Ibu Tita hanya menelan salivanya, mendengar perkataan anaknya itu, membuat ia tak enak hati.
"Maafkan Mama sayang, tapi ini yang terbaik untukmu!" gumam Tita dalam hatinya. Mengingat calon istri Barak adalah wanita yang paling tepat untuk anaknya. Dia benar benar wanita yang baik, tak seperti wanita lain, yang memilih laki-laki dari materi. Seperti itulah pemikiran Tita tentang Miranda, calon istri dari Barak. Barak yang seolah tak peduli dengan semua yang terjadi didalam rumahnya, malah dengan sengaja, menutup telinganya rapat dan mengunci matanya. Ia tak ingin tahu dengan segalanya. Ia malah memejamkan matanya rapat. Tak lama, ia pun terbang ke alam mimpi, mencoba melupakan semua yang terjadi dan yang akan terjadi besok hari.Waktu berjalan terasa lebih cepat dari biasanya. Bahkan, satu malam pun terasa Satu Jam Saja oleh Barak. Seharusnya, Hari ini adalah hari yang paling bahagia untuknya. Tetapi, entah mengapa tak sedikit pun tersirat dalam hatinya,untuk merasakan kebahagiaan itu. Justru ia menerima semuanya dengan berat hati.Aaah...andai bukan Mamanya yang menyuruhnya, mungkin bisa dengan mudahnya ia menolak perjodohan ini. Kalau bukan karena perintah Mamanya, takkan pernah Ia akan menikah sampai kapanpun. Namun karena rasa hormatnya pada Ibunya, mengalahkan semua egonya. "Lihat saja, apa yang akan aku lakukan padamu setelah kita menikah nanti. Kan ku buat kau merasa menyesal karena mau menerima perjodohan ini!" dendam Barak, pada calon istrinya, yang sama sekali ia tak pernah melihatnya. Jam menunjukan pukul tujuh. Suara riuh terdengar memenuhi ruangan rumah Barak. Sangat bisa di tebak, kalau suara berisik di bawah, menandakan Kalau sekarang, di rumahnya begitu banyak orang yang sedang mempersiapkan pernikahannya. Namun tidak dengannya. Bara bersikap biasa saja dan sama sekali tak peduli dengan pernikahannya. "Persetan dengan mereka semua yang sama sekali tak mengerti perasaanku!" gerutu Barak. "Ini sudah jam 7? Kenapa kamu belum mandi?!" tanya Mama Tita kesal, sambil menyimpan kedua tangannya di atas pinggang. Barak yang malas menjawab pertanyaan Mamanya, berlalu begitu saja memasuki Kamar mandi miliknya. Rasa dongkol di hati Barak sungguh membuatnya bersikap dingin seperti itu. "Aah aku benci semua ini..Kenapa ini harus terjadi juga?!" batinnya, sambil berjalan meninggalkan suara bising di setiap penjuru rumahnya Sebelum dia mandi, terlebih dulu, ia menatap lama wajahnya di depan kaca. "Aku akan menikah pagi ini. Tapi aku sama sekali tidak mengetahui siapa calon istriku. Dan seperti apa wajahnya? Apa aku akan menyukai gadis pilihan Mama? Atau.....?Aahh...apa-apaan aku ini? Aku tak boleh jatuh cinta pada istriku nanti. Biarpun dia secantik dan sebaik apapun, bagiku wanita itu penjahat dan menyebalkan!" batinnya sambil mencuci mukanya beberapa kali. Rasanya, untuk sekedar mandi saja, Barak merasa sangat malas. Sehingga terpaksa, ia hanya mencuci mukanya dan menggosok gigi. "Kenapa dunia ini terasa menyebalkan?" gumamnya, lalu mengacak-acak rambutnya dan menyudahi kegiatannya di Kamar mandi. Baru saja keluar dari Kamar mandi, sosok mama sudah berdiri, menunggunya di depan pintu. Dengan tatapan tajam, dan tangannya yang bertumpu di atas pinggangnya, ia benar-benar merasa marah, karena Barak tak menghargai pernikahan ini. "Kamu