Beranda / Romansa / Mengejar Cinta Om Alan / Chapter 5 - Kuda Putihku Lebih Tampan

Share

Chapter 5 - Kuda Putihku Lebih Tampan

Penulis: Keanz
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-23 22:44:47

TIGA TAHUN YANG LALU..

"Hai, Kim.."

Seperti biasa, Genta menyapa Kimberly dengan senyum seorang player. Pemuda bermata sipit itu selalu bersikap sok ganteng. Ya.. memang benar, sih. Genta memang termasuk dalam kategori remaja tampan dan idola di sekolah bertaraf internasional itu, meski ketenarannya masih kalah jauh dari Borne.

"Hem.."

Kimberly membalas sapaan pemuda genit itu dengan wajah acuh. Kim orang yang tak suka berbasa basi, apalagi dengan anggota genk Playboy macam Genta dan kawan-kawannya.

"Dih, galak banget jawabnya. Jangan galak-galak, Kim, nanti hilang cantiknya."

"Iiiiish.. gombalanmu sangat norak!" Kim mencebikkan bibirnya seraya menatap malas pemuda itu. Tanpa mau menjawab ocehan Genta, ia gegas meninggalkan ruang kantin. Gadis itu tak tertarik untuk meladeni ocehan Genta.

"Kim, mau kemana?"

"Balik ke kelas!"

"Dih, makananmu belum habis, Kim!"

"Biarin! Buat kucing ibu kantin!" jawab Kim sekenanya.

"Kim, tunggu!"

Ia tak peduli dengan seruan Rea yang memanggil namanya. Langkah Kimberly tetap pasti menyusuri lorong yang menghubungkan antara kantin dan kelasnya.

"Kim!"

"Hhh.. hari ini banyak sekali yang ngefans sama namaku, sih!" gerutu gadis itu.

Kimberly menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Tampak Rea dan Caca tengah berlari menghampiri.

"Ap--

"Woi! Apa-apaan, ini?! Lepasin aku! Caca! Rea! Lepasin aku! Ini tak lucu sama skali!" teriak Kimberly.

Entah setan apa yang merasuki kedua sahabatnya itu. Mereka menggotong tubuh Kimberly dengan bergotong royong, Rea memapah tubuh mungil itu di sebelah kanan, dan Caca memapah di sebelah kiri. Kemana gadis-gadis ini akan membawanya?

"Kau diam saja, Kim! Kami tak akan menculikmu!" cetus Rea yang menyunggingkan cengiran absurdnya.

"Iya, Kim. Santai saja. Asalkan kau jadi kucing manis dan penurut, kami tak akan menyakitimu!" timpal Caca yang membuat kening Kimberly mengernyit tak mengerti.

"Hah?"

'Ya Tuhan.. kemana dua makhluk ini akan membawaku. Semoga saja bukan ke ruang kosong dan berakhir dengan mengunciku disana. Aku fobia dalam kegelapan. Tapi buat apa juga mereka membawa dan mengunciku disana, aku sedang tak ulang tahun. Jadi tak mungkin mereka mengerjaiku,' bathin Kim.

"Please, Girl! Lepasin aku! Atau akan berteriak!" ancamnya pada dua gadis itu.

"Hah? Buat apa teriak, Kim? Seperti di sinetron ikan terbang saja!"

Caca, sahabat Kimberly yang terkenal polos, atau lebih tepatnya lemot itu selalu saja menjawab asal.

"Never, Kim! Kau pasti akan berlari dan pergi jika kami melepasmu!"

Rea tetap teguh pada tindakannya. Entah apa yang kini ada di otak gadis itu. Kimberly terlihat malas bermain-main lagi.

"Aku janji tak akan pergi! Sekarang lepasin aku dan katakan, kalian mau bawa aku kemana, sih?"

"Janji, ya..."

Caca si gadis lemot! Tanpa sadar dia melepas Kimberly untuk mengaitkan jari kelingkingnya pada kelingking gadis itu.

"Cacaaaaaaaa..." Teriakan Rea membuat Kimberly tak fokus untuk melarikan diri, mereka berdua kembali bisa menangkapnya.

"Iiiiih... stop! Lepasin aku! Aku janji tak akan melarikan diri. Memang kemana kalian akan membawaku, hm!" teriaknya.

