Suara riang nyanyian anak-anak terdengar dari sebuah bus yang kini bergerak di jalanan, anak-anak kecil di dalamnya terlihat senang menikmati perjalanan pulang mereka dari sekolah.
Di antara ramaiannya anak-anak yang bernyanyi, terdapat seorang anak laki-laki yang kini tengah duduk di kursi paling belakang sambil menopang pipinya yang kemerahan. Anak itu memilki mata yang biru dan rambut pirang, dia terlihat berbeda dari anak-anak lainnya.
Anak itu terlihat memilih duduk dalam kesendirian dan mengasingkan diri dari keramaian, wajah mungilnya memasang raut muka yang sedih karena harus segera pulang dan kembali rumahnya yang membosankan.
Anak itu bernama Prince.
Prince lebih suka diam sendirian dan memperhatikan setiap belokan jalan yang di lewatinya di daripada harus bergabung bersama teman-temannya.
Bus sekolah itu memasuki area perumahan dan mengantarkan beberapa anak kecil yang tinggal di sana, anak-anak yang turun dari bus sudah di tunggu babysitter maupun orang tuanya.
Prince masih duduk di tempatnya, memperhatikan satu persatu teman-temannya sudah turun dari bus hingga menyisakan dirinya seorang.
Prince memutuskan melompat turun dari kursi dan melewati beberapa kursi lainnya yang kini sudah kosong. Prince memutuskan untuk duduk di kursi belakang sopir.
“Prince, kamu akan turun di mana?” tanya Jannah.
Jannah adalah salah satu sopir yang bertugas mengantar jemput semua murid yang masih bersekolah di taman kanak-kanak.
“Toko nenek,” jawab Prince singkat.
“Baiklah,” Jannah mengangguk.
Selama ini Prince selalu turun di tiga tempat, terkadang di rumahnya, rumah kakek-neneknya, terkadang pula di depan toko neneknya karena keluarganya sibuk dengan pekerjaan mereka.
“Bu Jannah, bisakah mengemudinya lebih pelan?” tanya Prince.
Jannah tersenyum ramah dan mengangguk setuju, wanita itu membelokan kemudinya keluar dari area perumahan dan pergi menuju tempat di mana Prince akan di turunkan.
***
Selesai merapikan rumah, Rosea memutuskan pergi ke taman umum mencari suasana baru yang bisa dia nikmati di kala santai, keberadaan taman yang tidak terlalu jauh membuat Rosea bisa menempuhnya sambil berjalan santai dalam waktu beberapa menit.
Rasa puas memenuhi hati Rosea karena di dekat wilayah perumahannya ada banyak taksi yang tersedia, semua keperluan dari tempat hiburan, restaurant, tempat nongkrong, hotel, tempat olahraga, mall dan gerai barang-barang mewah, berkumpul begitu mudah untuk di jangkau.
Rosea beruntung bisa membeli tanah dari kakek misterius dengan harga yang murah, entah ke mana perginya kini kakek misterius yang baik hati itu, sudah hampir setengah tahun mereka tidak bertemu.
Dengan langkah lebarnya Rosea berlari melintasi jalanan mencari tempat duduk yang tersedia di pinggir lapangan.
Sejenak Rosea terdiam, wanita itu melihat bangku yang akan di dudukinya sudah di tempati oleh seorang anak kecil. Rosea berdeham cukup keras membuat anak laki-laki yang duduk itu langsung mendongkakan kepalanya.
“Hay, aku boleh ikut duduk di sini tidak?” tanya Rosea seraya menunjukan tempat kosong di samping Prince.
Tanpa bersuara Prince mengangguk memperbolehkan, Prince kembali memperhatikan beberapa anak remaja yang tengah bermain bola.
Rosea langsung duduk dan mengeluarkan macbooknya, sejenak wanita itu meluangkan waktunya untuk memeriksa laporan-laporan yang masuk mengenai toko perhiasannya yang sudah beberapa hari ini dia tinggalkan karena sibuk mengurus kepindahan.
Setelah lebih dari dua puluh menit berkutat dengan laporan yang masuk, Rosea kembali menutup macbooknya dan memasukannya ke dalam tas, kini dia mengeluarkan sekotak makanan yang di bawanya dari rumah.