mau membuat Mama malu? Harusnya Kamu tahu, hari ini Kamu akan menikah dan akan pergi ke rumah calon istrimu! Tapi sudah siang begini, kamu baru selesai mandi? Kau sengaja mau membatalkannya?! Jangan harap!!" Mama Menegaskan kalau, Barak tak bisa lepas sedikit pun dari perjodohan yang Mama lakukan ini. Mata nya mendelik, menatap ibunya aneh. Ia hanya tersenyum sinis kepada ibunya, yang menyuruhnya untuk bergegas. "Sudah kubilang! Aku paling tak suka di perintah, atau ditekan! Jadi menurutku, Aku sudah mau menuruti keinginan Ibu pun, untuk menikahi gadis yang tak aku kenal saja, itu sudah untung! Jadi, jangan terlalu menuntut yang lebih padaku! karena itu tidak mungkin!" jawab Barak menegaskan. Seketika, rona wajah Mama Tita berubah menjadi merah padam. Marahnya Barak, karena Mama yang selalu menyuruhnya untuk mematuhi apa yang diperintahkan. Ia berjalan dengan santai, memasuki kamarnya. Namun lagi-lagi, hal yang membuatnya kesal kembali terulang. dimana dua orang wanita, sedang berdiri di depan kamarnya. "Siapa lagi Mereka? Mau apalagi mereka? Sangat menyebalkan!" gumam Barak, sambil memasuki Kamarnya. Matanya melirik ke belakang, saat ia mendengar suara derap langkah kaki mengikutinya. Mau apa kalian? Kenapa mengikutiku ke dalam? Ini kamar laki-laki, kalian tak boleh masuk tanpa seizinku!!" hardik Barak yang merasa kesal karena dibuntuti oleh dua orang wanita itu. "Tapi kami yang akan merias Mas hari ini," jawab salah seorang wanita itu, yang memegang tas make up di sebelah tangannya. Untuk yang kesekian kalinya, ia harus mengalah kembali, dan menghilangkan egonya. Dengan sangat terpaksa, dia pun mempersilahkan dua orang wanita itu, masuk ke kamarnya. Dan dengan malas, dia duduk di depan kaca, dan membiarkan kedua wanita itu mengacak-acak wajah dan rambutnya. "Kenapa ini sangat lama sekali?" batin Barak yang merasa kesal. "Mau sampai kapan kalian mengacak wajah dan rambutku ini? Aku sudah kepanasan ini. Segerakan lah!" perintah Barak yang sudah mulai tak sabar. Dengan lihainya, kedua pe make up itu, akhirnya mempercepat pekerjaannya. Sehingga tak lama, ia sudah berubah menjadi pengantin dengan pakaian lengkap sebagai seorang pangantin pria. Melihat dirinya yang sudah berbalut pakaian pengantin lengkap, tiba-tiba ia teringat kembali kenangan pahit yang membuatnya merasa trauma akan pernikahan. "Ayo kita berangkat!" perintah Mama, yang sudah dari tadi menunggu Barak selesai di make up. Dengan segera, akhirnya mereka pun keluar kamar. Barak melihat sekeliling rumahnya penuh dengan orang-orang yang akan mengikutinya ke rumah mempelai wanitanya itu. "Waaah jeng Tita, anakmu sungguh tampan sekali!" puji salah satu ibu-ibu yang duduk disana, dan melihat Barak yang keluar dari kamar, dengan gagahnya menggunakan pakaian pengantin. Serentak, mereka pun berangkat ke rumah calon mempelai wanita.