"Astaga!"
Amanda mendesis ketika kenangan itu kembali berkelebat dalam benaknya. Sebuah momen pahit yang akan selalu Amanda ingat sampai kapanpun. Itu baru permulaan, selanjutnya? Rasanya Amanda ingin amnesia saja agar tidak kembali mengingat bagaimana perlakuan Yuri, ibu kandung suaminya terhadap Amanda."Nggak salah kalo aku lantas takut, bukan?" Amanda merasakan kepalanya pusing. "Mama benci banget sama aku dari dulu. Bisa saja dia nanti ...."Amanda menggelengkan kepalanya kuat-kuat, ia lantas bangkit melangkah ke kamar mandi. Mencuci muka, atau mandi sekalian guna mendinginkan hati dan kepalanya yang memanas.Sementara Amanda tengah berusaha menenangkan diri, Aldo masih bercengkrama dengan ibunya di lantai bawah."Sejak kapan Mama jadi akrab sama mamanya Joselyn, Ma?"Aldo menangkap binar cerah terpancar di mata itu. Kembali raut wajah seseorang yang pernah menjadi sosok paling spesial dalam hati Aldo muncul dan bertahan diingatannya sampai beberapa saat. Membuat sebuah pertanyaan muncul di kepala Aldo.'Apa kabar Joselyn sekarang?'"Ah waktu itu Mama bantuin dia ngurus kasus plagiarisme, Al. Buku dia ada yang diplagiat sama penulis online. Jadi dia bawa ke jalur hukum. Sejak itu Mama sama dia jadi akrab. Dia menang penuh di kasus itu."Kepala Aldo terangguk. Hatinya meronta-ronta ingin mengungkapkan rasa penasaran yang menganggu, namun entah mengapa Aldo ragu. Perlukah dia menanyakan itu?"Habis putus dari kamu dulu, kata Mamanya, Joselyn nggak pernah pacaran lagi, Al. Kayaknya masih sayang deh sama kamu!"Setitik perasaan hangat menjalar di relung hati Aldo. Entah mengapa rasanya dia begitu bahagia mendengar kalimat itu. Benarkah? Tapi apakah mungkin?"Minggu depan, ya? Mama jemput nanti. Dia pasti seneng banget kalau tau kamu ikut jemput dia, Al!"Aldo tersentak, ia menoleh dan menatap nanar wajah yang nampak begitu bersemangat. Kening Aldo berkerut, mamanya ini sudah tahu kalau Aldo sudah menikah, kan? Kenapa dia malah seperti mendorong Aldo bertemu kembali dengan masa lalunya?"Ma ... serius Mama mau ajak Aldo?" tanya Aldo ragu."Loh, memangnya kenapa sih? Nggak ada masalah kalau kamu mau ikut."Dengan perlahan Aldo menggaruk kepalanya. Ia makin tidak mengerti, kenapa sikap mamanya jadi seperti ini? Seolah-olah Aldo ini belum menikah. Padahal semua orang menekankan bahwa dia sudah menikah dan hampir menjadi seorang ayah."Aldo udah nikah, Ma!" entah mengapa, meskipun ragu dia benar sudah pernah menikah, namun kalimat itu yang meluncur keluar dari mulut Aldo."Ah! Itu lagi!" decit Yuri dengan wajah yang otomatis menjadi masam. "Mama nggak ngerti ya, Al, kenapa dulu kamu mau nikahin dia? Sampai kamu berani-beraninya ngelawan Mama."Mata Aldo membulat. Apa yang barusan dia dengar ini? Tidak salah? Dia sampai berani melawan Yuri hanya demi menikahi wanita tadi?"Yang bener, Ma?" tanya Aldo dengan tatapan tidak percaya.Yuri mendesah panjang, ia meraih cangkir miliknya, meneguk isi cangkir itu perlahan-lahan dengah sedikit santai."Apa gunanya Mama bohong? Entah apa yang dulu merasuki kamu, Al! Mama sendiri tidak tahu!"Bisa Aldo lihat, ekspresi Mamanya sangat tidak senang. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa sepertinya Yuri tidak suka dengan Amanda?"Jujur, Ma ... Aldo sendiri tidak ingat kapan nikah. Sama perempuan tadi ... jujur Aldo juga tidak ingat siapa dia, kapan ketemu dan kenapa mendadak orang-orang menyatakan bahwa dia itu istri Aldo?"***"Mbak Yuri di sana?"Amanda menghela napas panjang. Kalau saja istri dari papa mertuanya itu ada di depan Amanda, rasanya Amanda memilih untuk mengangguk perlahan sebagai jawaban dari pertanyaan yang tadi diajukan kepadanya."Iya, Ma. Udah dari beberapa saat yang lalu." jawab Amanda dengan sedikit terpaksa, bukan karena malas bicara pada sosok itu, hanya saja Amanda takut tangisnya kembali pecah jika membahas ibu kandung dari suaminya itu."Ngomong apa aja sama kamu, Nda? Udah nggak usah didengerin ya, Nda?"Seulas senyum Amanda tersungging, dengan sekuat tenaga Amanda menahan air matanya agar tidak menitik. Dadanya mendadak terasa sesak. Yuri adalah sosok yang menjadi cobaan dalam kehidupan pernikahan Aldo dengan Amanda sejak dulu."Amanda nggak berani turun, Ma. Jujur belum siap aja ketemu Mama Yuri dengan kondisi yang masih begini." desis Amanda lirih, ia gagal menahan air mata, air matanya menitik membasahi pipi."Huft!"Helaan napas kasar itu terdengar dari seberang, membuat Amanda buru-buru menyeka air mata yang kini membasahi pipi. Bahkan bekas air mata yang belum kering Amanda hapus, sudah basah lagi karena tetes air mata baru."Lebih baik memang kamu jangan turun, Nda. Papamu belum pulang?""Belum, tapi nggak tau kalau sekarang, Ma. Amanda belum berani keluar dari kamar lagi."Mata Amanda melirik jam dinding yang tergantung di tembok, sudah cukup malam rupanya. Ia berharap sosok itu sudah kembali pulang. Jadi Amanda bisa turun untuk setidaknya mengecek kondisi sang suami."Ok kalau begitu, Nda. Mama tutup dulu, ya? Kabari Mama kalo ada apa-apa, Nda."Kini Amanda tidak berani menjawab. Isaknya hampir saja pecah. Ia benar-benar tidak mengerti, kenapa bisa mertua tirinya itu begitu sayang dan peduli padanya. Sedangkan Mama kandung sang suami teramat sangat membenci Amanda. Apa salah Amanda memangnya?"Udah nangisnya, dong!"Amanda menutup wajahnya setelah meletakkan ponsel. Jujur ia sangat lelah hari ini dan menangis hanya membuat lelahnya makin menjadi-jadi."Hey, Sayang ... kita kuat ya, Nak?" Pandangan dan fokus Amanda beralih. Ia mengelus perutnya dengan begitu lembut.Setitik perasaan haru dan bahagia menjalar di relung hati Amanda, sedikit mengurai dan mengurangi segala macam perasaan duka yang hari ini mencengkeram kuat hati Amanda."Udah bisa denger Mama, kan? Bantu doa ya, Sayang ... moga papa bisa cepet ingat sama kita ya, Nak? Mama yakin, entah kapan ... Papa akan ingat semua hal tentang ingatan papa yang hilang itu."Suara Amanda bergetar, ia sendiri tidak tahu kapan saat itu datang. Yang jelas, jauh di dalam relung hati Amanda, ia yakin bahwa Aldo akan kembali mengingat Amanda. Mengingat kisah cinta mereka dengan segera."Mama harap, sebelum kamu lahir papa udah sembuh ya, Sayang ... Biar nanti papa bisa adzanin kamu, gendong kamu tanpa harus meragukan Mama dan kamu lagi."Hati Amanda kembali pedih ketika ingat Aldo dengan begitu entang bertanya perihal anak dalam rahim Amanda.'Benar itu