat. “Dia bukan orang biasa, Dita. Lazarus adalah pendiri Meja Tiga Bela

  • Mengejar Cinta Mantan Istriku   bab 53

    Suara sirene pemadam kebakaran meraung di kejauhan, tapi api di rumah keluarga Arthur terus melahap kayu dan dinding seolah tak ingin berhenti. Langit yang tadinya kelabu kini dipenuhi asap pekat. Di kejauhan, beberapa warga hanya berani menonton dari balik pagar. Tidak ada yang mendekat. Mereka tahu—rumah keluarga Arthur bukan sekadar rumah. Itu sarang para pemain besar. Tempat di mana kesalahan kecil bisa berarti hilangnya nyawa. Arthur masih tergeletak di lantai. Bau kayu terbakar, kain yang hangus, dan hawa panas mulai menyesakkan paru-parunya. Tapi mata tua itu tetap menatap pada satu titik: brankas yang kini terbuka setengah, terungkap di balik lukisan tua yang jatuh. Brankas itu bukan sembarang brankas. Di dindingnya terukir simbol aneh—lingkaran dengan tiga garis menyilang. Simbol itu hanya dikenal oleh segelintir orang: mereka yang pernah duduk di meja rahasia, membagi kekuasaan di balik bayang-bayang kota. Arthur merangkak perlahan, jarinya berusaha meraih tuas branka

  • Mengejar Cinta Mantan Istriku   bab 52

    Pagi itu datang tanpa embusan angin, seolah langit pun menahan napas. Hujan tak kunjung turun meski awan kelabu menebal seperti lapisan abu. Rumah keluarga Arthur masih berdiri megah, namun pagi ini terasa berbeda. Dingin. Sepi. Terlalu tenang untuk sebuah tempat yang sedang diawasi.Anandita terbangun lebih awal dari biasanya. Matanya sembab, namun ada api kecil yang berkobar di balik tatapan letihnya. Semalam, ia mendengar kenyataan yang seharusnya tak pernah terucap. Suara ayahnya... rekaman yang membuktikan keterlibatannya dalam sesuatu yang gelap dan mengerikan.Dia duduk diam di tepi ranjang, tangan meremas selimut, hatinya bergetar hebat.“Ayahku… benar-benar menyembunyikan sesuatu sebesar itu dariku?”Sementara itu, di kamar sebelah, Nayaka sudah berpakaian rapi. Kemeja hitam, jam tangan taktis di pergelangan, dan ekspresi yang sama sekali tidak bisa ditebak. Ia memeriksa kembali senjata kecil yang diselipkan di dalam jaket. Tak seperti biasanya, pagi ini ia tidak menggoda ata

  • Mengejar Cinta Mantan Istriku   bab 51

    Langit mendung menggantung di atas kota, seolah menjadi pertanda bahwa badai besar akan segera datang. Di dalam rumah keluarga Arthur, ketegangan belum juga surut. Anandita hanya bisa mengaduk-aduk sup di hadapannya tanpa niat untuk memakannya. Sementara Nayaka, dengan gaya santainya, terus menggoda dan mengganggunya, seolah-olah tak terjadi apa pun.Namun di balik senyum jahil Nayaka, ada ketegasan yang tak bisa dilihat oleh mata biasa. Ia tengah mempertahankan posisinya. Ia tidak main-main. Pria itu tahu betul bahwa permainan ini melibatkan risiko besar. Termasuk ancaman terhadap nyawanya sendiri.Sore itu, di ruang kerja Arthur, pria paruh baya itu masih duduk di balik meja besar kayu jatinya. Napasnya berat. Tangannya menggenggam erat sebuah amplop coklat yang sudah kusut karena terlalu sering diremas. Isinya bukan main—hasil rekam medis, laporan investigasi, dan foto-foto lawas yang seharusnya tak pernah muncul kembali ke permukaan.Rahasia itu… seharusnya telah terkubur.Namun N

  • Mengejar Cinta Mantan Istriku   bab 50

    Arthur menggeram penuh amarah. Dadanya bergemuruh oleh rasa kesal melihat Nayaka dengan berani bermesraan di depan matanya bersama putri kesayangannya. Niat hati ingin menghancurkan hubungan mereka, namun takdir justru berbalik menamparnya. Nayaka ternyata telah mengetahui rahasia kelam yang selama ini ia sembunyikan rapat-rapat. Kini, Arthur tak bisa lagi semena-mena melarang Anandita menjalin hubungan dengan Nayaka. Ia terjebak dalam permainan yang diciptakannya sendiri. "Sayang, suapin dong, aku mau anggurnya." Kata Nayaka manja. Arthur rasanya ingin membanting sendok yang ada di tangannya itu melihat kemesraan keduanya Sedangkan Anandita meringis, ia jadi malu melihat Nayaka seperti itu, "Nay, ada ayah." "Kenapa? Ayah kamu nggak bakalan marah kok. Ayah itu udah baik sama aku," Nayaka lalu menoleh ke arah Arthur. "Benar kan ayah? Ayah udah kasih restu ke aku dan Anandita?" Nayaka menaik turunkan alisnya. Arthur menggeram marah. Ia menghela nafasnya berulangkali untuk mereda

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status