*** "Semuanya siap-siap! sebentar lagi, pihak laki-laki akan segera sampai!" perintah salah seorang lelaki tua, yang menjadi ketua dalam panitia pernikahan Miranda. Sontak semua berdiri, menyambut kedatangan calon mempelai laki-laki. Suara orang-orang yang sibuk menyambut kedatangan calon mempelai lelaki itu ,membuat Miranda tak bisa duduk tenang di kamarnya. Ia yang saat ini sudah menggunakan pakaian pengantin wanita dan terlihat sangat cantik, membuat siapa pun pangling karena melihatnya begitu jauh berbeda dari biasanya. "Calon pengantinnya sudah datang sayang!" ucap Nenek, memegang tangan Miranda yang tiba-tiba saja berubah menjadi keringat dingin. Ia mulai menampakan kegugupannya. "Oh Tuhan!! Aku sangat gugup sekali. Apa aku cantik hari ini? Apa suamiku akan menyukaiku nanti?!" Miranda bertanya pada hatinya. Pasalnya, Miranda sudah melihat foto Barak, yang tempo hari diperlihatkan oleh Mama Tita saat meminta Miranda menerima perjodohannya. Sedangkan Barak, ia yang tak pernah membuka amplop yang Mama nya beri, yang berisi dari biodata dan foto-foto dari Miranda, membuatnya sedikit penasaran, seperti apa wajah calon istrinya itu?!"Muka Barak terlihat sangat frustasi saat tahu kalau Miranda tak ada dirumah nenek Ida. Kini ia bingung harus kemana lagi mencari sosok Miranda. "Apa mungkin dia merasa sangat tersiksa saat bersamaku? itu makanya, dia pergi egitu saja tanpa pamit padaku," terka Barak, tentang hati Miranda. Sebenarnya, Barak tak begitu peduli pada keadaan dan keberadaan Miranda. Hanya saja, ia begitu mengkhawatirkan kesehatan mama nya, yang akan kembali terganggu saat mengetahui kalau Miranda belum juga ditemukan. Ia hampir putus asa karena usahanya mencari Miranda, semuanya sia-sia. Saat ia duduk teemenung di pesisir pantai, berharap ia akan menemukan Miranda, seperti pertemuan awalnya dengan istrinya itu, ponselnya berdering membuyarkan lamunannya. Rasa malas menghinggapi Barak. Ia hanya sedang ingin sendiri, dan melupakan semua masalah yang sedang ia hadapi saat ini. Namun seolah ingin diperhatikan, ponselnya terus berdering sampai beberapa kali. "Siapa sih? mengganggu sekali. Apa tak bol
"Apa dia punya riwayat penyakit berat?" "Entahlah! aku tak tahu!" jawab Miller singkat. "Sebaiknya tuan bawa saja nona ini ke rumahku. Biar kita lakukan cek lab. Agar terlihat penyakit apa yang sebenarnya sedang dialami nona ini," " Miranda! namanya Miranda!" tegas Miller. "Ya! siapapun namanya, sebaiknya harus segera ditangani serius. Ini bukanlah penyakit enteng!" imbuh dokter kembali, membuat Miller semakin khawatir. "Ya sudah! kita bawa saja sekarang! tunggu apalagi!" tegas Miller, yang kemudian dengan kedua tangannya, ia menggendong tubuh Miranda, dan memasukannya ke dalam mobil mewahnya. "Bawa semua keperluan yang akan di butuhkan Miranda!" perintah Miller pada Mia perawat khusus Miranda. Tak ingin kena marah Tuannya, Mia dengan cepat mempersiapkan semua kebutuhan Miranda. Dari mulai pakaian, pakaian dalam, dan apapun itu, sampai hal terkecil sekalipun, Mia menyiapkannya dengan sangat teliti. "Enaknya jadi perempuan ini. Kenapa tuan bisa jatuh cinta pad
Miranda mengerjapkan matanya sampai beberapa kali. Kepalanya terasa sangat pusing. Ia memijat keningnya menggunakan beberapa jarinya. "Aakhh.. bisa nya aku sampai pusing begini? ini kenapa ya?!" Miranda bertanya pada dirinya sendiri, sambil bangun dari tidurnya, dan bersandar di ranjangnya. Matanya terasa pegal saat harus berhadapan dengan tajamnya sinar matahari. "Apa mau aku pijatkan kepala nona?" "Aah tidak terimakasih!" jawab Miranda. Namun tiba- tiba ia sadar. "Siapa yang menawarkan pijatan padaku?" perlahan, Miran memaksakan matanya untuk terbuka. Dan_ alangkah terkejut ia, saat melihat sosok wanita cantik, masih muda, berseragam suster, berdiri dengan anggunnya didepannya. "Siapa kamu!" Miranda mundur dari tempat awal duduknya. "Tenang nyonya! saya pelayanmu!" jawabnya lembut, sambil membungkukan badannya, begitulah cara pelayan itu menghormati Miranda. "Aah tidak! sebentar! aku tak punya pelayan! katakan siapa kau sebenarnya? mama! dimana mama Anita dan Barak