anakku?'Pertanyaan macam apa itu? Memang Aldo pikir Amanda ini wanita macam apa? Amanda berani bersumpah bahwa tidak ada lelaki lain yang menyentuh tubuhnya kecuali Aldo! Hanya Aldo yang pertama dan satu-satunya! Kenapa bisa Aldo mempertanyakan janin dalam kandungan Amanda?"Apakah ketika sudah berhasil mengingat semua kenangan kita, kamu akan menyesal sudah mempertanyakan hal itu kepadaku, Bang?""Ah! Pelan, Nda!"Mata Aldo terpejam, kakinya sesekali bergetar ketika Amanda memijat miliknya dengan lembut. Rasanya begitu nikmat dan hangat. Sebuah perasaan yang entah mengapa rasanya cukup familiar dalam diri Aldo. Ia membuka mata, menatap Amanda yang duduk di hadapannya, sembari terus melakukan hal itu. Jadi ini rahasia mereka? Kembali mata Aldo terpejam, berusaha menyibak memori yang ada dalam otaknya. Namun, rasa nikmat yang Aldo rasakan, membuat konsentrasi Aldo buyar, tubuhnya lebih memilih merespon sentuhan sensual itu daripada menggali ingatan yang entah dimana adanya. "Nda ... cepetin, Nda!" racau Aldo yang sudah tidak kuat lagi menahan ledakan yang sudah di ubun-ubun itu. Benar saja, tak perlu waktu lama ledakan itu menyapa Aldo dengan begitu nikmat. Ia melengguh panjang, satu tangannya mencengkram kuat rambut Amanda, tubuh Aldo bergetar hebat, bersamaan dengan menyemburnya cairan hangat itu hingga memenuhi rongga mulut Amanda.Perang di pagi itu usai! Aldo kalah, i
"Aku paham Abang mungkin masih bertanya-tanya dan belum bisa percaya kalo ini beneran anak kamu setelah kejadian itu. Tapi Tuhan tahu, Bang ... tahu sekali siapa bapak dari anak ini." lanjut Amanda seolah menampar Aldo keras-keras. "Tuhan juga tahu bahwa selama hidupku, diusiaku saat ini, aku hanya pernah tidur dengan satu laki-laki."Aldo mengangkat wajah, menatap Amanda yang tengah sibuk menyeka air mata. Perlahan ia menarik tangan dari perut Amanda, sedikit bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. "Bantu aku buat ingat semua, Nda." ucap Aldo kemudian, mendadak ia benci melihat Amanda menangis. Amanda mengangguk, senyum itu kembali menghiasi wajahnya. "Tanpa kamu minta, itu yang akan aku lakukan, Bang. Jangan khawatir." ucapnya lirih. "Karena Abang baru tidak enak badan, untuk hari ini Abang bisa istirahat dulu."Aldo mengangguk, ia setuju dengan apa yang Amanda sarankan barusan. "Kamu mau kemana?"Bisa Aldo lihat wajah itu nampak terkejut, ia menatap Aldo dengan tatapan tidak
"Apa?"Kamila memejamkan mata, ia mendengar dengan jelas pekikan itu dari seberang. Sembari memijit pelipis, ia bersandar di kursi, menantikan reaksi lanjutan dari lawan bicaranya. "Hari ini mereka ada janji, kan? Atau biar nanti Al--""Jeng!" potong Kamila sebelum kalimat itu selesai. "Papa Josselyn mati-matian nggak setuju kalau Josselyn sama Aldo."Hening. Tidak kunjung ada jawaban membuat Kamila jujur resah. Gunawan sudah bertitah bahkan setengah mengancam. Bukan main-main, akan menjadi masalah besar kalau sampai Kamila nekat merealisasikan rencananya bersama Yuri. "Tapi kenapa, Jeng? Kita udah sepakat dan keduanya pun mau." Kamila menggigit bibir, ia harus mencari cara supaya Yuri tidak tersinggung dengan penolakan yang hendak dia katakan. "Karena status Aldo, Jeng. Bagaimanapun dia suami orang, dan istrinya sedang ha--""Astaga!" potong suara itu cepat. "Mereka akan segera bercerai, Jeng. Dia tidak hamil anak Aldo."Kembali Yuri menginterupsi, setengah memaksa seperti biasa