Rea masih mengamati pergerakan Kimberly meskipun ia perlahan melepas cengkramannya. Namun tak sama dengan Caca, gadis polos itu langsung melepas tangan Kimberly karena selalu percaya begitu saja dengan apa yang Kimberly katakan.

"Borne mau bicara sesuatu! Dia sudah berada di rooftop. Tolong temui dia, Kim!"

Kini wajah Rea berubah serius. Gadis itu memang paling getol mendekatkan Kimberly dengan Borne. Alasannya? Tak ada yang tahu.

Kimberly hanya bisa menghembuskan napas kasar serta memutar bola mata dengan malas. Lagi-lagi karena Borne. Entah sudah keberapa kalinya Borne mengajaknya bicara berdua. Bahkan sejak mereka duduk di kelas 11, pemuda itu sudah sering kali menyatakan perasaannya pada Kim.

"Mau bicara apalagi dia, Re? Aku sudah bilang berkali-kali kalau aku--

"Naik saja dulu, Kim. Tak ada salahnya, kan, kau memberi kesempatan Borne untuk bicara? Mungkin ada sesuatu yang akan mengubah jawabanmu sekarang. Kita tak pernah tahu masa depan, Kim!" ucap Rea yang kini terlihat lebih serius.

"Hhh.. oke. Tapi kau tahu aku, kan, Re? Aku bukan orang yang mudah mengubah pendirianku."

Kimberly menepis tangan Rea yang masih berada di lengannya. Dengan pasti ia melangkah menaiki anak tangga menuju rooftop sekolah. Ya, rooftop selalu dijadikan tempat siswa di sekolah favorit itu untuk berpacaran atau sekedar bermalas-malasan. Tempat tertinggi di sekolah itu juga sering kali dipakai para siswa dominan yang sering membully siswa lain, tentunya siswa yang dirasa cupu ataupun mudah untuk dijahili. Selama ini Kim tak pernah peduli dengan peristiwa di sekolahnya, meski ia merasa risih dengan ulah siswa yang sok jagoan, namun Kim tak pernah mau ambil pusing. Selama mereka tak menyentuh atau membuatnya murka, Kimberly tak peduli dengan yang lain.

Terlihat Borne sudah duduk di kursi besi yang memang ada disana. Kim menghampirinya karena merasa harus segera menuntaskan semuanya agar bisa cepat kembali ke kelas.

"Apa yang mau kau bicarakan, Borne?" tanya gadis itu dengan raut malas pada pemuda yang langsung mengangkat bokongnya saat melihatnya datang.

Seperti biasa, Borne menyunggingkan senyumnya saat bertemu dengan gadis pujaannya. Senyum yang jika gadis lain melihatnya pasti akan langsung terpesona, tapi tidak dengan Kimberly

"Aku masih mencintaimu, Kim, dan aku tak akan bosan untuk terus mengungkapkannya padamu. Aku harap kali ini kamu bisa menerima cintaku."

Untuk kesekian kalinya Borne menyatakan cinta pada Kimberly. Pemuda tampan dan idola di SMA Penabur, tempatnya bersekolah, tak pernah jera meskipun Kim selalu menolaknya. Dan kali ini, ia pun tak pernah bosan untuk menyatakan sebuah penolakan padanya.

"Kau pasti tahu jawabanku, kan? Maaf, Borne. Sejak dulu sampai sekarang jawabanku tak akan pernah berubah. Aku tak bisa menerima cintamu," jawabnya tenang.

"Kenapa?" Borne menarik tangan gadis itu saat Kimberly hendak berbalik dan meninggalkannya.

"Apa yang membuatmu selalu menolak cintaku, Kim? Aku lelaki paling tampan dan populer di sekolah ini. Semua siswa perempuan disini menggilaiku, tapi kenapa kau selalu saja acuh padaku, hah?"

"Sakit! Lepas!"

Cengkraman Borne menyakiti tangan Kimberly, tapi pemuda itu tak peduli dengan rasa sakit yang gadis itu rasakan akibat ulah kasarnya.

"Kenapa kau tak berpacaran dengan salah satu fansmu saja? Aku bukan bagian dari gadis-gadis yang berteriak histeris saat kau melewati kelas mereka. Jadi jangan paksa aku!"

Kim menepis cengkraman Borne saat pemuda itu sedikit lengah. Tangannya terlihat kemerahan akibat kekasaran Borne.

'Hhh.. bagaimana aku bisa jatuh cinta pada pemuda kasar sepertimu, Borne?!'benak Kimberly berteriak.

