Kepergian Agni telah membawa luka yang dalam bagi Axel Prasetyo. Meski terlihat baik-baik saja. Tetapi Axel selalu merindukan Agni, sahabat sekaligus cinta sejatinya. Terlebih kenyataan Agni telah menikah seakan memukul mundur semangatnya. Selang beberapa tahun ia kembali mendengar kabar jika Agni telah bercerai dengan mantan suaminya. Apakah ini kesempatan untuk Axel kembali merebut hati Agni Davira. Atau kisah mereka hanya akan berakhir sampai disini? “Kembalilah Agni, kembali untuk mempertanggung jawabkan perasaan yang terlanjur meluap hingga rasanya menyesakkan dada ku” - Axel Prasetyo -
View More"Agni.., cepetan udah telat nih!" seru, Axel seraya melirik ke jam tangannya. Giginya mengertak, tidak tahan menunggu Agni yang selalu ngaret.
"Agni.., gue jalan duluan nih!" pekiknya kembali. Seorang gadis yang sejak tadi namanya di panggil langsung keluar meski riasan wajahnya masih berantakan."Jangan tinggal gue dong!" wajahnya memelas dengan bibir yang sedikit cemberut"Ahk..., Ha ha..." Axel tak bisa menghentikan gelak tawanya. Yah masa sih Agni mau ke kampus dengan lipstik menor gitu. Kayak tante-tante tau gak."Mending lo hapus deh lipstik lo itu!" Axel turun dari motornya. Berjalan mendekati Agni. Dengan tangannya ia membelai bibir Agni bermaksud menanggalkan warna merah pada birai menggoda itu berganti kembali ke warna alaminya."Nah..,cantik,'kan juga kayak gini lo," tuturnya, terus menatap Agni lekat. Entah mengapa membuat perasaan Agni berdebar tak karuan. Gadis itu tak bisa menjawab sepatah katapun. Alih-alih protes dengan sikap Axel. Agni justru hanya mematut iris matanya terus mengarah ke wajah tampan Axel. Wajah yang selama ini ia lihat, tak pernah seharipun mereka terpisah selama lebih dari delapan belas tahun menjadi sahabat. Akankah perasaan itu harus berganti ke romansa cinta. Ahk, membayangkan Axel menjadi kekasihnya saja membuat Agni mau tertawa."Kenapa Lo?!" Axel memincingkan matanya keheranan dengan sudut bibir Agni yang sedikit terangkat."Gue! gue kenapa emangnya?!" Agni berpura-pura bisa saja. Tapi itu mengundang senyum manis di lengkapi lesung pipi milik Axel."Gue tau Lo.., gak usah pura-pura. Lo tadi mau ketawain gue,'kan?!""Enggak.., siapa juga. Kurang kerjaan banget!" Agni tak lagi mau menatap wajah Axel. Karena ia takut, seandainya Axel menatap matanya. Maka pemuda itu juga akan tahu betapa besar rasa cintanya ke Axel. Perasaan yang Agni pendam, bahkan sering kali ia ingkari. Namun.., sebesar apapun usaha Agni. Ia yakin getaran di dadanya itu bernama cinta.Sayang.., Agni tidak bisa mengungkapkan secara gamblang perasaannya ke Axel. Ia hanya takut Axel malah memilih menjauh darinya. Apalagi Axel itu sudah memiliki..."Ni.., cepet dong Sherly ngajakin gue sarapan di kantin bareng ini" gerutunya. Yah, ini adalah salah satu alasannya. Cintanya bertepuk sebelah tangan. Karena Axel sudah memiliki pujaan hatinya."Bentar, gue ijin sama Ibu dulu dong," kata Agni mencoba biasa saja. Axel menarik tangannya. "Gue udah ijinin tadi sekalian buat lo!" sahutnya, tidak sabaran.***Motor Axel parkir di area kampus. Seperti biasanya, Agni dengan setia menunggu Axel selesai meletakkan kendaraan ber-cc tinggi itu. Tapi kali ini kesenangannya harus tergores karena Sherly juga datang menunggu Axel.