Tak banyak yang Aline lakukan saat kumpul keluarga ini. Dia hanya melihat dan mengamati. Sejatinya, Aline merasa kecil ketika berkumpul bersama keluarga besar suaminya.
Mereka tertawa bersama. Dan ah, Aline tak tahu harus bersikap seperti apa. Jadi dia biasa saja. Sibuk bersama anak-anaknya saja. "Nggak kepikiran nambah anak, line?" Tanya bude Tuti. "Kali aja anak ke empat perempuan." Aline hanya tersenyum tak enak. "Punya 3 aja dia kerepotan. Rumah kayak kapal pecah. Mau nambah satu lagi, duh.." Puri menggeleng. "Ya nggak papa lah. Mumpung mereka masih muda." Seloroh Bude Tuti santai. Aline tak ingin menjawab karena ia melihat wajah Puri yang sudah berubah masam. Entah apa salahnya. Padahal ketiga anaknya ini dibawah pengasuhan Aline. Dalam artian, Aline tidak meminta bantuan mertuanya ini untuk menjaga anaknya. Apa mungkin karena Aline tidak bekerja jadi mertuanya ini tidak menyukainya? Ya, bisa jadi. Hari pernikahan tiba. Alan dan keluarganya nampak serasi memakai baju berwarna senada. Yaitu warna navy. Tak lupa, Aline menjadi bidadari Alan dan ketiga anaknya yang paling cantik menggunakan kebaya dengan hijab menjuntai senada. Alan banyak berkumpul bersama keluarganya untuk mengobrol. Sedangkan, Aline memisahkan diri bersama ketiga anaknya. "Mari kita makan." Ajak Alan. Aline mengangguk sembari menyerahkan Edwin dan Ervin kepada suaminya. Sedang dia menggendong Envier. Alan sendiri mengajak istri dan anaknya makan di meja VIP dimana keluarga besarnya sudah berkumpul. "Alan.." Puri memanggil. Alan dan Aline menoleh. Mata Alan membulat sempurna ketika melihat wanita cantik yang ada di samping ibunya. Mikha. "Ada Mikha.." seru Puri sambil mendekat. Nampak bahagia sekali terlihat dari wajah mertua Aline ini Mikha tersenyum manis. "Mas Alan.." sapanya ramah dan beralih ke Aline. Alan membalas dengan senyuman. Ia baru ingat jika anak bude Tuti ini juga teman dari Mikha. Pantas saja dia datang. "Perkenalkan ini istriku.." Alan merengkuh bahu Aline. "Aline." Aline tersenyum dan mengulurkan tangannya yang disambut oleh Mikha. "Mikha." Balas Mikha sama manisnya. "Ini ketiga jagoanku." Ucap Alan sembari memperkenalkan ketiga jagoannya. "Senang sekali bisa bertemu." Ucap Mikha. Aline memperhatikan wanita yang ada di hadapannya ini. Sungguh cantik. Rambutnya yang hitam di sanggul rapi. Belum lagi tubuh tinggi bak model. Wajahnya mulus tanpa jerawat. Pantas saja suaminya masih menyimpan foto cinta pertamanya ini di komputer. Alan sendiri mencoba untuk menguasai dirinya. Dia harus tenang. Di depan ada cintanya dan di sampingnya ada istrinya. Tapi ada yang tidak membuat Alan tenang. Ibunya sendiri. Puri tidak henti-hentinya membahas Mikha selama di perjalanan pulang. Memuji penampilannya yang semakin cantik dan juga membahas kehidupan pernikahannya yang menyedihkan. Sarah sudah memberi kode untuk ibunya berhenti. Masalahnya disini ada Aline. Setidaknya hargai lah perasaan Aline sedikit. Tetap saja wanita paruh baya itu tak bergeming. Pulang dari Bali. Keluarga kecil ini kembali ke aktivitas masing-masing dan kebetulan sekali Alan pulang terlambat malam ini. "Ada lembur, mas?" Tanya Aline. Dia tak mendapat kabar dari