Share

Kenangan Masa Lalu

Agni dan Tian sudah berada di mobil pria itu. Kata Tian, ia mau mengajak Agni pergi nonton bioskop.

Sampai depan Om Damar, Tian terus memperlakukan Agni dengan baik. Ia bahkan membukakan pintu untuk gadis itu. Namun, setelah mobil melaju cukup jauh. Ia mulai memperlihatkan wujud aslinya pada Agni

"Mas Tian, kok kita berhenti?" Agni memindai jalanan luar. Jalanan ini sangat sepi. Tidak ada kemacetan, jadi mengapa Tian menepi.

Tian tertawa remeh "Aduh, jangan manggil gue, Mas dong. Kata lo gue emas 24 karat," Agni tercenang. Sebagai orang pribumi, Tian sama sekali tidak menunjukkan gelagat sesuai adat istiadat. Agni memanggilnya Mas. Karena ia menghormati Tian. Agni berusaha tersenyum, tangannya mengepal tali seatbelt

"Kalau gitu aku panggil, Kakak saja,ya?" lirih Agni

Tian sama sekali tidak berniat menjawab. Ia malah melepas tali seatbelt yang melingkar di tubuhnya. Tatapannya ke Agni mengundang banyak tanya di hati Agni. Ia menciutkan tubuhnya otomatis, Agni mengerti.., itu adalah tatapan seekor predator kala menatap mangsanya. Begitu liar dan menakutkan. Agni masih berpakaian lengkap, tapi tatapan tidak senonoh yang Tian lontarkan seolah mampu menelanjanginya diwaktu yang bersamaan. Agni jadi membuang pandangan. Tapi tangan Tian mencekal dagunya.

Pemuda itu semakin mendekat, deru nafasnya sangat terasa di pipi Agni. Lantas Agni berusaha mendorong Tian supaya menyingkir dari hadapannya, sayangnya Tian segera mencengkram kepala belakang Agni dan berusaha mencecap birai berlip gloss itu. Usaha Agni sia-sia. Tian terus berusaha menyatukan bibirnya ke bibir Agni. Ia bahkan melumuri pipi Agni dengan salivanya. Agni merasa begitu jijik, pria itu bermain kotor. Tidak ada satu pun alasan untuknya menerima perlakuan tidak bermoral itu. Agni marah, sangat marah... Ia merasa dilecehkan. Pukulan demi pukulan ia lontarkan ke bahu Tian, tapi Tian semakin murka. Ia mengetatkan pipi Agni diantara kedua jarinya. Membuat bibir Agni mengerucut seolah menantangnya

"Nah, kayak gini dong," seringai Tian merasa menang. Saat itu Agni sangat membenci Bastian. Dengan segenap kekuatan tersisa, Agni memakai keningnya untuk memukul Tian. Ia menyatukan dahinya kuat ke tulang hidung Tian. Tian berteriak kesakitan, mengadu layaknya anak kecil.

Segera Agni membuka pintu mobil. Tidak, ia harus cepat, ia harus pergi dari lelaki gila itu. Agni tidak akan sudi mencium pria tengik macam Tian.

Sayangnya pintu itu terkunci otomatis dan tombolnya ada pada bagian Tian. Agni melirik, ia ingin menekan, tapi Tian yang marah mendorong Agni keras

"Apa yang lo lakuin barusan sama gue!" jerit Tian. Ia melempar tubuh Agni sampai menekan ke jendala. Punggung Agni sakit, tapi ia tidak bisa bergerak. Tian mencengkram pongkol tangannya keras

"Lo udah buat hidung gue sakit!" ucap, Tian lagi. Agni tidak mau membuka matanya melihat tatapan Tian. Ia terlalu takut untuk itu. Seandainya saja saat ini ada Axel, pastinya pria itu akan langsung menghajar Tian habis-habisan.

Agni kembali mengingat saat dirinya digoda preman pinggir jalan, saat itu Axel datang menolongnya persis seperti kisah para heroik yang sedang menyelamatkan pujaan hatinya.

Flashback On

Saat itu hujan turun secara tiba-tiba. Agni baru saja keluar dari mini market, sayangnya ia tidak membawa payung. Bahkan ia hanya memakai kaos tipis yang bisa mencetak bentuk tubuhnya dengan sempurna apabila rintik hujan menampar dirinya. Tapi karena Agni merasa jarak rumahnya dan mini market tidak begitu jauh. Akhirnya ia memutuskan pulang dengan menerjang derasnya hujan.

