Share

Tidak Semudah Itu Cinta Berpaling

Agni sampai di kota kelahirannya. Sebentar, ia memandangi stasiun tua yang jadi tujuannya.

Tempat itu tidak banyak berubah sejak terakhir kali ia menginjakkan kakinya kesini. Kejadian itu terjadi sekitar sepuluh tahun yang lalu. Saat itu ia duduk di kelas tiga SD. Agni ingat. Ayahnya pernah mengajak Axel kesini, sayangnya.., Axel menolak karena alasan takut gak bisa tidur tanpa ibunya.

'Hm, Axel.., Axel, sejak dulu kamu tuh manja. Bilangnya saja berani. Xel, apa kamu juga inget sama nama kota ini?' senandika Agni terus teringat tentang Axel disepanjang perjalanan.

Agni sampai di rumah omnya, Damar. Ia yang meminta Agni untuk datang kesini.

"Agni, akhirnya kamu sampai," Damar segera menyambut Agni seraya terus tersenyum. Agni menyeritkan alisnya. Tumben-tumbenan omnya terlihat sangat baik. Jujur Agni tidak begitu akrab dengan pria itu. Damar yang Agni kenal adalah pria kolot dengan segala kewaspadaannya. Ia bisa mencurigai Agni tanpa rasa bersalah, padahal Agni adalah keponakannya.

"Agni, Om mau bicara!" Damar terlihat serius. Itu membuat jantung Agni berdetak kencang.

"Ngomong apa, Om?"

Damar menghela nafas, rasanya berita itu bisa membakar dadanya saking semangatnya.

"Kau kenal Bastian, Tian.., anak dari Pak Brata, kabar baiknya dia sudah lulus S2 di universitas ternama kota ini, bukankah dia lelaki yang sempurna untukmu," ungkap Damar menggebu. Ia menatap Agni dalam. Sedang Agni mencoba memutar memorinya. "Tian," rasanya ia tidak asing dengan nama itu. Sepertinya itu nama kakak tetangganya sebelum ia dan ayahnya merantau ke Jakarta. seingatnya, terakhir melihat Tian sewaktu dirinya berusia empat tahun. Jelas kenangan itu telah memudar seiring berjalannya waktu. Meluap bersama wajah-wajah yang datang dan pergi dalam hidupnya. Tapi itu tidak penting. Karena yang paling penting adalah mengapa Om Damar merasa lelaki itu sangat sempurna untuk Agni.

Apa sebuah kesempurnaan hanya di dasari dari almamater kelulusan. Ditentukan oleh kebonafitan universitas yang ia tumpangi untuk menempuh pendidikan. Atau karena, Tian adalah anak Pak Brata. Juragan ternak terbesar di desanya.

"Dan kabar baiknya, dia sudah melamarmu untuk dipersunting sebagai istri," lanjut Damar kegirangan.

Saat itu dunia Agni terhenti. Ia bagai tersengat cahaya petir. Dalam benaknya, Agni cuma mengingat Axel. Bagaimana dengan Axel. Apa lelaki itu juga memikirkan dirinya. Apa kecemasan ini hanya milik Agni. Atau malah, Axel akan merentangkan tangan untuk mengucapkan selama karena akhirnya Agni menemukan tambatan hati. Ah, berfikir itu membuat Agni marah dan kecewa. Dadanya panas seolah terbakar api cemburu.

"Tapi, Om" Agni berusaha menampik. Banyak perasaan gundah yang Agni rasakan. Utamanya adalah ia belum siap merelakan cintanya ke Axel namun disisi lain ia juga takut, Tian bukan pria yang selama ini ia idamkan, ia begitu hijau mengenal tentang pria itu. Yah, sebagai kakak tetangga Tian itu ramah. Tapi kenangan puluhan tahun tidak bisa menjamin sifat manusia akan terus seperti itu. Karena Agni yakin manusia bisa berubah seiring berjalannya waktu.

"Dduuh. Apa sih tapi.., tapi. Kamu tuh beruntung Agni. Wong sugih kebetulan mau sama kamu. Orangnya berpendidikan dan sudah tentu berada, kamu cari apa lagi?" sungut, Damar. Kalau sudah seperti itu, Agni hanya bisa terdiam. mungkin benar apa kata Omnya apalagi yang Agni cari? bukankah pendidikan yang tinggi serta harta yang melimpah sudah cukup menjamin jika kelak nantinya ia akan bahagia. Tapi apa benar hidup hanya soal harta dan tahta.