suaminya. Biasanya dia rajin menghubungi Aline jika pulang terlambat. Alan hanya berdeham dan segera masuk ke bilik mandi. Entah Aline sadari atau tidak. Ia sedikit merasa Alan sedikit berubah. Lebih uring-uringan dan sering melamun. Suaminya ini memang pendiam dan tak banyak bicara. Tapi kali ini berbeda. Dia sering melamun. "Sedang ada masalah, mas?" Aline merebahkan diri di samping suaminya dengan tangannya yang memijat lembut kepala suaminya. "Tidak ada." Alan memejamkan mata menikmati pijatan istrinya. Sampai, ia sadar. "Sudah cukup.. kamu pasti capek juga ngurus anak-anak seharian." Aline hanya tersenyum. "Nggak capek kok buat suami sendiri." Alan tak menanggapi. Dia berbalik dan menyelimuti dirinya. Semakin hari, Alan semakin pulang malam. Sesekali saja dia memberi kabar jika ada lembur di kantor. Dan ajaibnya, Puri juga jarang bermain ke rumah. Biasanya ada saja tiap hari alasannya datang hanya sekedar untuk menggerutui Aline. "Kamu pasti lelah lembur terus.." ucap Aline sambil mengambil handuk dan baju ganti suaminya. Hari ini, Alan pulang malam lagi. "Aku siapkan air hangat, ya.." Alan hanya berdeham. Aline lalu menyiapkan semuanya. Air hangat dan aromaterapi untuk berendam. Itu bisa merelaksasi otot Alan karena kelelahan. Setelah Alan masuk ke kamar mandi. Barulah Aline ke dapur untuk membuat susu hangat. Khusus dibuat untuk suaminya. Tak lama suara pintu terketuk. Aline heran siapa yang datang malam-malam begini. "Ibu?" Aline terkejut. Ibu mertuanya ada di depan pintu pada hari sudah menunjukkan pukul 8 malam. Apa mungkin ada sesuatu yang tak beres? "Alan sudah pulang?" "Sudah. Lagi mandi." "Suruh cepat kesini. Ibu mau ngomong." Potong Puri cepat karena ia tahu menantunya ini ingin bertanya. Aline mengangguk dan memanggil suaminya. Alan datang menemui ibunya dengan wajah yang masam. "Ibu cuma mau ngobrol berdua aja dengan Alan." Baru saja Aline menaruh pinggulnya di kursi malah mertuanya mengusirnya. Tak ada pilihan selain hanya menurut. "Kenapa kamu menolak, Alan?" Geram Puri setelah Aline pergi meninggalkan mereka berdua saja. "Aku rasa otak ibu sudah tidak waras. Kalian semua!!" Geram Alan. "Ibu tahu kamu tidak bahagia dengan pernikahanmu!" Puri tersadar akan ucapannya dan memelankan suaranya. "Kalian berdua itu masih saling mencintai." "Bu.." tegur Alan. "Aku sudah menikah dengan Aline. Jangan lupa kalau aku sudah memiliki tiga orang anak. Mereka adalah hidupku." "Ya ya ya." Puri tak mau kalah. "Tapi, hatimu milik Mikha kan?" Alan hanya terdiam. Tangannya mengepal menahan emosi. "Pertimbangkanlah permintaan ayah Mikha. Menikahlah dengan Mikha." "Aku sudah menikah!" Tegas Alan. "Dan kami berdua menolak perjodohan ini." Alan bangkit dari duduknya tanpa perduli akan protes ibunya. Ayah Mikha. Robby masuk ke rumah sakit akibat gagal ginjal kronis. Hidupnya sudah tidak lama lagi. Pernikahan Mikha yang berantakan sungguh membuat Robby merasa bersalah. Andai saja waktu itu dia tak berambisi menikahkan Mikha dengan anak koleganya. Pasti semuanya tidak seperti ini. Robby juga tahu bahwa Mikha masih memiliki hati dengan Alan. Karena itulah ia meminta Alan untuk menikahi anaknya. Mengobati luka yang pernah ia