Share

Menyusahkan

Author: Stary Dream
last update Last Updated: 2025-02-12 09:55:45

Keduanya duduk berhadapan dengan situasi yang penuh kecanggungan. Tak menyangka Alan bisa bertemu dengan mantan kekasihnya secepat ini.

Mata Alan tak lepas menatap Mikha. Cinta pertamanya yang kini semakin dewasa. Usia Mikha kini sudah 32 tahun dengan kecantikan yang begitu mempesona.

"Maafkan aku gak sempat hadir saat pernikahan mas kemarin." Mikha tersenyum.

Alan membalas senyuman itu dengan wajah tertunduk.

"Ada apa, Mikha? Aku dengar dari Sarah kalau kamu berpisah dengan suamimu?"

"Oh itu.. aku memang baru berpisah darinya." Mikha tersenyum getir. "Sayangnya aku tidak mendapatkan pernikahan yang bahagia seperti yang mas Alan miliki."

Alan memalingkan wajah. Dia tak bisa menatap mata Mikha berlama-lama.

"Aku turut prihatin.."

"Terima kasih." Jawab Mikha. "Aku harus tetap menjalankan hidup."

"Itu benar." Alan mengangguk setuju.

"Kamu masih aktif menulis?"

"Sejujurnya aku kehilangan inspirasi 7 tahun ini. Dan sekarang sepertinya aku sudah mendapatkannya."

Keduanya saling memandang dan tersenyum.

Mikha sendiri seorang guru sastra yang beralih menjadi seorang penulis. Dia dulu pernah menerbitkan sebuah novel romansa dan meledak di pasaran.

Namun, sayang setelah menikah. Mikha tak bisa melanjutkan hobinya. Dia merasa dunianya sudah terhenti.

Setelah hampir satu jam mengobrol. Keduanya memutuskan untuk berpisah. Alan harus kembali ke kantor dan Mikha kembali ke rumah. Kebetulan dia mampir ke restoran memang untuk makan siang.

"Sampai kapan kamu di Jakarta?" Tanya Alan yang telah mendengar cerita Mikha bahwa dia sekarang menetap di luar negeri.

"Sekitar dua minggu lagi. Tapi aku juga kurang tau sebenarnya, karena papa sering jatuh sakit."

Alan mengangguk. "Salam untuk orang tuamu, Mikha."

"Salam juga untuk istri dan anak-anakmu. Jika diberi kesempatan, aku ingin sekali bertemu dengan mereka." Mikha tersenyum manis.

Alan hanya mengiyakan dan pamit dari hadapan Mikha.

Mikha hanya memandang punggung Alan dari jauh sampai lelaki itu masuk ke dalam mobilnya.

Mikha menghela nafas panjang. Setidaknya dia sudah berhasil menyembunyikan debaran di jantungnya. Sungguh, rasa cinta ini masih ada. Hati Mikha sudah tertinggal pada lelaki itu.

Sesampainya di rumah, Alan menemukan rumahnya yang sudah rapi dengan ketiga anaknya yang sedang tidur siang.

Sang istri juga baru saja merebahkan dirinya.

Melihat Alan datang, Aline menyambut tangan suaminya dan menyaliminya dengan takzim. Membantu membukakan jas dan membawakan tasnya.

"Tadi ada ibu kemari." 

Alan tak menanggapi. Dia sedang membuka kancing kemejanya. Lagipula bukan hal penting jika ibunya kemari. Hampir setiap hari Puri akan datang ke rumah ini dan mengomel karena keadaan rumah yang selalu berantakan.

"Ibu bilang anak bude Tuti mau menikah dua minggu lagi."

Alan menoleh setelah mendengar ucapan istrinya. 

"Aku hampir saja lupa.." gumamnya pelan.

Aline hanya tersenyum dan menyerahkan handuk untuk suaminya. 

"Ibu bilang, bude mengundang kita semua. Acaranya nanti di Bali."

Alan menatap istrinya dengan lekat dan Aline  mengerti apa maksud tatapannya.

"Kita semua diundang." Ucap Aline kali ini dengan penekanan.

Alan tersenyum dan mengelus pucuk kepala istrinya.

"Belilah pakaian yang seragam untuk kita pakai nanti. Uangnya akan aku transfer."

