Terik panas matahari siang itu terasa sedikit lebih menyengat dari biasanya, Prince duduk di bangku tempat pertemuannya dengan Rosea hari kemarin. Tangan Prince memeluk sebuah kotak makanan berisi macaron merah muda yang dia sengaja siapkan untuk Rosea.
Kepala Prince bergerak ke sana kemari menunggu kedatangan Rosea yang belum dia lihat kehadirannya sejak tadi.
“Prince” Adam datang untuk menjemput Prince. “Waktunya pulang.”
“Sebentar Adam.”
“Kenapa?”
“Aku menunggu kenalanku.”
Kening Adam mengerut, siapa kenalan Prince? Tidak seperti biasanya Prince memiliki perhatian kepada orang lain. Batin Adam bertanya-tanya.
“Sudah waktunya pulang, satu jam lagi kamu ada les bahasa Prancis. Sekarang, ayah kamu ingin mengajak makan siang bersama,” Adam mengingatkan.
Prince tertunduk sedih mendengarnya, dengan terpaksa dia segera beranjak dan pergi mengikuti Adam yang menuntunya pergi masuk ke dalam mobil.
Adam segera menutup pintu dan berlari pergi menyusul masuk, pria paruh baya itu segera melajukan mobilnya menuju perusahaan Leonardo berada. Beberapa kali Adam melihat ke belakang dan memperhatikan kemurungan Prince yang terlihat kecewa akan sesuatu.
“Prince, apa ada sesuatu yang mengganggu kamu?” tanya Adam perhatian.
Belum sempat Prince menjawab, tanpa sengaja dia melihat Rosea yang kini berdiri di belokan jalan. Prince terpekik senang bukan main karena bisa kembali bertemu teman berbicaranya.
“Adam berhenti di sana!” Prince menunjuk ke arah Rosea. “Berhenti di sana Adam!” pinta Prince lebih tegas.
Adam segera menepikan mobilnya di samping Rosea.
“Tunggu di sini. Kamu jangan ikut keluar,” pinta Prince lagi sebelum memutuskan keluar melompat turun dari mobil dan berlari menemui Rosea.
Rosea yang hendak menyebrang langsung mengurungkan niatnya melihat Prince yang berlari ke arahnya dan tersenyum lebar membawa kotak makanan.
“Hay Prince,” sapa Rosea dengan akrab.
Prince tersenyum terlihat senang karena Rosea mengingat namanya.
Begitu Rosea sudah berada di hadapannya, Prince langsung memberikan kotak makanan yang di bawanya kepada Rosea.
Dengan ragu Rosea menerimanya, “Apa ini?”
Prince menarik napasnya dalam-dalam tampak gugup, “Itu untuk Sea,” jawab Prince dengan suara yang mengecil.
“Benarkah?” Rosea tersenyum lebar terlihat terkesan karena ada anak kecil yang baik kepadanya.
Rosea terdiam bingung begitu dia sudah membuka kotak makanan di tangannya, di dalam kotak itu terdapat macaron bersama permen jelly berwarna merah muda.
“Untuk apa kamu memberikannya kepadaku?” Rosea bertanya.
Kesenangan di wajah Prince berubah karena khawatir Rosea tidak menyukai apa yang sudah dia berikan.
Alis Prince sedikit menurun, tangan mungilnya saling berpegangan di tempatkan di dada. “Kamu bilang, kamu suka makanan warna merah muda,” jawab Prince dengan polos.
Rosea tercengang kaget, kini dia teringat percakaan mereka kemarin. Tapi kemarin Rosea hanya menjawab asal-asalan secara spontan, Rosea tidak menyangka jika Prince akan menangkapnya dengan serius.
Rosea mendengus geli merutuki dirinya sendiri karena sudah berbicara sembarangan pada anak kecil.
“Oh iya kemarin aku lagi suka makanan berwarna merah muda. Terima kasih, aku sangat menghargainya,” celoteh Rosea dengan senyuman lebarnya meredakan kecanggungan interaksi di antara mereka.
