Senyum dan keramahan yang ditampilkan Alina membuat hati Pandu ketar-ketir. Bukannya ia tak senang dengan kedatangan wanita itu, tetapi ada pria lain yang membawa Alina ke ruangan ini. Pandu terlalu percaya diri. Dulu ia beranggapan bahwa kesendirian Alina selama ini karena cinta wanita itu terlalu besar padanya. Namun, ternyata salah.Alina mengikuti langkah Fusena dan menangkupkan kedua tangan di dada, ketika berkenalan dengan rekan-rekan Fusena. Sesaat, sorot mata Alina dan Pandu bertemu. Namun, wanita itu segera mengalihkan pandangan. Ia terlihat santai dan mampu mengatasi gejolak di hati. Alina sudah memprediksi dan mempersiapkan kejadian ini dari awal. Namun, tidak dengan Pandu. Ia terlihat syok, mukanya mendadak pias. Berkali-kali ia meraup udara, agar bisa menahan rasa yang membuatnya menjadi lemah.Rosa hanya terdiam. Pandangan Rosa beralih pada Pandu yang dari tadi tak putus menatap Alina. Rosa cemburu, karena di saat bersamanya, pria itu menatap Alina tak berkedip. Sorot m
Sepanjang jalan, Pandu tak bersuara. Beberapa kali Rosa mengajaknya bicara, tetapi pria itu tak menanggapi. Meskipun Rosa sudah berulang kali diabaikan, tetapi ia tahu bahwa sikap Pandu kali ini karena pengaruh wanita masa lalunya.“Ternyata semua yang kamu berikan pada Alina, ia gunakan untuk berkencan dengan pria lain.” Ucapan Rosa mampu membuat Pandu terusik. “Aku pikir, ia adalah wanita terhormat yang selalu menjaga harga dirinya untuk enggak berkhalwat dengan pria yang enggak halal dengannya. Ternyata, ia enggak sebaik yang kamu ucapkan.”“Alina enggak berduaan dengan Fusena, tetapi menghadiri jamuan makan malam dengan banyak orang. Kan, kamu juga ada di sana.”Rosa tersenyum sinis. “Selama jamuan makan malam, mereka memang enggak berdua. Lalu, bagaimana dengan perjalanannya dari rumah ke sini? Kemudian kembali lagi ke rumah. Bisa saja, kan, mereka singgah ke mana atau melakukan sesuatu di dalam mobil.”Pandu tersulut, lalu menginjak rem kasar hingga decit ban terdengar beradu as
Pandu duduk termenung di sudut masjid. Tetes demi tetes air matanya jatuh. Sejak pertemuan dengan Alina, pria itu merasa patah hati. Ternyata ia tak bisa kehilangan Alina untuk kedua kalinya. Doa yang ia lantunkan setiap malam pada Sang Khalik membuatnya takut. Pandu takut Allah tak meridai, karena wanita itu terlalu baik untuk dirinya yang berlumur dosa. Inikah hukuman yang harus ia bayar? Kehilangan Alina lebih menyakitkan, daripada kehilangan seluruh harta yang telah ia kumpulkan. “Saya mencintainya, Ustaz, tetapi langkah saya terbatas untuk memilikinya,” lirih Pandu. Ustaz Ahmad yang baru saja bergabung menatap pria yang tertunduk itu lekat. “Cinta itu fitrah. bersama cinta, akan ada keindahan, kedamaian, dan pengabdian. Pada saat seseorang mengetuk hatimu, biarkan akal yang membukanya. Jangan biarkan hati yang membuka. Jadikan akal yang menguasai perasaanmu, jangan jadikan perasaan yang menguasai akalmu.”Pandu terdiam. Dulu ketika ia mencintai Rosa, perasaannyalah yang menguas
Pandu bahagia. Setelah beberapa lama, ia kembali menikmati kebersamaan dengan kedua buah hatinya, mesti hal itu tak lengkap. Namun setidaknya ia bersyukur, Allah memberinya kesempatan untuk menjadi ayah yang baik. “Kapan kamu ke kantor, Papa?” tanya Pandu pada Zyan.“Aku enggak berminat, Pa. Aku ingin berdiri di atas kakiku sendiri dan menjadi seorang arsitek.”“Bisnis Papa sangat cocok dengan pendidikanmu. Lagi pula, untuk siapa Papa bekerja keras kalau bukan untuk kalian. Bryan sudah mulai membantu papanya di kantor. Papa juga ingin kamu melakukan hal yang sama.”“Sekarang Papa tinggal di mana?” Zea bertanya.Pandu tersenyum. Ia bahagia, putrinya memanggilnya papa. “Di tempat yang bagus, yang selalu membuat Papa mengingat kalian.”Pandu menghela napas panjang, kemudian mengembuskannya perlahan. Ia menatap kedua anaknya yang makan dengan lahap. Seulas senyum tercipta. Dulu mereka masih kecil, sekarang sudah besar. Enam tahun telah membuat mereka tumbuh dengan cepat. “Apa mamamu akan
