Share

Bab 4

Penulis: Rifatul Mahmuda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-02 12:23:03

Tak ingin menghabiskan waktu menghadapi mertua serta suaminya, Livia memilih keluar dari sana dan menuju rumahnya yang berada tepat disamping rumah sang mertua.

Teriakan Hakam yang memanggilnya tak ia hiraukan. Livia terus berjalan. Yang ia pikirkan hanya ingin segera menyiapkan segala keperluan Yazeed dan kembali ke rumah sakit.

"Kenapa kamu berubah begini, Livia?" Ternyata Hakam menyusul Livia pulang, dia berjalan menghampiri sang istri yang tengah fokus memasukkan beberapa lembar bajunya dan Yazeed kedalam sebuah tas.

Livia tak menjawab bahkan menoleh pun tidak. Perempuan itu tampak cuek, seakan tak menganggap keberadaan Hakam di sana.

"Livia, jawab aku!" Kesal tak mendapat jawaban dari istrinya, Hakam menarik tangan perempuan itu hingga berhadapan dengannya.

Livia menatap Hakam datar, muak dan benci menyatu dalam diri perempuan itu. Kebencian terpancar jelas di matanya, melihat tatapan istrinya yang terlampau datar membuat Hakam menelan ludah. Tak pernah sebelumnya Livia menantangnya seberani ini. Dia yakin, ada yang salah dari diri perempuan itu.

"Berhenti mengoceh, Mas! Aku tak punya banyak waktu untuk menanggapi ocehanmu itu, keadaan anakku jauh lebih penting sekarang," ucap Livia datar. Dia kembali berbalik dan segera menyelesaikan pekerjaannya.

Setelah dirasa semua barang yang ia perlukan selesai ia masukkan, Livia langsung menutup tasnya dan berjalan keluar. Hakam tak berbuat apa-apa melihat tingkah istrinya itu, dia hanya bisa terdiam dan menatap kepergian Livia yang sudah menaiki motor yang entah dari mana ia dapat.

Setelah Livia menghilang dari pandangannya, Hakam menyugar rambutnya kasar. Apa yang terjadi pada Livia? Tidak mungkin hanya gara-gara dia tak jadi ke rumah sakit perempuan itu marah padanya, kan? Lagi pula, seharusnya Hakam yang lebih marah karena sifat Livia yang dianggap tak sopan pada ibu juga kakaknya.

*

Malam itu, Livia menghabiskan waktunya seorang diri di rumah sakit untuk menjaga Yazeed. Kadang ia merasa iri melihat orang-orang yang satu ruangan dengannya selalu ditemani dan dibantu suaminya. Kapan ia bisa seperti itu?

"Suamimu nggak datang?" Wanita yang tadi siang membantu menjaga Yazeed menghampiri Livia yang tengah menggendong Yazeed yang tengah rewel.

Livia menoleh dan hanya menggeleng, hatinya teriris mendengar pertanyaan itu. Rasa benci dan marahnya pada Hakam makin menjadi. Bagaimana bisa laki-laki itu tidur tenang di rumah sedang istrinya tengah berjuang di rumah sakit menjaga anak mereka?

"Dari tadi saya lihat mbaknya belum makan. Mari sini biar saya yang jaga Yazeed, mbaknya makan aja dulu." Wanita itu kembali menawarkan kebaikannya.

"Eh, apa nggak merepotkan, Bu?" tanya Livia sungkan.

"Enggak, kok. Kebetulan anak saya lagi ada ayahnya yang jaga." Wanita itu tersenyum tulus.

Livia merasa terharu atas kebaikan wanita itu. Karena perutnya yang memang sudah sangat perih dan lapar, dia langsung menyerahkan Yazeed pada wanita itu sedang dia segera turun menuju kantin.

"Mau pesan apa, Mbak?" tanya wanita penjaga kantin begitu melihat Livia yang tampak kebingungan berdiri didepan etalase miliknya.

"Eum ... nasi putih sama orek tempe aja berapa, Bu?" tanya Livia.

"7 ribu, Mbak." Wanita itu menyahut sambil terus menyiapkan pesanan yang lain.

"Saya pesan satu, ya, Bu. Makan di sini saja," kata Livia yang dibalas anggukan oleh wanita itu.

Selagi pesanannya dibuat, Livia memilih duduk disalah satu kursi. Keadaan kantin cukup ramai, Livia memperhatikan setiap pelanggan yang sibuk menikmati hidangan didepan mereka. Perempuan itu menelan ludah, sebenarnya dia ingin sekali memesan lauk ayam atau ikan gulai. Tapi uang di tangannya yang hanya tersisa 50 ribu. Ia takut akan ada keperluan mendesak nantinya.