“Kenapa kemarin? Apa sekarang sudah tidak suka?” tanya Prince khawatir.
“Aku masih menyukainya sampai besok.”
“Kenapa?” Prince semakin di buat penasaran.
“Kalau kamu makan makanan yang sama setiap hari, kamu akan bosan,” jelas Rosea.
Prince menutup mulut dan sedikit tertawa karena apa yang Rosea jawab sangat mirip dengan apa yang di rasakannya. Prince selalu bosan dengan menu sarapan pagi yang harus dia makan setiap kali menginap di rumah neneknya karena menghidangkan menu makanan yang sama.
“Ingatan kamu sangat bagus Prince, aku sendiri lupa apa yang sudah aku katakan kemarin. Kamu luar biasa,” puji Rosea spontan.
Wajah mungil Prince bersemu merah malu, anak itu menatap dengan mata berbinar terlihat senang mendengar pujian yang di katakan Rosea kepadanya.
“Sea akan ke mana?” Tanya Prince dengan kepala semakin mendongkak menatap wanita itu.
“Aku akan pergi makan siang.”
“Sea bisa memakan itu,” tunjuk Prince pada kotak makanan yang sudah dia berikan.
Rosea tersenyum menatap Prince penuh penilaian. Sikap Prince terlalu aneh bagi Rosea, anak itu terlalu cepat dan mudah bergaul kepada orang asing seperti dirinya, apalagi Rosea adalah wanita yang sudah dewasa.
Interaksi antara Prince dan Rosea tidak luput dari perhatian Adam yang duduk di dalam mobil, pria itu memperhatikan Prince yang menjadi lebih banyak bicara dengan Rosea. Adam ingin keluar dan memastikan bahwa wanita yang bersama Prince adalah wanita baik-baik, namun dia harus menahan diri.
Prince selalu marah dan menangis dengan keras bila Adam tidak mendengarkan titahnya.
Di dalam mobil, Adam memilih memotret wajah Rosea dan segera melaporkannya kepada Leonardo.
To Be Continued..
Rosea memeluk kotak makanan yang di berikan oleh Prince, ada sepercik kesenangan yang menyentuh hatinya memikirkan Prince dengan tulus menyiapkan makanan berwarna merah muda untuknya.“Aku akan mengembalikan kotak makananmu lagi nanti. Aku akan membalasnya, kamu suka makanan apa?” tanya Rosea.Mata Prince berbinar senang, “Aku suka makanan laut dan kue keju. Jadi, mulai besok kita akan saling bergantian memberikan makanan?” tanyanya dengan polos. Prince berpikir saling membalas makanan layaknya surat menyurat.Prince tidak tahu jika Rosea akan membalas kebaikan Prince hanya sebagai formalitas saja. Perhatian Rosea beralih ke sisi, melihat Adam yang keluar dari mobil.Rosea menatap jam di tangannya dan menyadari bahwa dia sudah lebih dari tiga menit bicara dengan Prince.Rosea segera berdiri, “Om” sapa Rosea dengan canggung. “Maaf saya tidak bermaksud mengganggu perjalanan Anda dengan putera Anda,” tambah Rosea lagi langsung menjelaskan.Adam memasang wajah datar tidak bersahabat. “S
Rosea menarik napasnya dalam-dalam, wanita itu terlihat kaget melihat sosok pria yang sudah dipanggil ‘ayah’ oleh Prince. Wajah Rosea memerah karena terpesona, namun di detik selanjutnya wajahnya berubah pucat seakan seluruh darah di tubuhnya membeku ketika tidak sengaja pandangan mata mereka bertubrukan. Mendadak saja rasa percaya percaya diri dan keberanian Rosea hilang di bawah tatapan tajam milik Leonardo yang secara terang-terangan penuh penilaian. Bibir Rosea mengatup rapat, lidahnya terasa kelu tidak memiliki keberanian untuk menyapanya lebih dulu. Ada atmosfer yang begitu kuat Rosea rasakan ketika dia berhadapan dengan Leoardo. Sebuah perasaan terintimidasi, takut dan tertekan langsung Rosea rasakan dalam waktu bersamaan. “Ayah, ini temanku. Sea ini ayahku yang tadi kamu tanyakan,” Prince manarik tangan Rosea agar semakin mendekati ayahnya. Prince ingin Rosea memperkenalkan dirinya sendiri seperti saat Prince memperkenalkan diri di depan kelas. Rosea tertunduk malu kare
