Share

Menjadi Sepasang Suami Istri

"Saya terima nikah dan kawinnya Miranda binti Bapak Nano,dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai!!"

"Bagaimana para saksi? sah?" tanya Bapak penghulu, pada saksi akad yang duduk didepan.

"Sah!" jawab semua serentak.

"Alhamdulillah!" jawab semuanya. Dan kini, Miranda dan Barak sudah sah menjadi sepasang suami istri.

Barak sedikit merasa tenang, karena sudah mampu mengucapkan akad nikah dengan lancarnya.

"Selamat sayang, kamu sekarang sudah menjadi seorang suami, kamu sudah punya istri. Tolong jaga Miranda dengan baik ya," Mama Tita mengucapkan selamat pada anaknya. Dia terlihat sangat gembira dengan pernikahan Barak. Tetapi tidak dengan Barak yang lebih terkesan merasa jijik, pada pernikahan terpaksa ini.

"Lelaki macam apa aku ini? Sekedar menolak pernikahan saja, aku tak bisa!" Barak terus menggerutu dalam hatinya. Ia sangat marah pada dirinya sendiri, karena selalu bisa luluh, saat mama membujuknya melakukan sesuatu hal. Apapun itu!

Tiba-tiba, sosok wanita, dengan menggunakan kebaya putih yang pas di badan indahnya , datang mendekat, menonjolkan sesuatu yang indah di bagian dadanya. Seketika membuat Barak terkesiap melihatnya.

"Lihat istrimu Barak, dia cantik sekali bukan?!" tanya Mama, sambil berbisik di telinga Lelaki arogan itu. Miranda berjalan ke arah Barak dengan anggunnya. Ia duduk di samping Barak dan mengulum senyum manisnya ke hadapan laki-laki yang kini sudah menjadi suaminya.

"Ya Ampun! Suamiku tampan sekali. Bahkan dia lebih tampan dari yang kulihat di foto," ujar Miranda yang kembali menundukan pandangannya, saat melihat Barak yang menatapnya intens.

"Kalian jangan kaku begitu lah! Ayo Kau cium kening istrimu Barak!" perintah para hadirin yang ada disana. Mereka dengan sengaja, membuat Bara malu pengantin baru itu. Perintah para tamu itu sungguh membuat Barak dan Miranda menjadi salah tingkah satu sama lain. Mereka riuh, menyuruh Barak mencium kening Miranda yang kini sudah sah menjadi istrinya.

Karena desakan dari pada orang-orang yang ada disana, akhirnya Barak mengikutinya. Tak lain, hanya agar mereka diam. Perlahan Barak mendekatkan bibirnya pada kening Miranda, aliran setrum seolah mengalir deras dalam darah Barak.

Mereka berdua terlihat kaku, dan tak tahu apa yang harus mereka lakukan. Tentu saja hal itu menjadi bahan tontonan dan tertawaan para tamu disana. Sungguh mereka benar-benar merasa seperti seorang badut di sebuah acara hiburan.

Rasa hangat menjalar di seluruh keningnya. Ciuman pertama yang ia rasakan dan dapatkan dari laki-laki yang sekarang sudah sah menjadi suaminya.

Hati Barak yang semula kaku, merasa ada sesuatu yang mengalir di bibirnya, melunakkan sedikit kebekuan itu. Seperti sebuah sensasi setruman listrik, saat bersentuhan dengan kulit halus kening Miranda. Namun bukan Barak, jika dengan begitu saja, dia merasa tergoda. Segera ia jauhkan kembali bibirnya, yang semula menempel di kening Miranda.

"Ayolah Barak! Kau jangan menjadi lembek begini, hanya karena melihat wajah perempuan ini!" Barak mencoba mengingatkan hatinya sendiri. Ia tak mau, sampai jatuh cinta pada Miranda. Karena baginya, cinta hanyalah sebuah kebohongan.

Miranda yang terus tersipu, membuat Barak yang sedang mati-matian mempertahankan diri untuk tak melihat ke arahnya, hampir goyah dan terus menghindar bertatap muka dengannya.

Kini, acara sakral itu sudah selesai. Para tamu undangan yang datang, banyak yang meminta foto bersama mereka, sehingga terpaksa, Barak memenuhi keinginan para tamu nya untuk berfoto bersama mereka.

Merasa lelah setelah berpotret banyak dengan istrinya, Barak duduk sambil terus mengelap keringat di wajahnya.

