“Alamdulillah sekarang kodisinya sudah cukup membaik, jadi Lyly hari ini udah bisa pulang.” Ujar Dokter setelah selesai memeriksa Jolly.
“Alhamdulillah Dok, terimakasih.” Tutur wanita yang mengenakan dres navy itu, yang tak lain adalah Purwa Bunda Jolly.
Jolly menghela nafas panjang, akhirnya ia bisa terbebas dari tempat yang membosankan ini.
“Iya sama-sama Bu, nanti setelah ini Perawat akan melepas infus. Di tunggu saja ya Bu, saya permisi.” Ucap lelaki ber-jas putih itu, berpamitan.
“Baik Pak.” Sahut Purwa.
“Ayo Bund, aku udah mau pulang banget ini.” Rengek Jolly yang sudah tak sabar ingin segera kembali ke rumahnya.
“Sabar nak, tunggu perawat lepas infus dulu.” Ujar Bunda menenangkan. Tangannya mengusap lembut kepala Jolly.
Usai melepas infus dan pembayaran administrasi. Jolly segera pulang menuju rumahnya. Sebenarnya ia sudah merasa baikan dari kemarin, hanya
“Lyy? Lyly bangun nak. Minum obat dulu, ini Bunda udah bawain makan.” Ucap Bunda di balik pintu kamar Jolly. Membuat ia terbangun dari tidurnya.“HWAAAAAA.....” Jolly berteriak kala mendapati Shega yang tertidur bersama di sampingnya, membuat sang empu terbangun juga dari tidurnya.“Apa sih, berisik amat.” Ucapnya setengah sadar, ia malah melanjutkan tidurnya sembari mengubah posisi membelakangi Jolly.“Shega? Shega...Ga?... bangun kebo.” Ujar Jolly, ia berusaha membangunkan Shega.“Lyly sayang, ini Bunda udah lama di depan pintu loh. Ayo bangun dulu nak minum obat dulu sebentar, biar cepet sembuh. Emang kamu mau masuk rumah sakit lagi. Ayo bangun cepet. Biar besok bisa mulai sekolah juga.” Ujar Bunda panjang lebar. Terpaksa ia meninggalkan Shega yang tak kunjung bangun. Tak lupa Jolly menutup seluruh tubuh Shega dengan selimut. Ia berharap Bunda tidak menyadari keberadaanya.“Iya Bu
Satu minggu Jolly lewati, masa hukuman telah berlalu. Berkat hukuman ini membuat Jollly dengan Shega jauh lebih akrab. Ada hikmanya juga, pikirnya.Dan kini Jolly tengah sibuk menyiapkan untuk kebutuhan acara camping dari sekolahnya. Semalaman Jolly sibuk packing, begitupun Bunda yang sibuk menyiapkan perlengkapan obat-obatan.“Aduh Bunda, udah dong jangan segala di bawa. Ini kopernya udah penuh,” Ujar Jolly mengeluh kala Bunda Purwa memberikannya obat-obatan sekardus penuh.“Gak papa sayang, ini demi kepentingan kamu. Buat jaga-jaga juga barangkali nanti kamu sakit kan gak perlu repot nyari obat.” Sahut Bunda beralasan.Jolly menghela nafas panjang. Sekeras apa pun ia membantah Bunda, itu tidak ada artinya. Bundanya begitu perhatian. Namun, menurutnya itu sangat berlebihan. Apa lagi Jolly sudah bertambah dewasa dan sudah memiliki pillihannya sendiri. Terkadang ia merasa lelah dalam kekangan Bundanya. Dia harus me
Sudah hampir sepuluh menit seluruh siswa memperhatikan arahan dari para panitia.“Huftt... ahirnya selesai juga.” Ujar Qyara sambil memegangi pinggulnya.“Dasar lo remaja jompo!” timpal Jolly.“Demen banget lo ngehina gue.” Qyara merajuk.“Utututu, gak kok bercanda cantik.” Bujuknya, tangannya memegangi kedua pipi tirus miliki Qyara.“Ayo anak-anak, silahkan masuk ke bus. Dan duduk pada kursi yang sudah di tentukan ya. Pastikan menaruh barang dengan aman dan jangan sampai ada yang tertinggal.” Ujar Bu Tiara yang ikut serta menjadi panitia.Seluruh siswa memasuki bus dengan tertib. Mereka menduduki tempat yang telah di tentukan. Akan tetapi untuk urusan dengan siapa saja duduknya itu di serahkan kepada masing-masing individu. Dan ini membuat Qyara dan Jolly senang karen ia bisa duduk bersama tanpa harus di atur oleh panitia.“Aduh, tinggi amat sih.” Gumam Jol
Birru menjauh dari keramaian. Kini ia terduduk di bawah pohon rindang. Dia lebih memilih menyendiri di saat mood-nya sedang hancur seperti ini.“Emang lo kenapa gak mau di kelompok ini Birr?” Ujar Brandon yang baru saja datang.“Lo liat dua orang cewe itu.” Tangannya menunjuk ke arah Pasha dan Nana.“Gue benci banget sama mereka berdua.” Ucapnya bengis.“Kenapa mereka, ada buat salah sama lo?” Tanya Brandon penasaran.“Mereka demen banget bikin onar.” Ucap pria yang tengah asyik mmemainkan dahan pohon.“Sering banget mereka ganggguin bahkan celakain Lyly?” lanjutnya lagi.“Hah, Lyly?” Brandon terlonjak. Matanya menatap tajam pada Birru.“Iya. Gue gak tau penyebab mereka selalu gangguin Lyly, padahal dia baik banget sama semua orang.” Gumam Birru, dahan yang ia pegang sedari tadi di lempar secara kasar.“Gua baru