Perjalanan pulang ke rumah Rosea membutuhkan waktu setengah jam, tapi entah mengapa Rosea merasa waktu kali ini berjalan terasa sangat lambat. Beberapa kali Rosea melihat ke jalanan, dia sudah tidak sabar untuk segera sampai rumah. Dari sudut matanya, Rosea diam-diam melihat Prince dan Leonardo yang kini tengah duduk di sampingnya. Kedua laki-laki itu duduk dengan posisi yang sama, satu kaki terangkat menumpang satu kaki lainnya, tubuh mereka berada dalam posisi tegak sempurna seperti seorang tuan muda yang sering kali Rosea lihat hanya di dunia komik saja. Tanpa sengaja pandangan Rosea bertubrukan dengan Leonardo melalui spion tengah mobil, tatapan mereka saling mengunci. Rosea langsung tersenyum masam karena lagi-lagi Leonardo menatap dirinya dengan penuh penilaian. Rosea tidak tahu apa yang sebenarnya ada di kepala Leonardo, apa yang di pikirkan pria itu tentang dirinya, tatapannya yang penuh penilaian sedikit menginjak harga diri Rosea yang sejak awal tidak pernah memiliki n
Rosea berdiri di depan cermin besar, wanita itu memutar tubuhnya memperhatikan penampilannya dari segala sisi. Malam ini Rosea mengenakan gaun tanpa lengan berwarna merah muda yang ketat dengan tinggi sejengkal di atas pahanya, rambutnya di biarkan terurai, wajahnya terpoles makeup dengan lipstick yang merah.Rosea membungkuk mengenakan sepatu heels tinggi yang masih bisa dia gunakan untuk menari.Malam ini Rosea ingin pergi berpesta mencari hiburan melepas penatnya bersama temannya.Dalam beberapa langkah Rosea mundur dan kembali memperhatikan penampilannya malam ini yang terlihat cukup berani dan cantik.Bibir merah Rosea menyunggingkan senyuman puas karena kini dia sudah percaya diri dengan penampilannya yang telihat kuat dan lebih menonjolkan sisi seksi juga dewasa di dalam dirinya.Dengan anggun Roesa membalikan tubuhnya dan mengambil tasnya, wanita itu melenggang pergi keluar dari kamarnya dan pergi menuruni tangga.Langkah Rosea terhenti begitu dia teringat sebuah kue yang ibun
Karina mengedarkan pandangannya melihat ke sekitar mencari-cari seseorang yang bisa dia ajak bersenang-senang. “Kamu sudah menemukan cowok yang cocok?”“Santailah Rin, kita baru duduk lima belas menit di sini,” jawab Rosea dalam bisikan.“Lebih cepat lebih bagus Sea, jika tidak cocok kamu bisa menggantinya dengan cepat.”Rosea tertawa dan berkata, “Astaga Rin, pria bukan sandal di mall yang bisa kamu lihat dan di pilih lalu di coba.”Bibir Karina mengerucut, wanita itu bersedekap menyilangkan tangannya. “Jangan naif Sea, sandal juga harus di pilih dengan baik agar pas di kaki. Apalagi pria, harus di pilih lebih teliti agar pas di hati. Malam ini pokoknya aku ingin pria yang kuat.”“Kamu bawa pengaman kan?”“Tentu aja Sea, itu wajib,” seru Karina dengan penuh semangat.Rosea kembali tertawa dan meneguk minumannya, pandangannya mengedar melihat ke sekitar mulai menyadari bahwa para pengunjung semakin banyak.“Aku harus merapikan penampilanku dulu di toilet sebelum menari, jangan ke mana