"Dimana perempuan itu? Kenapa dia selalu saja membuat aku susah! Bukankah tadi aku melihatnya disini?" gumam Barak, sambil mengacak rambutnya frustasi. Ia duduk sejenak, mencoba mengingat Miranda. Sebuah tangan tiba-tiba mendarat di bahu Barak. Tangan halus yang dulu selalu bisa membuatnya tenang. "Barak! kamu ngapain disini? Tadi kamu ninggalin aku, eh tahunya kamu disini sendirian juga. Sebenarnya kamu kenapa sih?" tanya Tiara, mantan kekasih Barak, yang kini kembali ke kehidupannya. "Aku sedang mencari seseorang," "Siapa?" Barak hanya menatap Tiara. Ia belum bisa berterus terang, kalau sebenarnya Barak sudah menikah. "Kenapa tak menjawab? kau sedang mencari siapa?" tanya Tiara kembali mengulang pertanyaannya. "Dia sedang mencari istrinya!!" suara mama terdengar dari belakang. Mama yang seharusnya berbahagia di acara ulang tahunnya ,kini malah sebaliknya. Dia dibuat stres oleh perempuan yang berstatuskan istriku," batin Barak. "Barak, bukankah mama menyuruhmu untu
Suara dentuman musik di ruangan yang luasanya hampir 10x 12 m itu, terdengar menggema. hiruk pikuk keramian, makanan yang tersaji, menghiasi malam pesta ulang tahun mama. Wanita berkepala 4 lebih itu, kini menginjak usia 45 tahun. Kue ulang tahun sudah terpampang jelas di tengah para tamu. "Mama sedang sibuk dengan banyak tamu nya. Begitu pun Barak. Dia tampak asyik berbicara dengan para kolega bisnisnya, yang turut hadir pula disana. Mata Miranda menyusuri setiap sudut ruangan, mencoba mencari tempat yang agak sepi dari orang, dan mengisolasikan dirinya sendiri. "Andai ini bukan pesta ulang tahun mamaku, aku pasti sudah pergi semenjak tadi dari sini!" batin Miranda yang merasa jengah dan tak betah, berada di tengah keramaian seperti ini. Miranda merasa asing berada diantara irang-orang yang berkerumun disana. Untuk menghilangkan kekakuan padanya, ia mencoba berjalan, untuk mengambil minuman yang berjejer di meja panjang. Namun matanya seketika terdiam pada satu objek. Dima
"Kurasa mama terlalu berlebihan!" decak Barak kesal. "Apanya yang berlebihan? mereka harus tahu kalau kau sudah menikah. Dan tak boleh sembarangan menanyakan suami orang bukan?" tanya mama pada Barak. "Mungkin mereka menanyakanku hanya untuk perihal bisnis saja ma!" jawab Barak enteng. "Mereka teman wanitamu dulu! itulah mengapa mama mau kau umumkan pernikahanmu di acara ulang tahun mama nanti!" imbuh mama lagi, sambil membetulkan dandanannya, dan menatapnya di dalam cermin. "Kau harus memperlakukan istrimu dengan baik, sebelum seseorang yang menginginkannya, mengambilnya darimu!" ucap mama sembari sedikit memukul punggung anaknya, yang tengah fokus pada setirnya. Barak hanya menelan salivanya, mendengar perkataan mama. "Apa maksudnya mama bicara seperti itu? apa mama tahu, kalau ada lelaki lain yang selalu mengganggu Miranda?" tanya Barak pada dirinya sendiri. Barak hanya mengerdikan bahunya. Berpura-pura tak peduli dengan apa yang mama katakan. Walau dalam ha