Miranda yang merasa kasihan, mengambilkan tissu dan mencoba mengelap keringat Barak dengan tangannya sendiri. Namun baru saja tangannya akan mendarat di wajah tampan Barak, tangan Barak menolak dengan kasar. Ia menjatuhkan tissu yang tengah dipegang oleh Miranda.

"Jangan pernah berharap kalau Aku akan bersikap seperti layaknya seorang suami padamu! Ingat! Pernikahan ini hanyalah sebuah perjodohan! Aku tak mencintaimu, dan ku harap kau pun begitu," kata-kata yang keluar dari mulut Barak di hari pernikahannya itu, membuat Miranda seketika langsung berubah. Wajahnya mengguratkan kekecewaan yang dalam. Ia tak menyangka, kalau Barak akan bersikap seperti itu padanya.

"Kenapa Dia bersikap dingin dan bahkan kasar padaku? Apa salahku?" batin Miranda, yang mencoba tak memasukan ke dalam hati kata-kata menyakitkan dari Barak barusan.

Impiannya menikah dengan lelaki yang akan mencintai dan melindunginya, sepertinya akan pupus lagi. Melihat sikap dari Barak, yang ternyata begitu kasar padahal ini adalah pertemuan perdana mereka.

Waktu berjalan dengan cepat. Kini acara itu sudah selesai. Semua undangan sudah pulang kembali ke rumah mereka masing-masing.

Suasana malam semakin larut. Miranda sudah berada di kamar. Hatinya terasa tak menentu. Bayangan akan sosok suaminya yang kasar padanya tadi, ia lupakan begitu saja. Ia berharap, itu hanya lah ketidak sengajaan Barak. Miranda yang sudah membersihkan dirinya, kini menggunakan pakaian tidur dan bersandar di ranjang yang sudah dihias dengan indah dan taburan bunga.

Perlahan, pintu Kamar mulai terbuka. Pucuk sepatu Barak yang pertama mendarat di kamar nya, nampak pada pandangan Miranda dan membuatnya salah tingkah. Ia berfikir kalau malam ini akan menjadi malam terakhir dirinya menjadi seorang perawan.

Barak berjalan dengan wajah datar nya. Ia mengambil bantal dan menyimpannya di sofa. Lalu ia berbaring disana. Tanpa ia menyapa Miranda walau sepatah kata pun, padahal ia sudah menunggunya dari tadi. Barak bahkan bersikap sangat acuh pada istrinya itu.

"Hemm..maaf Mas, kenapa tidur disana?"Miranda mencoba memberanikan dirinya untuk bertanya pada Barak, suami barunya.

Mendengar pertanyaan Miranda, Barak malah sengaja menutup wajahnya dengan bantal yang dipegangnya.

"Kenapa dia mengacuhkan ku? Bahkan hanya untuk menjawab pertanyaan dari ku saja, dia tak mau? Apa salahku?" gumamnya dalam hati. Tak terasa, air matanya kini mengalir di pipinya.

Pernikahan indah yang ada dalam bayangannya, ternyata hanya mimpi belaka. Bahkan suaminya, tak menyentuhnya sama sekali. Jangankan menyentuh dan menafkahi bathin pada Miranda, hanya untuk sekedar menatapnya saja Barak perlu alasan untuk melakukannya.

Miranda tetap berfikir positif. Ia tak mau kalau sampai pernikahannya yang baru beberapa jam saja, terlihat heboh di mata orang-orang, terutama di mata Nenek. Melihat tingkah Barak yang tak menggubrisnya sama sekali, Miranda akhirnya memutuskan untuk mendekati suaminya, yang tidur meringkuk di atas sofa.

Mungkin dia kelelahan," batin Miranda. Ia menghampiri dengan membawa selimut di tangannya. Bermaksud akan menutupi tubuh suaminya dengan selimut tersebut. Perlahan, ia turun dari ranjangnya. Beberapa langkah ia berjalan, suara bariton Barak menghentikan langkahnya.

"Diam Kau disitu? mau apa kau kemari? Sudah ku jelaskan bukan tadi siang? Kalau aku takkan pernah memperlakukanmu seperti istriku. Jadi berhentilah mencari perhatian dariku. Urus saja urusanmu sendiri. Dan jangan pernah berfikir, aku akan mencintaimu. Karena itu tidak mungkin!" Dengan lantang dan tegas, Barak melarang Miranda mendekatinya. Sontak saja hal itu membuat Miranda mundur kembali.

Langkahnya menjadi terasa sangat berat. "Salah apa aku padamu mas? Kenapa kau begitu membenciku? Sedangkan kita baru saja bertemu," lirih Miranda.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status