Rosea membuka penutup makanan dan melihat nasi goreng buatannya, dengan cepat dia mengambil sendok dan mulai menyuapkan sesendok nasi bercampur udang, telur, sosis dan makanan lainnya yang terasa sedikit basah gurih di mulutnya.
Baru satu suap Rosea memakan makananya, kini dia tidak dapat mengunyahnya lagi ketika menyadari anak kecil yang duduk di sampingnya, kini tengah memperhatikannya.
Aroma masakan Rosea membuat Prince langsung mengalihkan perhatiannya dari anak-anak yang bermain bola.
“Mau?” tanya Rosea berbasa-basi.
Prince menegakan tubuhnya untuk melihat isi isi kotak makanan Rosea. Prince menelan salivanya dan tidak menjawab karena ragu. Makanan yang di bawa Rosea sangat menggodanya, namun Prince tidak bisa menerima tawarannya karena neneknya akan marah besar jika Prince makan sembarangan.
“Usiamu berapa?” Suara Rosea merendah dan sedikit lebih lembut.
Prince tertunduk mencoba mengingat usianya sekarang.
“Ini memakai micin, aku masak memakai micin karena micin itu enak. Tapi anak di bawah lima tahun tidak boleh memakannya,” jelas Rosea memberitahu.
Prince mangangkat kepalanya dan memperhatikan Rosea yang kembali menyuapkan makanannya.
“Enam tahun,” jawab Prince untuk pertama kalinya membuka suara.
Rosea menelan makananya perlahan, wanita itu langsung membuang mukanya dan menyodorkan kotak makananya. “Kalau mau, kamu boleh makan satu suap saja,” tawar Rosea yang terdengar seperti anak kecil yang sedang berusaha merelakan makanan kesukaannya di makan orang lain.
Prince mengerjap kaget karena ada orang asing yang baik dan juga hangat kepadanya.
Masih dengan perasaan ragunya Prince mengambil kotak makanan Rosea dan menempatkannya di pangkuannya. Sekali lagi Prince memperhatikan isi kotak makanan Rosea dengan penuh ketelitian.
“Apa ini tidak berbahaya?” tanya Prince tidak terduga.
Pupil mata Rosea melebar, pertanyataan anak kecil itu terdengar cukup sombong dan tidak sopan untuk dia dengar. “Jika berbahaya, aku tidak akan mungkin memakannya.”
“Siapa yang memasak?” tanya Prince lagi, jawaban Rosea sama sekali belum mampu menghilangkan keraguan di hatinya.
“Aku.”
“Kenapa tidak juru masak yang membuat?”
Rosea melongo kaget, pertanyaan anak itu semakin terdengar sombong dan membuat jiwa susah Rosea meronta-ronta.
To Be Continued..
“Kenapa tidak juru masak yang membuat?”Rosea melongo kaget, pertanyaan anak itu semakin terdengar sombong dan membuat jiwa susah Rosea meronta-ronta.Siapa sebenarnya yang mendidik anak ini? Bagaimana bisa dia sudah seprofessional itu dalam berbicara tidak mengenakan?.Rosea membuang napasnya dengan kasar, dia tidak bisa kesal dan tersinggung dengan anak kecil. Mereka masih polos dan tidak bersalah, yang bersalah adalah orang-orang yang di contoh olehnya.“Aku tidak punya juru masak,” jawab Rosea dengan jujur.“Kamu sungguh mau membaginya?” Prince kembali bertanya. “Kalau kamu tidak mau, kembalikan saja,” kesabaran Rosea mulai hilang.Mata Princa sedikit berkaca-kaca, anak itu teringat jika ini untuk pertama kalinya ada orang dewasa yang mau mengajaknya berbicara di taman dan menawarinya makanan, tanpa menanyakan di mana orang tuanya dan menganggap Prince anak yang tersesat. “Aku mau,” bisik Prince samar.Mendengar suara lemah bercampur sedih anak itu, Rosea langsung menggerakan wa