“Sayang.., cepet dong! Aku udah laper ini." Wanita itu terlihat sangat manja pada Axel. Ia bahkan memegangi perutnya seolah benar-benar kelaparan bak korban pengungsian. Tetapi sikap itu hanya ia perlihatkan pada Axel. Sementara dengan Agni, Sherly sangat judes. Ia seolah ingin mengukuhkan jika Axel adalah miliknya“Kamu ngapain di sini?” tanyanya curiga. Matanya memincing tak suka. “Axel udah ada aku, jadi lebih baik kamu pergi deh dari sini!” lanjutnya seraya mengibaskan rambutnya yang tergerai liar. Secara naluri Agni mundur selangkah dan bermaksud pergi dari sana. Sebetulnya Agni memaklumi sikap Sherly, tak ada seorangpun wanita yang mau berbagi kasih pujaan hatinya kepada wanita lain. Meski sahabatnya sekalipun, terlebih Agni menyadari ia telah menodai hubungan ini dengan perasaannya itu, Agni pun tidak mengerti. Bukankah cinta tak pernah salah. Dan ia sendiri tak pernah meminta pada Tuhan meletakkan perasaan cintanya ke Axel. Ia hanya mengikuti arus takdir, dan jika takdir membawanya untuk mencintai sahabatnya sendiri. Agni ikhlas, meski perasaan itu hanya ada dalam hatinya.Agni kembali mengenang kejadian yang membuat ia menyukai Axel.“Pa.., papa, bangun, Pa." Tangis Agni pecah sesaat mengetahui ayahnya harus gugur di medan perang. Meski Agni sangat jarang bertemu dengan Gunawan. Tetapi ia sangat-sangat mencintai pria itu. Hanya Papa'nyalah keluarga yang Agni miliki satu-satunya setelah sang ibu meninggal sekitar tujuh tahun yang lalu.“Papa.., papa gak bisa ninggalin aku kayak gini, Pa. Papa bangun” Ia menggoncangkan tubuh kaku Gunawan yang diletakkan di kamar jenazah. Tangannya perlahan menyentuh luka tembak yang terdapat di dada Gunawan, hatinya remuk redam ketika memperkirakan inilah penyebab ayahnya meregang nyawa di tanah orang. Kini setelah Panglima tersebut terbujur dingin tak ada lagi pelindung bagi Agni. Ia menunduk terus menyanyikan alunan pilu yang keluar dari sudut bibirnya. Seandainya Agni bisa memutar waktu dan meminta sang ayah untuk tinggal saja bersamanya. Atau seandainya Agni diberi waktu satu detik saja untuk mengucapkan kata betapa ia menyayangi ayahnya. Maka Agni rela mempertaruhkan seluruh hal yang ia punya. Tapi sayang.., apa yang telah berlalu tidak mungkin kembali. Kata penyesalan, hanya akan menambah derita tanpa pernah menemui titiknya.“Agni.., udah, Ni!” Axel menarik lengan Agni, pemuda itu mau membangunkan Agni karena sebentar lagi jenazah Gunawan mau dimandikan. Tapi Agni menolak, ia menghempaskan tangan Axel “Jangan sentuh aku! Jangan pisahin aku sama Papa. Papa...” Axel pun sangat sedih. Tak pernah ia melihat Agni sehancur ini Agni yang ia kenal adalah wanita yang mandiri. Ia yang seorang anak tunggal apalagi ditinggal sosok ibu menjadi pribadi yang sedikit tertutup dan kaku. Hanya kepada Axel, Agni menunjukkan keceriaannya sebagai gadis remaja pada umumnya.Axel membeku di tempatnya. Berkali-kali ia mengacak wajahnya sendiri. Air mata seakan terus menutupi penglihatannya, Menjadikan matanya berkabut kepedihan. Ia berusaha tegar untuk Agni. Sayang.., kehilangan Gunawan, sosok kebanggannnya juga membuat Axel hilang arah.Untuk meredam rasanya, Axel menumpuhkan dirinya di lutut kakinya, ia membalikkan tubuh Agni menghadapnya dan memeluk sahabatnya itu erat.“Agni... Agni...” rancaunya disela isak tangis yang keluar dari bibir keduanya. Pelan, Agni membalas pelukkan Axel. Ini pertama kalinya Axel mendekapnya. Meski mereka sudah lama bersahabat tetapi mereka selalu mencoba menjaga batasan.Agni jadi tahu, betapa nyamannya berada dipelukkan lelaki. Atau karena lelaki itu Axel, seseorang yang menemaninya baik suka dan duka. Dekapan mereka semakin erat sampai salah satu petugas menarik brankas berisikan jenazah Gunawan.“Pa... Papa aku mau dibawa kemana?”“Agni.., cukup Agni, lo harus kuat!” tekan, AxelPemakaman secara negara dilangsungkan. Penghormatan terakhir diberikan kepada pahlawan yang gugur di medan perbatasan itu. Sedang Agni, hanya menatap acara dengan pandangan yang kosong. Sejak mengetahui kepergian ayahnya sampai detik inipun ia tidak makan sama sekali. Mungkin Agni berniat menyusul kedua orangtuanya, entalah... Yang pasti Axel tak akan pernah membiarkan itu terjadi.