buat dulu. Menjadi istri kedua tak masalah, asalkan itu bisa menebus dosanya. Balasannya, seluruh harta Robby akan menjadi milik Mikha dan Alan. Namun Alan tegas menolak. Dia sudah menikah. Bagaimana perasaan istrinya jika tahu kalau suaminya dijodohkan dengan mantan kekasihnya? Alan tak mau menyakiti hati Aline. Alan masuk ke kamar ketika selesai berbicara dengan Puri. "Minum susunya dulu, mas." Tawar Aline lembut. Aline bisa melihat garis-garis di wajah suaminya yang tegang. Sepertinya baru saja bertengkar dengan ibunya. Alan menyerahkan gelas kosong itu setelah meneguk habis susu hangat. Baru saja Aline menaruh gelas itu di nakas. Dia setengah berteriak. Alan menarik Aline sedikit agak kasar dan merebahkannya di atas tempat tidur. Hati Alan sungguh kesal hari ini dan dia ingin penawarnya. Tubuh istrinya adalah obat kekesalannya malam ini.Tidak ada jalan untuk kembali. Aline sudah memantapkan diri melangkah maju ke depan. Meninggalkan semua rasa sakit hati yang diterimanya.Ucapan Mikha dan Puri memang terngiang-ngiang di kepalanya. Namun, tetap membuat hatinya tetap tak bergeming. Aline teguh pada pendiriannya.Cukup satu kali Aline merasakan pahitnya pernikahan. Ia tak mau mengulanginya lagi. Apalagi jika itu bersama orang yang sama.Fokus Aline sekarang untuk anak-anaknya saja.Aline masih terpekur disana. Di tempat yang sama ketika Puri menangis dan memohon tadi.Sambil menghela nafas, Aline bangkit dari duduknya. Dia harus bersiap karena pagi ini juga dia pulang ke kampung tempat dia berasal.Setelah mengemasi barang-barangnya. Aline memandang sekeliling. Ruang keluarga yang menyatu dengan ruang makan. Di pojok sana ada dapur dan teras belakang. Aline seperti menonton film dimana ada adegannya bersama anak-anak. Seharian dihabiskan mengasu
Berapa besar Mikha meyakinkan Aline tapi wanita ini tetap pada keyakinannya. Apa yang dikatakan Mikha hanya sekedar untuk meluaskan hatinya saja.Bagi Aline, cinta Alan hanya bualan. Dia tak bisa mempercayai Alan soal perasaan. Mungkin rasa sakit ini begitu berbekas sehingga Aline selalu enggan jika bersinggungan dengan mantan suaminya.Hubungan mereka saat ini tak lebih dari orang tua anak-anak saja. Walau ketiga jagoannya belum mengerti apa yang terjadi pada ayah dan ibunya. Namun, Aline berjanji akan menjelaskan secara perlahan.Hari mulai malam. Aline sebenarnya bimbang. Pikirannya ingin menginap di hotel saja. Tapi hatinya ingin kembali ke rumah yang pernah ia tempati dulu. Sudah lama tidak berkunjung. Terlebih tiga bulan ini ditinggal pemiliknya.Aline jadi penasaran akan keadaan rumah yang sekarang tak berpenghuni itu.Sampai di rumah, hanya lampu teras saja yang hidup. Aline lalu membuka kunci pintu dan menghidupkan sake
Aline memutuskan untuk pulang kembali ke kampung halamannya. Itu karena acara peluncuran novel Mikha dilaksanakan esok lusa.Sungguh, Aline masih terkejut atas pertemuan mereka tadi. Tak menyangka jika penulis yang ia temui adalah pujaan hati mantan suaminya."Ibu!!" Seru Envier masuk ke kamar Aline."Ada apa Envier?""Telpon ayah, bu. Envier kangen!""Memang ayah nggak nelpon kamu hari ini?"Envier menggeleng. "Nggak."Aline menghela nafas. "Mungkin ayah sibuk, nak.""Envier kangen, bu." Envier cemberut."Sama nenek aja, ya.." ucap Aline. Dia sendiri tak mungkin menghubungi mantan suaminya. Selain karena telah menghapus nomor ponsel Alan. Aline juga tak ingin berhubungan lagi dengan mantan suaminya.Sambil menghentakkan kaki, Envier keluar dari kamar ibunya dan memburu sang nenek. Tak lama, Emma datang ke kamarnya."Aline! Anak-anakmu ini r