Ia meninggalkan pecundang itu sendiri dan melangkah untuk menuruni anak tangga. Kimberly gegas kembali ke kelasnya karena beberapa menit yang lalu bel telah berbunyi.

Kimberly bukanlah gadis yang suka dengan hubungan bertele-tele. Berpacaran dengan satu pemuda, putus, lalu pindah pada pemuda lain. Aaaaah.. itu membosankan baginya. Apalagi, sejak dulu ia menunggu seseorang. Menunggu pangerannya datang dengan kuda putihnya. Kim menjulukinya, si Kuda Putih.

'Lelaki paling tampan? Hhh.. Kuda putihku lebih tampan darimu, Borne..'

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mengejar Cinta Om Alan   Chapter 88

    "Apa-apaan ini? Kim--" Naina menoleh pada sahabatnya. Kimberly mengambil gawai Feby dari tangan Naina. Terbaca dengan jelas berita pernikahan antara Alan dan Kanaya yang akan dilangsungkan di San Fransisco Meski tanggal tetapnya tidak diumumkan, namun foto yang ditengarai adalah foto prewedding antara Alan dan Kanaya juga dilampirkan disana. "Ini." Kimberly menyerahkan ponsel Feby dan berlalu tanpa kata. Tak ada respon mengejutkan dari gadis itu, ia hanya menampakkan wajah datar dan dingin. "Pergilah," pinta Naina pada Feby "Kim.." "Itu tidak benar, Nai. Alan tidak mungkin menikahi Kanaya begitu saja. Aku tahu dia sedang marah padaku.. tapi dia bukan laki-laki pengecut yang akan meninggalkanku begitu saja tanpa penjelasan apa-apa." Kimberly menghentikan sejenak pekerjaannya di wastafel dan tersenyum yakin pada Naina. Meskipun di hatinya tetap saja ada rasa mencelos saat melihat berita tadi. ** "Haha.. bener, kan gue bilang. Alan Satou cuma mau mainin gadis muda yan

  • Mengejar Cinta Om Alan   Chapter 87

    "Kim, kau baik-baik saja?" "Hm? Heem.." Gadis berkulit kecoklatan itu tahu kalau sahabatnya tengah berbohong. "Kau bohong! Wajahmu mengatakan yang lain." "Aku baik-baik saja, Nai. Sungguh!" "Apa Alan belum mau bertemu denganmu?" Kimberly menggeleng lemah, "sepertinya dia masih marah padaku. Apalagi kudengar kondisi Kanaya masih mengkhawatirkan. Alan pasti merasa bertanggung jawab atas semua yang terjadi." "Hhh! Mengapa dia harus bertanggung jawab? Wanita itu yang melakukan hal bodoh! Ku kira gadis kaya akan lebih bertindak realistis, ternyata Kanaya hanya wanita melankolis yang bodoh!" Nayla bicara dengan ekspresi berapi-api. "Entahlah, Nai.. kadang aku merasa cintaku pada Alan tak sebesar cinta Kanaya padanya. Tapi berbuat bodoh seperti itu apa bisa disebut cinta?" "Tentu tidak, Kim! Kanaya adalah wanita kaya yang bodoh. Rela mengakhiri hidupnya hanya demi laki-laki yang jelas tak mencintainya." Pernyataan Nayla sekejap mengingatkan cintanya dengan Borne. Sebesar apapun ga

  • Mengejar Cinta Om Alan   Chapter 86 - Itu bukan Cinta!

    Lift di lantai ruang CEO terbuka, seorang perempuan keluar dari sana dengan langkah terburu dan wajah serius."Nona, Anda tidak boleh--"Diam kau!"Perempuan itu mengindahkan larangan sekretaris Alan Satou, ia tetap melangkah menuju ruangan pria itu."Alan."Kanaya menyerukan nama tunangannya sesaat setelah pintu terbuka."Hhh.. mau apa kau kesini? Mike si bodoh itu selalu saja tak menggubris perintahku."Alan membuang pandangannya dengan malas. Ia tengah tak berselera untuk meladeni Kanaya."Aku hanya ingin mengatakan, jika aku tak bisa bersamamu, tak ada perempuan lain yang boleh bersamamu. Kau milikku, Alan.""Aku sudah malas mendengar rengekanmu, Nay. Cepat keluar dari sini atau aku harus memanggil keamanan untuk menyeretmu keluar.""Kau tidak akan bisa membuatku keluar dari sini. Aku tak pernah main-main."Alan yang sudah sangat malas meladeni Kanaya langsung meraih gagang telpon hendak mendial nomor keamanan kantornya."KANAYA!"Alan membanting gagang telpon saat melihat mantan