"Lyn, ada acara hari ini?"Josselyn membelalak, mulutnya yang penuh oatmeal membuat Josselyn tidak bisa langsung menjawab. Buru-buru ia menelan overnight oatmeal dalam mulut, lalu menjawab pertanyaan yang dilontarkan Gunawan. "Ng-nggak ada, ada apa, Pa?" Tentu Josselyn penasaran, apakah ini ada hubungannya dengan pembicaraan mereka semalam? "Sekali-kali, ikutlah papa ke kantor, Lyn. Sampai jam makan siang aja deh. Gimana, tertarik?" Tawar Gunawan yang makin membuat Josselyn yakin ini ada hubungannya dengan obrolan mereka semalam.Josselyn melirik ke arah sang mama, Kamila nampak pura-pura sibuk dengan semangkuk salad di atas meja, membuat Josselyn kembali menatap ke arah Gunawan dan mengangguk pelan."Oke! Habis ini Josselyn ganti baju dulu." Ucapnya yang seketika membuat Gunawan tersenyum lebar. "Nah gitu dong! Papa pengen kamu sekarang tiap hari ikut ke kantor, terus nanti papa mau tempatin kamu di jajaran manager, sekalian belajar." Titah Gunawan yang kembali membuat Josselyn me
"Al ... Aldo? Kamu nggak apa-apa, Al?"Aldo dengar suara itu, suara yang sangat familiar di telinganya. Siapa lagi kalau bukan Adnan? Perlahan-lahan Aldo memaksakan diri membuka mata, rasanya begitu berat, terlebih sakit yang mencengkeram kepalanya makin membuatnya sedikit kesulitan. "Pelan-pelan, Al. Jangan dipaksa!" Gumam suara itu diikuti remasan tangan yang kuat tapi lembut di telapak tangan Aldo.Kalau ini, Aldo yakin bukan tangan papanya! Tangan Adnan tidak sekecil dan selembut ini! Aldo terus berusaha, hingga kemudian akhirnya Aldo berhasil membuka pelupuk mata. Perlahan-lahan Aldo menatap sekeliling, benar saja, ada Adnan di sana dan jangan lupa, wanita dengan wajah khawatir itu duduk tepat di sisi Aldo, meremas tangannya dengan begitu lembut. "Papa ... Aku kok bisa di sini?" Tanya Aldo sedikit terkejut. Bukannya tadi .... "Memang tadi kamu di mana, Al?" Tanya Adnan dengan seulas senyum tipis. "Di kamar mandi. Tadi aku mau mandi mandi, Pa!" Jawab Aldo yang ingat betul bahw
"Kamu belum tidur?"Aldo terkejut, jantungnya berdegup dua kali lebih cepat. Dia macam maling yang tertangkap basah. Mendadak ada sebuah perasaan takut menjalar di hatinya, sebuah ketakutan yang sama seperti ketika ia melihat Adnan berdiri menatapnya dengan tatapan tajam di depan pintu. Apa Jangan-jangan ... "Belum, Bang. Nungguin kamu pulang." Wajah itu tersenyum, tanpa ada sorot kemarahan di sana yang seketika membuat Aldo refleks menghela napas panjang. Dengan perlahan Aldo menutup pintu, melangkah masuk ke dalam dengan hati yang sedikit lebih tenang. Ia masih tidak tahu harus berbuat apa, berkata apa atau membahas apa, ketika kemudian pertanyaan itu terlontar dari bibir Amanda. "Abang mau mandi? Biar aku siapkan baju gantinya."Aldo menoleh, sorot mata itu masih tidak berubah membuat Aldo lantas menganggukkan kepalanya dengan cepat. Memang dia perlu mandi, mungkin guyuran shower bisa sedikit menenangkan hati dan pikirannya yang kacau. "Yaudah kalau gi--""Nda!" Aldo refleks me