Alan lalu masuk ke kamar mandi. 

Dia merasa gerah. Ingatan tentang mantan terindahnya tetap masih menghiasi pikirannya. Senyum itu, aroma parfumnya benar-benar Alan hafal. Dia harus mendinginkan otaknya dengan mandi air dingin.

Di sisi lain, Aline merasa senang. Akhirnya dia bisa di ikutkan dalam acara keluarga besar suaminya. Ya, walau nanti kehadirannya tak dianggap. Tapi tak masalah.

Apalagi Alan malah menyuruhnya membeli pakaian yang seragam. Aline semakin senang. Dia harus memberikan pakaian senada untuk tiga jagoannya dan juga untuk dirinya dan Alan. Ia akan berbelanja besok.

Begitulah Alan. Pria itu memang tidak romantis. Tapi, dia tahu bagaimana menyenangkan istri.

*** 

12 hari kemudian, Alan sekeluarga berangkat ke Bali untuk memenuhi undangan bude Tuti.

Alan ingin naik pesawat saja. Tapi Puri tidak mau.

Ibunya ini ingin naik bis yang disewa saja. Jadi mereka bersama keluarga Sarah bisa berkumpul.

Alan mencegah. Perjalanan dari Jakarta ke Bali lewat jalan darat sungguh memakan waktu banyak. Belum lagi mengajak anak kecil. Alan sudah membayangkan serepot apa mereka nanti. 

Tapi Sarah malah tidak menolak. Apalagi istrinya, Aline yang tidak berani ikut berkomentar. Maka jadilah keinginan Puri terpenuhi. Menyewa satu bis wisata untuk mereka.

Di dalam bis, Puri duduk sendiri.

Alan bersama putra sulungnya Edwin. Aline duduk bersama Ervin dan Envier.

Begitu juga Sarah. Sarah duduk bersama suaminya, sedangkan anaknya yang semata wayang itu duduk bersama pengasuhnya.

Ketiga jagoan Alan dan Aline mana bisa diam. Mereka diam jika tidur saja. Terutama Ervin yang selalu lari di dalam bis sampai Aline kesusahan mengejar.

Setelah menjalani beberapa jam perjalanan, mereka singgah di rumah makan untuk makan siang.

Puri dan lainnya turun terlebih dahulu. Sedangkan, Aline merasa sedikit kerepotan karena anak-anaknya ini lebih suka merengek padanya.

Untung saja Ervin dan Edwin segera di tarik oleh Alan, sehingga Aline bisa fokus mengurus Envier yang sedang buang air di kamat mandi. Anak usia 1 tahun itu sedang dilatih toilet training oleh ibunya.

Setelah selesai urusan di kamar mandi.

Aline ikut duduk di meja makan. Keluarga ini memilih untuk makan bersama di satu meja besar agar seluruh anggota keluarga duduk bersama.

Pelayan yang mencatat pesanan sudah pergi, Aline hanya bisa memandang. Sampai akhirnya pesanan datang, Aline baru menyadari jika tak ada makanan untuknya.

Aline memilih diam, karena perhatiannya teralih pada Ervin yang ingin makan minta disuapi. Belum lagi Envier yang lama mengunyah makanan

Selesai makan, mereka kembali ke bis. 

Sungguh Aline kelaparan. Tapi dia jadi tak berselera makan karena begitu repotnya. Nanti dia makan roti bekal saja di bis.

Aline yang memiliki maag kronis ini akhirnya tak bisa membendung sakitnya lagi. Dia muntah-muntah yang mengakibatkan semua mata tertuju padanya. Puri sampai berdecak kesal.

"Aline ini hamil lagi sepertinya!" Puri sembarangan bicara dengan intonasi yang tinggi.

Alan menoleh melihat istrinya yang sedang memuntahkan isi perutnya di dalam kantong plastik.

"Kamu sakit, Aline?" 

Alan ke belakang dan mendekati istrinya. Dia mengambil minyak telon yang ada di tas Envier dan mengusap punggung istrinya menggunakan minyak.

Aline tak menjawab. Perutnya mual sekali. Kepalanya pusing. Belum lagi obat lambungnya yang ada di dalam tas dan ditaruhnya di bawah kursi. Rasanya dia tak sanggup untuk menunduk.