  • Mengejar Cinta Om Alan   Chapter 85

    Lift di lantai ruang CEO terbuka, seorang perempuan keluar dari sana dengan langkah terburu dan wajah serius."Nona, Anda tidak boleh--"Diam kau!"Perempuan itu mengindahkan larangan sekretaris Alan Satou, ia tetap melangkah menuju ruangan pria itu."Alan."Kanaya menyerukan nama tunangannya sesaat setelah pintu terbuka."Hhh.. mau apa kau kesini? Mike si bodoh itu selalu saja tak menggubris perintahku."Alan membuang pandangannya dengan malas. Ia tengah tak berselera untuk meladeni Kanaya."Aku hanya ingin mengatakan, jika aku tak bisa bersamamu, tak ada perempuan lain yang boleh bersamamu. Kau milikku, Alan.""Aku sudah malas mendengar rengekanmu, Nay. Cepat keluar dari sini atau aku harus memanggil keamanan untuk menyeretmu keluar.""Kau tidak akan bisa membuatku keluar dari sini. Aku tak pernah main-main."Alan yang sudah sangat malas meladeni Kanaya langsung meraih gagang telpon hendak mendial nomor keamanan kantornya."KANAYA!"Alan membanting gagang telpon saat melihat mantan

  • Mengejar Cinta Om Alan   Chapter 85 - Kau Milikku!

    Sinar sang surya masih terasa menyengat meski ia telah perlahan menuju Barat. Pertemuan Kimberly dengan Genta yang mungkin akan menjadi pertemuan terakhirnya dengan pemuda itu sedikit menyisakan rasa pilu. Bukan karena gadis itu mencintai Genta, namun ada rasa tak tega saat Kimberly harus menolak ungkapan cinta pemuda itu untuk kedua kalinya.Taksi online sudah sampai mengantarnya ke depan gerbang tinggi mansion milik sang paman. Perlahan gadis itu merasakan sesuatu saat melangkah masuk ke dalam bangunan megah itu."Selamat Sore, Nona Kim.""Sore, Pak."Senyum tenang terkulum dari bibir mungil gadis itu, namun terasa ada sebuah kejanggalan dari raut sang security penjaga pos pintu gerbang."Bi, ada apa dengan wajahmu?"Lagi-lagi Kimberly menemukan wajah tegang dari pelayan di mansion itu. Bi Jeni yang menyambut kedatangannya tampak kaku dan ketakutan."Tu-- tuan Satou.. menunggu Anda di ruang kerjanya, Nona," sahut pelayan tua itu dengan tergagap."Alan? Alan sudah pulang, Bi?""Iya.

  • Mengejar Cinta Om Alan   Chapter 84 - Hari Perpisahan

    Mobil sedan berlabel burung berwarna biru berhenti di depan Cafe sebrang SMA Penabur, sekolah Kimberly dulu. Gadis itu keluar dari mobil dan berjalan menuju tempat pertemuannya dengan Genta."Kim!"Tangan Genta melambai ke arah Kimberly, dengan senyum cerah bertengger di bibir pemuda tampan itu."Maaf aku terlambat, Ta.""He em. Duduklah, kau mau pesan apa? Menu favoritmu?"Kening Kimberly sedikit mengerut, "memangnya kau tahu apa menu favoritku disini?" tanyanya meragu.Pemuda itu kembali tersenyum dan kembali meminta Kimberly untuk duduk."Aku tahu semua tentangmu, Kim. Apapun itu," jawabnya dengan tenang."Warna kesukaanku?""Hijau.""Eeem.. lagu kesukaanku?""Epiphany.""Waw.. eeem, ini pasti kau tak tahu, Ta. Pemain sepak bola yang kusuka?"Kimberly tersenyum remeh saat Genta terdiam untuk berpikir."Kalau aku tahu.. apa aku boleh meminta sesuatu padamu?""Hh? Kalau begitu kau tak perlu--"Ricardo Ijection Santos Leite. Kau sangat mengidolakannya sejak remaja. Pemain sepak bola d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status