“Ada apa?” tanya Rosea dengan waspada. Atlanta menunjukan jarinya ke arah mata Rosea. “Ada sesuatu di sudut mata kamu.”Mata Rosea terbelalak kaget, wajahnya langsung merah malu karena sudut matanya terdapat kotoran mata. Bibir Rosea menekan kuat dan tangannya bergerak cepat mengusap sudut matanya beberapa kali. Rosea berusaha untuk bersikap biasa saja di depan Atlanta yang masih terus memperhatikannya.Atlanta semakin mencondongkan tubuhnya membuat wajah mereka berdekatan, Atlanta menangkap tangan Rosea dan menurunkannya, di usapnya sudut bawah mata Rosea dan meniupnya, membuat Rosea langsung memejamkan matanya.Dua bulu mata lentik panjang wanita itu terbang entah ke mana.“Dua bulu mata kamu jatuh.”Rosea membuka matanya dan bertemu dengan sepasang mata Atlanta yang kini tengah menatap lekat dirinya. Rosea tidak tahu arti dari tatapan pria itu, namun diamnya Atlanta dan tatapannya yang dalam berhasil membuat Rosea gugup. “Sea, kamu tidak butuh mascara di bulu mata yang secantik
Rosea tersenyum kaku dan mengangguk canggung, sangat berbeda dengan Karina yang langsung menatap Leonardo dengan mata berbinar senang.“Leo!” panggil Karina dengan akrab.“Karina,” Leonardo melihat Karina dan Rosea bergantian.Karina mendekat, tanpa ragu dia melompat memeluk Leonardo sejenak, “Apa kabar?” tanya Karina seraya menguraikan pelukannya.Leonardo tersenyum samar dan sesekali melihat ke arah Rosea yang kini mematung bingung melihat kedekatan sahabatnya dengan Leonardo.“Aku sangat baik, kamu sendiri bagaimana?”“Tentu saja baik! Ngomong-ngomong, kamu kenal Sea?” Karina menunjuk Rosea seketika dan menarik sahabatnya itu untuk berdiri di sampingnya.“Ya, kurang lebih begitu,” jawab Leonardo hati-hati.“Astaga Sea!” Karina terpekik senang. “Kenapa tidak bilang kamu kenal Leo? Leo ini rekan kerja papahku. Leo, Sea ini sahabatku,” cerita Karina semakin berantusias.Rosea tersenyum memaksaan, wanita itu tidak tahu harus berkata apa, yang jelas dia ingin segera pergi daripada harus
“Bicaralah, aku tidak memiliki waktu lagi. Jika kamu masih mengulur waktu dengan omong-kosong, aku akan pergi,” ancam Rosea yang sudah kehilangan kesabarannya. Leonardo berdeham menormalkan suaranya, tangan Leonardo mengepal kuat di bawah meja, entah mengapa dia merasa gemas melihat ekspresi marah Rosea yang tengah marah. Mata Rosea yang bercahaya dan tajam itu mengingatkan Leonardo pada anak kelinci peliharaan Prince. “Aku sudah meneliti interaksi kamu dengan Prince.” “Apa hubungannya denganku?” “Prince terlihat sangat menyukaimu, dia terus membicarakanmu sepanjang perjalanan pulang. Tidak biasanya dia memiliki ketertarikan pada orang asing. Hal sekecil ini sangat berarti untukku karena selama ini Prince mengalami masalah dalam berinteraksi.” Leonardo berhenti bercerita, pria itu terdiam sejenak dan melihat Rosea dengan lekat, sampai akhirnya Leonardo pun berkata, “Aku tidak bermaksud menyinggungmu, namun aku harus mengatakan ini. Apakah kamu tertarik menjadi teman bayaran Princ