Jolly nampak kesulitan membawa kayu bakar yang baru saja ia kumpulkan. Brandon yang memperhatikan sedari tadi segera membantunya.“Lo gak papa kan?” tanya Brandon penuh kehawatiran.Jolly meringis kesakitan, kakinya sedikit terluka pada dahan yang tajam mengenai kakinya. “Gue gak papa, ini Cuma sedikit luka doang,” ujarnya.“Sini gue obatin, ntar ini infeksi kalo gak segera di bersihin,” seru Brandon, ia segara menuntun Jolly membantu untuk berjalan.“Lo bukannya nyari kayu bakar, malah ngurusin kelompok lain!” timpal Pasha yang baru saja datang. Ia menampakan wajah gusar.Brandon menghela nafas sesaat, “lo gak liat apa ini Lyly lagi luka begini?” ucap Brandon dingin.Seperti itu lah Brandon. Ia bersikap dingin pada semua perempuan. Namun, sikapnya akan berubah menjadi hangat pada orang terdekat atau tersayangnya.“Emang gue peduli?” gumam Pasha seraya menancapkan
Seluruh siswa sudah mulai menjalankan tugas masing-masing, begitupun dengan Jolly dan Shega sudah mulai menjalankan tugasnya. Mereka berdua mencari bunga berwarna putih terlebih dahulu.“Shega, lo berani ke air terjun nanti?” tanya Jolly di tengah perjalanan. Ia nampak sedikit hawatir.Shega menghela nafas sesaat, “lo tenang aja, ada gue.” Ucap Shega menenangkan Jolly seraya mengusap lembut pucuk kepalanya. Membuat Jolly mengembangkan senyuman.“Makasih ...” tutur Jolly lembut.Setelah sekian lama mereka mencari bunga berwarna putih Shega memutuskan untuk segera menuju air terjun. Namun, setelah sampai setengah perjalanan Shega di panggil untuk menemui temannya Artha.“Shega ...” panggil wanita berjaket putih yang merupakan teman sekelas Shega.Shega menoleh pada sumber suara, “kenapa?” sahutnya.“Gue tadi ketemu Artha, dia nyariin lo. kayanya lagi butuh bantuan deh,” seru wanita tersebut, membuat Shega kebingungan.Jolly memicingkan matanya, “maksud lo gimana? Artha kenapa?” ujar Jol
Shega nampak kebingungan kala mendapati Jolly sudah tak ada di tempat. ‘Apa dia sudah menuju ke sana bersama kelompok lain?’ pikirnya. Tanpa menunggu waktu lama Shega kembali menuju area perkemahan untuk memastikan apakah ada kelompok lain yang mendapat tugas pergi ke air terjun. Namun, sangat di kagetkan kala ia tahu tidak ada kelompok lain yang ke sana selain kelompoknya.“Pak tolong saya Pak, Lyly hilang,” ujar Shega yang akhirnya meminta bantuan pada panitia.“Jangan mengada-ngada kamu, bagaimana bisa?” ucap Pak Andri tidak percaya.“Kelompok saya mendapat tugas buat mengambil sebotol air terjun Pak, saya bersama Lyly pergi ke sana buat menjalankan tugas. Namun, di tengah perjalanan saya harus balik ke area perkemahan karena ada kendala pada kelompok saya, jadi terpaksa Lyly harus menunggu di sana sendirian. Tapi, ketika saya kembali Lyly sudah tidak ada Pak,” ujar Shega menjelaskan.
Waktu semakin larut, matahari sudah tak ingin menampakan lagi. Suara hewan yang berada di hutan pun sudah berbunyi saling bersahutan. Sementara kini Jolly masih belum di temukan juga.Suasana semakin mencekam, panitia nampak semakin kebingungan. Sudah hampir ke setiap tempat pun, Jolly masih belum di temukan.“Sekarang lo jujur sama gue, lo di suruh apa sama Dara?” tanya Qyara pada Aldi penuh penekanan.“Maksud lo apa?” tanya Aldi pura-pura tak mengerti.Brandon menghela nafas panjang. “Sekarang lo ngaku apa mau gue hajar sampe abis?!” ujar Brandon sarkastis. tangannya sudah menekam kerah baju Aldi secara kasar.“Gue gak ngerti lo berdua ngomong apa,” gumamnya masih tak mengakui juga.Satu pukulan tepat mendarat cukup keras pada pipinya. Rahang Brandon sudah mengeras. wajahnya memerah padam, kali ini ia benar-benar marah pada lelaki di hadapannya.“Kalo lo gak mau ngaku juga, abis ini gue pastiin hari ini adalah hari terakhir di hidup lo,” ucap Brandon mengancam. Matanya menatap tajam