“Pah, lihatlah.” Seorang wanita paruh baya meletakan document di depan suaminya. “Ini hasil dari les Prince dua minggu terakhir.”Abraham menyesap kopinya, pria itu melirik isterinya yang kini menarik kursi dan segera duduk di sampingnya memasang raut wajah kecewa. Abraham mengambil document itu dan membacanya.“Kenapa lagi dengan hasilnya?” tanya Abraham.“Tidak ada perubahan, tidak ada kemajuan, jika seperti ini terus Prince bisa di pindahkan masuk ke sekolah anak-anak khusus dan tertinggal dengan anak-anak normal lainnya. Sepertinya kita harus mengganti guru les untuk Prince.”Abraham segera menutup kembali dokumentnya, “Tidak perlu Mah. Tidak perlu terlalu serius dengan hal ini, kita harus lebih memikirkan psikolog anak dan pengasuh yang cocok untuk Prince. Prince masih anak-anak, dia sedang mau berkembang.”“Mamah paham Prince masih anak-anak, tapi jika di biarkan seperti ini, bagaimana dengan masa depan dia? Satu tahun terakhir ini kita sudah menggantinya lebih dari empat guru k
“Bukan wanita simpanan yang kamu bayar Leo. Wanita yang bisa kamu jadikan secara resmi.”Leonardo mengusap rambutnya ke belakang, pria itu tersenyum dengan tenang. “Aku belum menemukan wanita yang sesuai dengan standarku,” jawabnya terdengar congkak.Jawaban singkat Leonardo berhasil membuat Abraham bungkam, jika menyangkut standar puteranya, Abraham memilih untuk tidak ikut campur lagi dan hanya bisa bisa menantikan kapan Leonardo akan memperkenalkan wanita yang benar-benar bisa dia ajak serius.Abraham membuang napasnya dengan berat, pria paruh baya itu menepuk bahu puteranya beberapa kali. “Segeralah pulang sebelum Prince tertidur,” ucap Abraham sebelum memutuskan pergi ke dalam rumah meninggalkan Leonardo sendirian.Sebuah hembusan napas kasar terdengar dari mulut Leonardo, pria itu menengadahkan kepalanya, melihat langit malam ini yang terlihat gelap pekat tanpa bintang.Leonardo bersedap, perlahan dia memejamkan matanya hanya untuk menyingkirkan sisa-sisa rasa lelah yang masih
Prince terbaring meringkuk di atas ranjangnya, anak itu termenung melihat berbagai macam mainan terpajang rapi. Rententan mainan yang memenuhi lemari itu adalah hadiah-hadiah yang sering Leonardo berikan setiap kali dia pulang bertugas dari luar negeri, sayangnya Prince jarang membukanya apalagi memainkannya karena dia tidak tertarik dan tidak mengerti.Leonardo memberikan banyak mainan karena dia berpikir hal itu dapat menebus sedikit rasa bersalahnya karena sudah sering meninggalkan Prince sendiri dan membuat anaknya kesepian.Setiap kali Leonardo pergi dinas jauh, Prince akan pergi ke rumah kakek neneknya untuk menginap, dan jika kakek neneknya berada di luar negeri juga, maka Prince akan tinggal sendirian di rumah di temani Adam, pengawal pribadinya.Sementara ibunya Prince?Prince tidak mengetahui keberadaan ibunya, jarang sekali Prince bertemu dengannya. Ibu Prince hanya datang satu tahun sekali ketika Prince sedang ulang tahun saja. Sekalinya bertemu, mereka jarang berbicara da
Suara keras musik terdengar sejak satu jam yang lalu, samar tawa orang-orang terdengar di luar, satu persatu orang mulai berdatangan ikut memeriahkan pesta yang berlangsung.Jari-jari Rosea bergerak cepat di atas keyboard tengah mengerjakan pekerjaannya, sesekali Rosea mengumpat kesal karena imajinasinya menghilang dan hancur karena keramaian pesta orang-orang di luar sana.Jari Rosea menekan keyboard dengan sedikit keras, kakinya mendorong ke lantai menggerakan kursi yang di dudukinya untuk mendekati jendela. Rosea menyibak gorden dan melihat langsung ke arah rumah di sebelahnya yang kini kian ramai di penuhi oleh banyak orang.Setengah jam yang lalu Rosea masih bisa sabar mendengarkan keramaian pesta, namun sekarang dia benar-benar sangat terganggu karena tidak bisa berkonsentrasi bekerja.Rosea melihat ke arah jarum jam yang kini masih menunjukan pukul sepuluh malam. Ini tidak bisa di biarkan sama sekali, jika pekerjaan Rosea malam ini belum selesai karena gangguan pesta tetanggany