"Ini, Mbak. Silahkan." Pesanan Livia sudah datang, tapi kening perempuan itu berkerut heran saat melihat lauk yang ada di piringnya.

Dia hanya memesan orek tempe sebagai lauk, kenapa di piringnya ada tambahan ayam dan juga ikan? Ah, sepertinya wanita itu salah dengar, pikirnya.

"Maaf, Bu. Sepertinya pesanan saya salah, saya hanya pesan orek tempe tadi," ujar Livia sopan.

"Iya, itu sengaja saya lebihkan buat mbaknya." Wanita itu tersenyum, kemudian segera berlalu sebelum Livia sempat mengucapkan terimakasih. Sekali lagi, dia tak menyangka akan kembali bertemu orang baik yang sudi membantunya padahal tak saling mengenal.

Dengan cepat, Livia segera melahap makanannya. Perempuan itu sudah benar-benar lapar, sebab tadi siang dia hanya makan roti sebagai pengganjal perutnya.

Tak perlu waktu lama, nasi di piringnya sudah habis tanpa ada sisa. Tak lupa dia mengucap syukur, kemudian segera bangkit untuk membayar.

Selesai membayar dan mengucap terimakasih pada penjual yang sudah berbaik hati tadi, Livia bergegas kembali naik ke lantai 2.

Sesampainya di ruangan sang anak, Livia terkejut dengan mata membola melihat Yazeed berada dalam gendongan seorang laki-laki. Kenapa dia di sini?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mengemis Maaf Istriku    Bab 80

    "Gheza! Apa yang sedang kalian lakukan?!" Murka Ghani.Kedatangan sang Papa yang tiba-tiba tentu saja mengejutkan Gheza. Laki-laki itu langsung mendorong Kaluna hingga perempuan itu terjengkang jatuh, sedang dia langsung berdiri gugup sambil merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan.Kaluna mengaduh kesakitan dan segera dibantu berdiri oleh Sahira –sekretaris pribadi Gheza. Ghani sendiri masih berdiri ditempatnya tanpa mengalihkan pandangannya dari sang putra.Tatapan mata pria itu tajam bagai elang, dia murka sebab tak menyangka jika sang putra akan seberani itu dan melakukannya di kantor."Pa, ini semua tidak seperti yang Papa bayangkan," kata Gheza gugup, dia mendekati Ghani yang masih saja menatapnya."Alasan apa yang ingin kamu lontarkan, Gheza? Dengan melihat posisi kalian saja, Papa tau apa yang akan terjadi selanjutnya jika kami tidak segera datang. Iya, kan?!" cemooh Ghani.Kaluna menundukkan wajah, dari gesturnya sengaja ia buat seolah merasa bersalah didepan Ghani. Padah

  • Mengemis Maaf Istriku    Bab 79

    "Mama? Mama memecat Mbak Livia, Mbok?" tanya Ghaida tak percaya. Masitah hanya mengangguk mengiyakan, setelahnya Ghaida langsung berlari masuk meninggalkan Masitah di sana. Sementara itu, Masitah kembali ke dapur. Ghaida sendiri masuk kedalam sembari memanggil-manggil sang Mama. Nia yang tengah berada didalam kamar pun langsung keluar begitu mendengar panggilan Ghaida. "Ada apa, sih, Ghaida?" gerutu Nia. "Bener Mama mecat Mbak Livia?" Ghaida menatap sang Mama dengan mata berkaca-kaca, Nia tergemap tapi segera bisa menguasai diri. "Iya." Nia mengangguk, Ghaida menghempaskan napas kasar. "Kenapa? Apa salah Mbak Livia, Ma? Apa karena perintah Papa?" cecar Ghaida. "Mbak Livia itu kerja untuk biaya hidup dia dan Yazeed, Ma. Dia butuh kerjaan ini, kenapa Mama tega sekali?" tambah Ghaida lagi. Nia menghempaskan napas pelan, kemudian wanita itu berjalan santai menuju ruang tengah. Ghaida mengekor dibelakang sang Mama, bahkan ikut duduk sesaat setelah Nia menghempaskan bokongnya