"Kalau begitu aku ingin bertemu dengan Tian secara pribadi, Om" Agni berfikir mungkin ia terlalu curiga. Bisa jadi, Tian tidak seburuk anggapannya, bukan?

Damar mengangguk seolah menyanggupi.

"Baiklah, Om akan mengatur pertemuan kalian," sahut, Damar puas

***

Tiba hari itu. Pagi sekali Agni diminta bersiap oleh Omnya. Ia disuruh mandi yang wangi serta memakai parfum terbaik agar Tian merasa senang dengannya. Sebenarnya Agni merasa hal itu konyol. Tidak perlu diajari pun Agni pasti mandi yang bersih. Lagipula ia tidak memiliki bau badan. Namun, karena itu perintah Damar. Agni jadi melakukannya penuh kesungguhan.

Damar langsung menatap Agni bangga. Keponakannya itu memang memiliki wajah cantik alami. Ia yakin Tian bisa langsung tergila-gila pada Agni.

"Sudah,'kan, Om?" tanya, Agni risih terus ditatap Damar. Damar terperanjat dari lamunananya.

"Ah, iyah.., kamu tunggu disini sebentar lagi Tian akan datang menjemputmu. Kalian pergilah yang lama. Sampai malam pun tidak apa-apa,"

Agni menggeleng, Omnya itu tidak salah membiarkan Agni pergi dengan lelaki baru dikenalnya sampai malam. Bagaimana kalau Tian punya niat buruk padanya.

Agni sedikit berdehem, "Tidak perlu, Om. Paling kami hanya jalan-jalan sekitaran taman," tolak Agni halus.

Wajah Damar mengeras "Agni. Kau harus cepat mengenal Tian. Karena dia akan menjadi suamimu kelak!" Ia menghardik Agni. Damar memang sosok yang tempramental. Ia bisa menghalalkan apapun asal kehendaknya cepat terlaksana.

Sebelum Agni menjawab. Pria yang terus Damar bela tiba, "Assalamuaikum," sapa Tian santun.

Agni spontan merunduk risih. Bibirnya bergumam lirih "Walaikumsalam,"

"Walaikumsalam, Tian..." Damar merentangkan tangan dan segera memeluk Tian.

"Masuk, Nak!" lanjutnya bangga

Tian memperhatikan Agni. Di matanya Agni cukup menggemaskan kecil juga terlihat lugu. Senyum miring ia sematkan di wajahnya. namun ketika Damar memperhatikannya. Tian kembali bersikap ramah.

"Dia, Agni?" Ia bertanya seraya menunjuk Agni. Damar segera mengangguk antusias.

"Agni angkat dagumu," pinta Damar. Detik kemudian, tatapan Agni dan Tian saling bersiborok. Jujur, kesan pertama yang Agni dapat dari Tian adalah rasa tidak suka kepada Tian.

Lelaki itu punya satu aura buruk yang terlihat dari pancaran mata. Mungkin Agni tidak pandai memahami dunia lelaki. Selama ini ia hanya mengenal tentang Axel. Tapi, Tian nampak berbeda sekali

Ia dan Axel tidak bisa disamakan. Kalau Axel nampak urakkan dari luar, tapi tulus di dalamnya. Maka, Tian adalah kebalikannya.

"Hai Agni," Tian mengangkat tangan dan tersenyum. Untuk menghormati Damar. Agni berusaha menjabat tangan Tian.

"Ha-halo, Mas Tian," balas Agni gagap.

"Om benar, dia cantik sekali," goda Tian. Damar langsung merangkul bahunya bangga.

"Kalian masih terus mau malu-malu seperti ini atau mau langsung jalan?" Damar terkekeh karena berhasil menggoda kedua anak muda itu.

Tian melirik ke Damar, "Kalau cantik gini sih mau aku bawa langsung ke pelaminan, Om" ternyata Tian cukup pintar merayu. Tapi sayangnya hati Agni telah dimiliki orang lain. Sebanyak apapun Tian berusaha mendobrak hatinya. Belum tentu usahanya itu akan berhasil.

Karena Agni menyimpan kenangan tentang Axel begitu dalam. Sangat rapat jauh di dalam hatinya. Sampai tidak ada satupun orang yang bisa melarangnya mencintai Axel dengan caranya.

Karena wanita bisa menyimpan rasa cinta pada kekasihnya. Pada satu orang tanpa berpaling. Tidak peduli berapa lama massa berganti. Yang selalu di hati akan terus kekal abadi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status