Sungguh, ia tidak memiliki fikiran apapun. Apalagi sampai memperdiksi kalau hari itu jadi hari paling tidak akan ia lupakan dalam hidupnya seandainya saja Axel tidak datang tepat waktu.

Karena takut jatuh, ia berlari kecil. Bibirnya bergetar sangking kedinginan. Dan tanpa ia sadari, seorang pria menarik pergelangannya kuat. Membawa Agni ke gang kecil.

"Si.., siapa, tolong!" Agni panik. Pria itu memandangnya dengan tatapan lapar. Tatapan sama yang Tian berikan padanya hari ini. Sumpah demi apapun ia membenci pria-pria dengan mata seperti itu.

Pria itu sepertinya sedang mabuk. Mulutnya mengeluarkan bau alkohol yang membuat Agni ingin muntah. Ia berusaha melerai pegangan pria pemabuk itu sebelum suaranya yang menjijikkan menggoda Agni.

"Cantik, sepertinya lo kesepian. Ngapain hujan-hujan malah lari sendirian. Mending olahraga sama Abang. Sekalian bisa menghangatkan badan. Mau yuk!" Pria itu dengan kurang ajarnya menjawil bibir bawah Agni. Tapi Agni malah menggigit telunjuknya keras-keras. Membuat pria itu mengadu kesakitan. Secara refleks ia juga menampar pipi Agni,

Agni mengadu. Ia berteriak lantang dan dengan senang hati pria itu membekap mulutnya. Tangan satunya mulai menarik baju Agni.

Agni hanya bisa terpejam disertai rontaan tanpa henti. Dalam hatinya terus berharap ada satu keajaiban yang bisa membuatnya terbebas dari kungkungan pria pemabuk itu. Ia tidak bisa membayangkan jika pria yang tidak ia kenal berhasil menggagahinya. Tidak, Agni tidak siap

Agni menendang sekencang-kencangnya. Ia tidak peduli mengenai apa. Yang pasti ia harus keluar dari terkaman pria itu

"Tolong..," Agni baru berlari tiga langkah. Dan pria itu langsung menjambak rambutnya keras,

Nyatanya suara rintihan Agni terdengar di telinga Axel. Entah mengapa ia merasa ada yang mengganjal di hatinya. Axel bahkan tidak mengerti mengapa kakinya. memintanya untuk melangkah ke arah itu. Tanpa Axel tahu, kalau semua ini takdir yang digariskan untuknya. Axel menyeritkan alis, berusaha mengindentifikasi asal suara. Dan saat ia melihat Agni masih dijambak paksa. Axel tidak bisa lagi mentolerir tindakan pria itu.

Ia segera berlari, menendang dengan kekuatan penuh, hingga Agni dan pria itu tersungkur bersamaan.

"Agni, lo gak papa?" saat itu tatapan Agni terlihat sangat takut. Pupilnya bergetar menahan tangis. Axel menyempatkan untuk membelai pipi Agni.

"Gakpapa, lo sekarang merem karena setelah lo membuka mata. Semuanya akan baik-baik saja," janji Axel padanya. Agni menurut ia memejamkan netranya. Agni hanya mendengar suara gaduh bertengkaran antara Axel dan pria gila itu.

Agni terus berdo'a agar Axel bisa menang dalam perkelahian. Dan sepertinya do'a-nya terwujud. Tidak terdengar lagi suara ribut-ribut. Pelan ia menaiki kelopak matanya.

"Axel, mana pria itu?" Agni celingukkan mencari. Ia takut kalau sampai pria itu datang lagi.

"Lo tenang saja. Dia gak akan pernah lagi menyakiti lo. Karena gue sudah meyakinkannya untuk itu,"

Agni terlonggo. Apa yang kira-kira Axel katakan sampai pria itu pergi. Tapi satu sisi Agni sangat bahagia. Sehingga ia memeluk Axel kencang.

"Terima kasih, Xel," desis Agni. Axel cuma tersenyum diantara curug leher Agni. Ah, untung wanita ini Agni. Sahabatnya sejak lama. Kalau saja ia bukan Agni, mungkin Axel juga tidak bisa mengontrol hasratnya. Bagaimanapun ia pria dewasa yang akan berreaksi melihat lekuk tubuh wanita.

Flashback Off

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status