“Ni.., lo makan dong. Nyokap udah buatin roti nih!” ia menunjukkan roti keju buatan Ningsih di tangannya, kebetulan itu roti kesukaan Agni.“Gue suapinnya?” Agni hanya menggeleng lemah“Lo harus makan, Ni!” Axel nampak kesal. Tapi Agni tak jua mau membalas. Ia bagaikan mayat hidup.“Gue tau lo sedih. Tapi lo harus bangkit demi bokap lo. Dia pasti sedih banget ngliat lo jadi kayak gini” Axel menggoyangkan tubuh Agni, Agni sedikit memberikan reaksinya. Tatapan mereka bersiborok.“Gue udah gak punya siapa-siapa lagi, Xel” lirihnya sambil menggeleng. Tangan besar Axel menangkup wajah Agni.“Kata siapa? Lo punya gue. Punya nyokap Ningsih. Dan gue akan selalu ada untuk lo!” janji Axel. Semenjak itu Agni menjadi lebih manja dengan Axel. Tak mau sedikitpun Axel menjauh darinya. Beruntung Axel memahami perasaan Agni.Saat Agni membutuhkan sandaran. Dengan senang hati Axel meminjamkan bahunya. Lama kelamaan, Agni merasa tidak bisa hidup tanpa Axel. Dan ia mendefiniskannya menjadi cinta. Cinta yang tak perlu di balas, cinta yang bahkan berusaha ia sembunyikan karena takut Axel merasa tak nyaman."Xel!" Agni menatap Axel berkaca-kaca. Tidak menyangka Axel tidak menyerah demi mendapatkanya. Padahal, Agni sempat ingin berpaling.Axel mengangguk maksum dan mencium kepala Agni. Tidak perlu berkata apapun. Karena Axel tau cinta Agni cuma untuknya."Tapi aku harus bilang sama papa dan mamanya Tian. Gimanapun mereka sangat baik ke aku!" Axel mengangguk maksum. Ia mengantarkan Agni ke rumah orangtua Tian. Di sana Agni disambut tapi mama Tian bingung siapa pria yang bersama Agni. Keduanya masuk dan menjelaskan kepada orangtua Tian.Mama Tian sangat kaget saat tau perbuatan Tian yang suka mengurung Agni."Astaga!" Dia tidak bisa menyalahkan Agni. "Lalu bagaimana, kamu ingin bercerai dari Tian, Agni?" Papa Tian menengahi. Dia dapat kabar dari orang kantornya kalau Tian punya hubungan gelap dengan sekretarisnya. Sepintar-pintarnya Tian menutupi, perselingkuhannya tercium juga dan papa Tian tidak bisa mengelak lagi. Selingkuh dan melakukan kekerasan fisik. Pantas anak mantunya tidak
Siang itu Axel menemui Agni di rumahnya. Dia ingin mengingatkan wanita itu perihal perlakuan Tian selama ini yang benar-benar salah, yaitu penuh kelicikan dan memfitnah habis-habisan. Sebenarnya dia tahu jika Agni pasti peduli, tetapi nampaknya selama ini Axel merasa tidak ada pergerakan apa-apa dari wanita itu. Jika dikata harus sabar, nampaknya Axel tidak bisa. Dia harus segera melanggar permasalahan ini dan bertindak lebih cepat dari Agni, yaitu dengan memberikan hukuman kepada Tian yang sudah berani berbuat. Jika tidak seperti ini, maka sampai selamanya Tian pasti akan terus-menerus seperti itu. Dia tidak bisa menyadari kesalahannya sendiri dan bahkan hanya bisa menjadikan orang sebagai kambing hitam atau semua yang telah terjadi, tentang permasalahan yang ada. Mendengar dan melihat yang seperti itu, siapa yang tidak marah? Ya, tentu. Axel sudah bukan lagi ingin marah, tetapi dia memiliki rencana untuk membunuh Tian jika laki-laki itu masih terus-menerus keterlaluan dan semena-men