Puri segera mengambil Envier dan mengajaknya duduk di depan. Begitu juga dengan Ervin yang langsung diambil Sarah.

"Maagmu kumat?" Tanya Alan setelah memperhatikan wajah Aline yang begitu pucat.

Aline hanya mengangguk sambil memejamkan mata. Dia lemas sekali.

"Kamu bawa obatnya?" Tanya Alan lagi.

"Di dalam tas.." Jawab Aline serak.

Alan mengambil tas yang berada di bawah kursi dan mencari obat. Setelah mendapatkan obatnya, Alan membantu Aline meminumnya.

Aline merebahkan kepalanya di bahu suaminya.

"Kenapa itu istrimu? Hamil lagi?" Tanya Puri tak senang. Satu bis jadi bau muntah orang dewasa.

"Sakit maagnya kambuh." Kata Alan sabar.

Puri berdecak. "Sekalinya diajak malah menyusahkan. Tahu begini lebih baik gak usah ikut."

Aline mendengarkan ocehan ibu mertuanya dan tak terasa air matanya menetes.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mengejar Cinta Pertama Suami   Setia Menunggu

    Tidak ada jalan untuk kembali. Aline sudah memantapkan diri melangkah maju ke depan. Meninggalkan semua rasa sakit hati yang diterimanya.Ucapan Mikha dan Puri memang terngiang-ngiang di kepalanya. Namun, tetap membuat hatinya tetap tak bergeming. Aline teguh pada pendiriannya.Cukup satu kali Aline merasakan pahitnya pernikahan. Ia tak mau mengulanginya lagi. Apalagi jika itu bersama orang yang sama.Fokus Aline sekarang untuk anak-anaknya saja.Aline masih terpekur disana. Di tempat yang sama ketika Puri menangis dan memohon tadi.Sambil menghela nafas, Aline bangkit dari duduknya. Dia harus bersiap karena pagi ini juga dia pulang ke kampung tempat dia berasal.Setelah mengemasi barang-barangnya. Aline memandang sekeliling. Ruang keluarga yang menyatu dengan ruang makan. Di pojok sana ada dapur dan teras belakang. Aline seperti menonton film dimana ada adegannya bersama anak-anak. Seharian dihabiskan mengasu

  • Mengejar Cinta Pertama Suami   Tebus Dosa Mertua

    Berapa besar Mikha meyakinkan Aline tapi wanita ini tetap pada keyakinannya. Apa yang dikatakan Mikha hanya sekedar untuk meluaskan hatinya saja.Bagi Aline, cinta Alan hanya bualan. Dia tak bisa mempercayai Alan soal perasaan. Mungkin rasa sakit ini begitu berbekas sehingga Aline selalu enggan jika bersinggungan dengan mantan suaminya.Hubungan mereka saat ini tak lebih dari orang tua anak-anak saja. Walau ketiga jagoannya belum mengerti apa yang terjadi pada ayah dan ibunya. Namun, Aline berjanji akan menjelaskan secara perlahan.Hari mulai malam. Aline sebenarnya bimbang. Pikirannya ingin menginap di hotel saja. Tapi hatinya ingin kembali ke rumah yang pernah ia tempati dulu. Sudah lama tidak berkunjung. Terlebih tiga bulan ini ditinggal pemiliknya.Aline jadi penasaran akan keadaan rumah yang sekarang tak berpenghuni itu.Sampai di rumah, hanya lampu teras saja yang hidup. Aline lalu membuka kunci pintu dan menghidupkan sake

  • Mengejar Cinta Pertama Suami   Fakta Sesungguhnya

    Aline memutuskan untuk pulang kembali ke kampung halamannya. Itu karena acara peluncuran novel Mikha dilaksanakan esok lusa.Sungguh, Aline masih terkejut atas pertemuan mereka tadi. Tak menyangka jika penulis yang ia temui adalah pujaan hati mantan suaminya."Ibu!!" Seru Envier masuk ke kamar Aline."Ada apa Envier?""Telpon ayah, bu. Envier kangen!""Memang ayah nggak nelpon kamu hari ini?"Envier menggeleng. "Nggak."Aline menghela nafas. "Mungkin ayah sibuk, nak.""Envier kangen, bu." Envier cemberut."Sama nenek aja, ya.." ucap Aline. Dia sendiri tak mungkin menghubungi mantan suaminya. Selain karena telah menghapus nomor ponsel Alan. Aline juga tak ingin berhubungan lagi dengan mantan suaminya.Sambil menghentakkan kaki, Envier keluar dari kamar ibunya dan memburu sang nenek. Tak lama, Emma datang ke kamarnya."Aline! Anak-anakmu ini r