Pagi-pagi sekali Rosea sudah terbangun, wanita itu menghabiskan waktunya untuk melakukan olahraga di pagi sebelum memulai aktivitasnya yang lain.Rosea menekan layar treadmill mempercepat langkahnya menjadi berlari.Suara ceburan terdengar di sebelah tembok pagar rumah Rosea. Jarak rumahnya dengan rumah tetangga sebelah hanya terpisah oleh dua buah pagar yang saling berdampingan, karena itu Rosea bisa mendengar suara berisik pesta semalam.Jika mengingat kejadian pesta semalam, Rosea kini tersenyum geli mengingat bagaimana pesta yang meriah berakhir dengan kedatangan polisi, setengah jam setelah itu tetangganya memanggil banyak tukang bersih-bersih untuk merapikan rumahnya di pagi buta.Suara ceburan air terdengar lagi menandakan tetangga Rosea tengah berenang.Setelah lama Rosea bergerak, dia memutuskan turun dari treadmill untuk minum dan mengusap peluh keringat yang membasahi wajahnya. “Hallo tetangga.”“Uhuk” Rosea tersedak kaget melihat kehadiran Atlanta yang kini muncul tiba-t
Terik panas matahari siang itu terasa sedikit lebih menyengat dari biasanya, Prince duduk di bangku tempat pertemuannya dengan Rosea hari kemarin. Tangan Prince memeluk sebuah kotak makanan berisi macaron merah muda yang dia sengaja siapkan untuk Rosea.Kepala Prince bergerak ke sana kemari menunggu kedatangan Rosea yang belum dia lihat kehadirannya sejak tadi.“Prince” Adam datang untuk menjemput Prince. “Waktunya pulang.”“Sebentar Adam.”“Kenapa?”“Aku menunggu kenalanku.”Kening Adam mengerut, siapa kenalan Prince? Tidak seperti biasanya Prince memiliki perhatian kepada orang lain. Batin Adam bertanya-tanya. “Sudah waktunya pulang, satu jam lagi kamu ada les bahasa Prancis. Sekarang, ayah kamu ingin mengajak makan siang bersama,” Adam mengingatkan.Prince tertunduk sedih mendengarnya, dengan terpaksa dia segera beranjak dan pergi mengikuti Adam yang menuntunya pergi masuk ke dalam mobil.Adam segera menutup pintu dan berlari pergi menyusul masuk, pria paruh baya itu segera melaju
Rosea memeluk kotak makanan yang di berikan oleh Prince, ada sepercik kesenangan yang menyentuh hatinya memikirkan Prince dengan tulus menyiapkan makanan berwarna merah muda untuknya.“Aku akan mengembalikan kotak makananmu lagi nanti. Aku akan membalasnya, kamu suka makanan apa?” tanya Rosea.Mata Prince berbinar senang, “Aku suka makanan laut dan kue keju. Jadi, mulai besok kita akan saling bergantian memberikan makanan?” tanyanya dengan polos. Prince berpikir saling membalas makanan layaknya surat menyurat.Prince tidak tahu jika Rosea akan membalas kebaikan Prince hanya sebagai formalitas saja. Perhatian Rosea beralih ke sisi, melihat Adam yang keluar dari mobil.Rosea menatap jam di tangannya dan menyadari bahwa dia sudah lebih dari tiga menit bicara dengan Prince.Rosea segera berdiri, “Om” sapa Rosea dengan canggung. “Maaf saya tidak bermaksud mengganggu perjalanan Anda dengan putera Anda,” tambah Rosea lagi langsung menjelaskan.Adam memasang wajah datar tidak bersahabat. “S