Rosa memijat kepala yang terasa pusing. Deretan angka yang ia baca membuatnya harus berpikir keras, bagaimana untuk menanggulanginya. Meningkatnya jumlah konsumen, membuat penjualan gamis ‘Rose’ makin laku di pasaran. Follower beberapa akun media sosial Rosa juga naik drastis. Ini merupakan peluang bagi Rosa untuk mengepakkan sayap bisnisnya dengan membuat gamis dan hijab syar’i terbaru. Tema yang ia usung adalah pakaian syar’i untuk remaja putri. Para desainer telah merancang sebaik mungkin, dengan perpaduan warna-warna lembut favorit gadis remaja.Model untuk brand gamis ‘Rose’ telah ditentukan. Rosa memilih seorang artis remaja yang sedang naik daun sebagai brand ambassador. Sebuah hotel bintang lima telah ia booking untuk launching produk terbarunya tersebut, serta penambahan beberapa butik di daerah telah siap memasarkan gamis terbaru ‘Rose’. Selain itu, Rosa juga membekali reseller yang terdiri dari ibu-ibu rumah tangga untuk siap bersaing dengan produk serupa. Semua memerlukan
Pandu dan Alina menjawab bersamaan, “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatu.” Hati Pandu yang tadinya tenteram menjadi tak nyaman karena kehadiran Fusena. Senyum pria itu begitu semringah menatap Alina. Bahkan, ia membawa sebuah buket bunga mawar merah untuk Alina.Wanita itu menerima dengan senang hati, kemudian mempersilakan Fusena bergabung bersama mereka. Melihat senyum Alina yang begitu bahagia saat menerima pemberian Fusena, membuat hati Pandu sakit. Semenjak mereka berpisah, tak satu kali pun Alina tersenyum sebahagia ini kepada Pandu. Bahkan pria itu ingat, ia tak pernah menghadiahi Alina bunga, karena Pandu bukanlah seorang suami yang romantis. Perlakuan Fusena saat ini menyadarkannya, bahwa wanita butuh perhatian dan hadiah kecil dari pasangannya.“Sudah lama, Pak Pandu?” tanya Fusena yang duduk di sampingnya.Pandu tersenyum. “Belum lama ini.” Tak ingin membuat Fusena curiga, pria itu kembali angkat bicara, “Saya ingin bertemu dengan anak-anak.”“Ya, saya senang Pak Pan
Setelah memarkirkan mobilnya di depan minimarket, Rosa berjalan menyusuri gang menuju tempat tinggal Pandu. Beberapa hari ini hanya Pandu yang tinggal di tempat itu, sementara Rosa menolak dengan alasan kesehatan Shanum. Di depan pintu, Rosa tertegun. Suara Pandu yang sedang membaca Al-Qur’an terdengar serak. Perlahan, wanita itu mengintip dari jendela. Pandu memakai koko putih sedang duduk bersila, sebuah Al-Qur’an berada di pangkuannya. Rosa tak berani masuk. Bahkan, untuk mengetuk pintu pun ia segan. Pandu begitu khusyuk mengaji. Rosa bisa melihat tetesan air mata Pandu jatuh bersamaan getaran suara yang menyentuh hati. Dalam pertobatan mereka, Rosa akui, Pandu lebih baik dari dirinya. Pandu benar-benar berubah. Bahkan, pria itu seperti menutup diri dari kemilau dunia.Setelah Pandu menghentikan bacaannya, Rosa mengetuk pintu. Tak berapa lama, pria itu keluar. Wajahnya bersinar dan sorot mata Pandu tampak teduh. Walaupun tinggal di tempat sederhana, pesona pria itu begitu menenter
“Kenapa kamu mau menikah denganku, Ros? Padahal kamu tahu kalau aku pria enggak baik, pembohong, tukang selingkuh, dan jahat pada istri sendiri. Enggak ada yang istimewa dariku,” tanya Pandu menatap wanita itu lekat. “Apa karena harta yang aku punya, hingga kamu tertarik? Hartaku enggak banyak, Ros. Belum ada apa-apanya dari kekayaan yang ada di bumi ini.”Rosa diam, tak berani menyela pembicaraan Pandu.“Betapa mahal yang harus kita bayar di akhirat kelak. Aku takut, Ros. Aku takut enggak sanggup menghadap Allah dengan wajah penuh dosa.” Pandu tertunduk, tubuhnya bergetar hebat. Dulu, ketika cinta berlandaskan nafsunya menggelora, ia tak ingat nasib setelah kematian. Dengan mudah berbuat dosa dan menjatuhkan talak pada Alina. Sekarang, ketika cintanya pada Alina bertakhta, Pandu takut dan bingung, apakah ia harus melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya? Matanya basah. Pandu mengusap tetesan air yang jatuh. Pandu seperti kehilangan peluang untuk kembali pada cinta pertamanya. Al