Hampir 3 bulan Alan pindah. Selama itu juga tak ada lagi komunikasi antar mereka. Alan hanya bisa menghubungi anak-anaknya melalui mertuanya saja. Itu karena Aline yang sepertinya tak ingin lagi berhubungan dengan mantan suaminya.Sebenarnya bukan tak ingin berhubungan. Lebih tepatnya menghindar.Aline tak menyangkal jika rasa sakit hati itu masih ada.Aline bagaikan pelarian bagi Alan saat pria itu ditinggalkan cinta pertamanya. Selama tujuh tahun hanya Aline yang cinta sendirian. Rasanya sudah seluruh bahasa cinta diberikannya tapi Alan tak bergeming.Ujungnya, Alan mengaku masih mencintai wanita lain. Apa tidak sakit hati Aline mendengarnya.Dicoba untuk ikhlas, merelakan Alan menikah dengan cintanya agar Aline bisa dianggap oleh keluarga Alan. Rupanya malah menjadi bumerang untuk dirinya. Keluarga Alan terutama Puri tetap mencemoohnya. Menghinanya. Mengganggap Aline sebagai benalu di hubungan Alan dan Mikha.Seringk
Untuk sesaat sepasang mata itu saling memandang. Rasa keterkejutan, rindu yang membuncah tersimpul dalam tatapan mata yang dalam memandang.Aline yang sudah satu tahun tak ditemuinya. Kini telah menjadi wanita matang yang mempesona. Tubuhnya lebih berisi. Kulit putihnya kontras dengan pipinya yang merah.Alan masih ingat dulu dia mempersunting Aline saat masih berusia 23 tahun. Kini wanita ini sudah masuk ke awal usia 30 tahunan yang membuatnya begitu menawan.Sedangkan Aline, ada percikan rasa penasaran dalam hatinya. Benarkah itu Alan mantan suaminya? Sepertinya dia kehilangan banyak berat badan. Tubuhnya layu dengan sorot mata yang sayu. Seperti ada beban berat yang dipikulnya.Emma perlahan menyingkir untuk memberi ruang kepada Alan dan Aline untuk berbincang sebentar.Tak lama ia muncul kembali dengan membawa dua buah cangkir teh ke teras. Kebetulan Aline tidak mengajak Alan masuk ke rumahnya. Hanya sebatas di teras rumah k
Aline menepuk pinggangnya yang mulai terasa pegal. Sudah tiga jam dia duduk di depan canvas memainkan kuasnya. Lukisannya baru setengah jalan. Sesuai pesanan, pemesan ingin besok pagi lukisannya dikirim."Semangat, Aline!" Gumam Aline menyemangati dirinya sendiri.Pesanan dari anonim untuk ke empat kalinya.Awalnya Aline iseng memasukan hasil karyanya di situs penjualan online. Lukisan abstrak dan juga lukisan surealis. Butuh waktu dua bulan, lukisannya di notis. Akhirnya, ada yang memesan lukisannya.Namun yang memesan, memberi namanya sendiri "Anonim". Aline sempat ragu, takutnya ia ditipu. Tapi setelah si anonim membayar lukisannya. Aline jadi tak ragu lagi.Pembayaran juga melalui situs penjualan online tersebut. Jadi gaji Aline hasil menjual lukisan di transfer oleh situs tersebut. Jadi, ia tak tahu siapa nama asli si Anonim sebenarnya. Tugasnya hanya menerima pesanan dan menjual seperti request pembeli.