  • Mengejar Cinta Pertama Suami   Bertemu Penulis

    Hampir 3 bulan Alan pindah. Selama itu juga tak ada lagi komunikasi antar mereka. Alan hanya bisa menghubungi anak-anaknya melalui mertuanya saja. Itu karena Aline yang sepertinya tak ingin lagi berhubungan dengan mantan suaminya.Sebenarnya bukan tak ingin berhubungan. Lebih tepatnya menghindar.Aline tak menyangkal jika rasa sakit hati itu masih ada.Aline bagaikan pelarian bagi Alan saat pria itu ditinggalkan cinta pertamanya. Selama tujuh tahun hanya Aline yang cinta sendirian. Rasanya sudah seluruh bahasa cinta diberikannya tapi Alan tak bergeming.Ujungnya, Alan mengaku masih mencintai wanita lain. Apa tidak sakit hati Aline mendengarnya.Dicoba untuk ikhlas, merelakan Alan menikah dengan cintanya agar Aline bisa dianggap oleh keluarga Alan. Rupanya malah menjadi bumerang untuk dirinya. Keluarga Alan terutama Puri tetap mencemoohnya. Menghinanya. Mengganggap Aline sebagai benalu di hubungan Alan dan Mikha.Seringk

  • Mengejar Cinta Pertama Suami   Pindah Tugas

    Untuk sesaat sepasang mata itu saling memandang. Rasa keterkejutan, rindu yang membuncah tersimpul dalam tatapan mata yang dalam memandang.Aline yang sudah satu tahun tak ditemuinya. Kini telah menjadi wanita matang yang mempesona. Tubuhnya lebih berisi. Kulit putihnya kontras dengan pipinya yang merah.Alan masih ingat dulu dia mempersunting Aline saat masih berusia 23 tahun. Kini wanita ini sudah masuk ke awal usia 30 tahunan yang membuatnya begitu menawan.Sedangkan Aline, ada percikan rasa penasaran dalam hatinya. Benarkah itu Alan mantan suaminya? Sepertinya dia kehilangan banyak berat badan. Tubuhnya layu dengan sorot mata yang sayu. Seperti ada beban berat yang dipikulnya.Emma perlahan menyingkir untuk memberi ruang kepada Alan dan Aline untuk berbincang sebentar.Tak lama ia muncul kembali dengan membawa dua buah cangkir teh ke teras. Kebetulan Aline tidak mengajak Alan masuk ke rumahnya. Hanya sebatas di teras rumah k

  • Mengejar Cinta Pertama Suami   Anonim

    Aline menepuk pinggangnya yang mulai terasa pegal. Sudah tiga jam dia duduk di depan canvas memainkan kuasnya. Lukisannya baru setengah jalan. Sesuai pesanan, pemesan ingin besok pagi lukisannya dikirim."Semangat, Aline!" Gumam Aline menyemangati dirinya sendiri.Pesanan dari anonim untuk ke empat kalinya.Awalnya Aline iseng memasukan hasil karyanya di situs penjualan online. Lukisan abstrak dan juga lukisan surealis. Butuh waktu dua bulan, lukisannya di notis. Akhirnya, ada yang memesan lukisannya.Namun yang memesan, memberi namanya sendiri "Anonim". Aline sempat ragu, takutnya ia ditipu. Tapi setelah si anonim membayar lukisannya. Aline jadi tak ragu lagi.Pembayaran juga melalui situs penjualan online tersebut. Jadi gaji Aline hasil menjual lukisan di transfer oleh situs tersebut. Jadi, ia tak tahu siapa nama asli si Anonim sebenarnya. Tugasnya hanya menerima pesanan dan menjual seperti request pembeli.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status