  • Mengemis Maaf Istriku    Bab 78

    "Ta–tapi ... apa salah saya, Nya?" Suara Livia terdengar lirih, mungkin tak menyangka jika hari ini adalah hari terakhir ia bekerja.Nia menggigit bibir, ia tak kuasa menatap wajah Livia maka ia memilih memalingkan wajah. Keputusan itu diluar kendalinya, ia terpaksa melakukan itu demi kebaikan perempuan itu juga."Apa pekerjaan saya kurang memuaskan, Nya? Saya mohon, beri saya satu kesempatan lagi dan saya janji akan memperbaiki semuanya. Sa–saya sangat butuh pekerjaan ini, Nya ... saya ... saya nggak mau bergantung hidup terus sama Si Mbok tanpa membantu sedikit pun." Livia memohon, mencoba merayu sang majikan. Namun, Nia tak sedikit pun menoleh padanya. Wanita itu hanya menggeleng menandakan ia tetap pada keputusannya."Maaf Livia, keputusan saya mungkin mengecewakanmu. Tapi maaf, saya tidak bisa mempertahankan kamu di sini lagi." Nia berusaha tegas.Livia menitikkan air matanya, perempuan itu menunduk dalam sembari memandang amplop cokelat yang diberikan sang majikan. Yazeed yang d

  • Mengemis Maaf Istriku    Bab 77

    Ghaida mengetuk pintu kamar Gheza. Gadis itu menunggu didepan kamar, tapi tak ada sahutan dari dalam. Karena khawatir dengan sang kakak, Ghaida kembali mengetuk pintu cukup keras, kemudian memutar handle pintu. Namun, Ghaida terkejut sebab pintu tak terkunci. Gadis itu bergegas masuk dan memanggil Gheza, keadaan kamar sang kakak kosong, tapi ia melihat pintu balkon kamar laki-laki itu terbuka sedikit. Dengan langkah lebar, Ghaida menuju balkon dan menemukan Gheza yang tengah berdiri membelakanginya."Mas?" panggil gadis itu lirih, dia tau keadaan sang kakak pasti tengah remuk.Gheza menoleh tanpa memutar badannya, sekilas dan kembali mengarahkan pandangannya kedepan. Ghaida mendekat dan berdiri disamping Gheza, meski kehadirannya seakan tak dihiraukan."Kamu keren, Mas," kata gadis itu membuat Gheza meliriknya dengan mata menyipit."Kamu keren karena berani ngelawan Papa." Ghaida terkekeh sesaat setelah mengucapkan kalimat itu.Gheza berdecak dan kembali membuang muka. Tatapannya jau

  • Mengemis Maaf Istriku    Bab 76

    "Anda tak punya hak bicara seperti itu padaku, Pak! Kalian bukan siapa-siapanya Livia, saya adalah suaminya yang sah secara hukum dan agama!" balas Hakam menuding wajah Muis marah."Kami memang bukan siapa-siapanya jika dilihat dari silsilah, tapi ... dengan kami lah Livia dan Yazeed merasa nyaman dan aman. Apa kalian pernah memberi secuil kebahagiaan pada mereka selama ini?" Muis menatap Hakam remeh, kemudian bergantian melirik pada Karim dan Hanum yang tertunduk dalam mendengar kalimatnya barusan."Dengar, kalau kalian memang keluarganya, tak mungkin Livia memilih rumah lain untuk dijadikan aduan. Karena apa? Karena kalian yang tak pernah menganggapnya ada." Muis menegaskan setiap katanya.Hakam semakin emosi mendengarnya, meski yang dikatakan Muis adalah sebuah fakta yang tak bisa dielakkan.Laki-laki itu maju ke depan, berhadapan langsung dengan pria paruh baya yang sudah menyembunyikan istrinya selama ini. Melihat ketegangan yang ada, buru-buru Livia melepas diri dari Masitah dan

  • Mengemis Maaf Istriku    Bab 75

    "Apa yang terjadi, Mas? Apa yang ingin kalian ceritakan?" tanya Livia.Mereka sudah duduk di teras rumah Masitah. Livia terpaksa menunda keberangkatannya sebab kedatangan tamu yang tak diduga pagi itu.Karim menarik napas panjang, kemudian bertatapan dengan Hanum yang duduk disampingnya. Hanum sendiri ragu, takut setelah Karim menceritakan itu masalah akan melebar kemana-mana."Ceritakan saja. Aku tak punya banyak waktu," desak Livia, sebab melihat Karim yang tak kunjung bersuara."Livia, Mas pernah tak sengaja mendengar percakapan Ibu dan bapak. Mereka ... membahas tentang kamu. Dan ternyata, kita tidak lahir dari rahim yang sama."Kalimat Karim barusan berhasil mengejutkan Livia. Dia tertegun, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar."M–maksudnya?" Livia tetap melontarkan pertanyaan itu, meski ia sendiri sudah paham dengan maksud kalimat sang kakak.Karim tak menjawab, suasana berubah hening. Tak ada satu pun diantara mereka yang berani bersuara, apalagi Hakam yang masih men

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status