Di satu sisi, diam-diam Axel masih memikirkan tentang kejadian yang terjadi beberapa waktu lalu. Tiba-tiba saja pemikirannya mengingat tentang kebohongan Agni yang selama ini disembunyikan. Axel kecewa mengapa wanita itu tega kepadanya, padahal selama ini Axel hanya berharap jika Agni mau jujur kepada dia.“Walaupun ini udah terjadi, tapi aku masih ingat jelas. Aku lupa cara melupakan ini semua. Sudah seharusnya aku nggak perlu lagi ingat-ingat soal itu.”Wanita paruh baya yang kerap disapa dengan nama bu Ningsih tiba-tiba saja menghampiri Axel. Pasalnya, sejak tadi dia melihat jika putranya itu seperti memperlihatkan raut wajah tidak tenang dan kepikiran terhadap sesuatu hal. Sebenarnya sejauh ini belum ada yang bisa diartikan oleh Bu Ningsih. Beliau sendiri bingung, apakah Axel sedang sakit atau tidak. Akan tetapi, dia tidak menemukan bukti dan tanda bahwa putranya itu mengalami hal yang dia pikirkan. Semua itu seperti terjadi begitu cepat dan Bu Ningsih harus segera menangani apa y
Tian begitu bersemangat menuju rumah Desi. Dia sangat yakin akan mendapat restu dari ayah dan ibunya Desi. Terlebih apa yang sudah dia lakukan selama ini. Itu pasti akan menjadi pertimbangan yang cukup membuatnya percaya diri. Mobilnya sudah masuk ke halaman rumah Desi yang hanya bisa memuat satu mobil dan satu motor saja. Tian langsung turun dan ternyata pintu rumah itu sudah terbuka seperti memang ingin menyambutnya. “Pak Tian, udah sampai,” sapa Desi yang kebetulan ke luar. “Ayo silakan masuk.” Desi berjalan di samping Tian malu-malu.Tian begitu bahagia melihat senyum di wajah Desi. Dia makin yakin kalau dia akan diterima dengan baik di rumah itu sebagai anggota keluarga baru. Tian benar-benar tidak ingat akan keberadaan Agni yang masih sah menjadi istrinya. Dia tidak sadar sedang mempermainkan dua hati wanita yang pasti nanti akan melukai salah satu dari mereka atau bahkan keduanya. Yang ada di pikirannya saat ini sudah pasti hanya bagaimana caranya mendapatkan Desi yang selalu
“Kalau begitu ibu tidak bisa melarang seperti yang ibu katakan tadi. Asalkan kamu harus selesai dulu dengan istri kamu.”Tian lantas tertegun. Meski dia begitu kesal dan marah pada Agni, tidak terlintas sedikit pun dalam hatinya untuk bercerai dengan istrinya itu. Di mata Tian, Agni adalah gadis yang baik dan santun. Terlebih kedua orang tuanya sangat menyayangi Agni. Jadi dia tidak berniat berpisah dari Agni. Tian terlihat begitu gugup. Dia hanya bisa mengangguk dan tersenyum canggung. Tidak tahu harus bagaimana menanggapi ucapan ibu Desi.“Bu. Kita makan dulu ya? Jangan bahas yang lain,” ucap Desi menengahi antara ibunya dan Tian. Dia tidak peduli bagaimana reaksi Tian selanjutnya, dia sudah cukup bahagia mendengar pengakuan Tian tentang perasaannya. Dan itu sudah lebih dari cukup.“Pak Tian. Maaf kalau pertanyaan ibu saya tadi ....”“Tidak apa-apa, Desi. Itu hal yang wajar sebagai seorang ibu.”Mereka sudah berada di luar rumah karena Tian akan pulang. “Tapi ....” Desi tidak mela
“Kamu beneran nggak apa-apa, Agni?” mama Tian begitu khawatir dengan menantunya yang terlihat sering murung. “Nggak, Ma. Agni baik-baik aja, kok. Mama jangan khawatir ya?”Wanita itu mengangguk mencoba percaya kalau sang menantu baik-baik saja.*“Pak Tian. Hari ini saya izin pulang lebih cepat, boleh?”Dessy sedang meminta izin pada Tian.“Mau ke mana?”“Tidak ke mana-mana, Pak. Ayah saya hari ini sudah diperbolehkan pulang.”Tian bangkit dari kursi dan memakai jas. Lalu mengambil kunci mobil di atas meja.“Ayo saya antar.” Tian melenggang begitu saja melewati Desi yang tidak tahu maksud bosnya itu.“P-pak ....” Desi mempercepat langkah kaki untuk bisa sejajar dengan Tian.“Saya akan antar kamu ke rumah sakit dan kamu tidak bisa menolak. Lagi pula kita tidak ada pekerjaan lagi, kan?”Desi hanya bisa mengangguk karena tidak mungkin dia bisa menolak Tian.Ternyata semua urusan di rumah sakit sudah selesai. Jadi ayah Desi langsung bisa dibawa pulang. Dua orang tua itu duduk di bangku p
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments