Share

Aku Harus Hamil

Mazaya sudah bangun pagi-pagi sekali. Dia sempat melihat Riki baru pulang dari mesjid. Riki tak sedikit pun menatapnya, dia sangat tidak peduli, bersikap seolah-olah dia tinggal sendiri di rumah ini.

Mazaya semakin benci melihat keangkuhannya, bukankah statusnya cuma numpang di rumah ini, tapi berlaku seolah-olah ini adalah rumah orangtuanya.

Mazaya mengekori gerakan Riki dengan matanya, dia dengan santai membuat kopi untuk dirinya sendiri. Duduk di meja makan sambil membaca koran. Tak sedikit pun dia berminat melihat Mazaya walaupun sekilas.

Mazaya sudah tidak tahan lagi, dia mendekati Riki dan merebut koran di tangan Riki secara kasar. "Kau! hanya seorang supir, tak layak bersikap sok berkuasa di rumahku."

Riki memandang koran dan wajah Mazaya secara bergantian. Kemudian bersikap tak peduli, ucapan pedas dan penghinaan itu sudah biasa baginya.

Melihat kecuekan Riki, Mazaya mengamuk, dengan cepat diambilnya kopi di tangan Riki dan dilemparkan ke dalam westafel. Riki menghela nafas, mengeluarkan kertas andalannya.

"Apa maumu?"

"Bersikaplah seperti seharusnya! kau hanya supir."

Riki menatap wajah cantik itu penuh benci, kemudian menulis lagi,  "kau yang seharusnya bersikap layaknya dirimu, tidak pantas seorang majikan mengunjungi kamar supirnya di tengah malam, memakai pakaian terbuka dan memancingku...."

Mazaya terperangah, si Bisu sudah berani padanya sekarang. Dia sangat malu, harga dirinya terinjak-injak, ternyata lima tahun bisa mengubah seseorang dari penakut menjadi pemberani. Biasanya dia hanya akan menundukkan wajah apabila mendapat intimidasi dari Mazaya, tapi sekarang matanya bahkan berani menantang mata Mazaya secara terang-terangan.

"Kau! mulutmu sangat kurang ajar." Mazaya melayangkan tamparan di wajah bersih Riki, dengan sigap tangan Riki menangkapnya, menarik Mazaya ke arahnya, sehingga tubuh mereka berbenturan.

Tatapan itu seolah-olah mengatakan,  "jangan berani kepadaku!"

Mazaya semakin marah, dengan sekuat tenaga dia melepaskan diri dari pelukan paksa Riki. Memandang laki-laki itu dengan geram, bagaimana dia akan dapat anak dari laki-laki itu, sedangkan mereka bagaikan kucing dengan anjing, yang takkan pernah bisa akur.

Mazaya berlari ke kamarnya, menghempaskan diri di atas kasur. Perut bagian bawahnya kembali sakit, awalnya baru sedikit nyeri, tapi beberapa menit kemudian sakitnya semakin hebat. Mazaya memejamkan matanya, menekan perutnya dengan bantal, keringat dingin keluar dari dahinya, ini yang di alaminya dua tahun ini, tapi beberapa hari kebelakang sakitnya timbul setiap hari.

Dengan tenaga yang tersisa, Mazaya meraih kotak obat yang berfungsi mengurangi rasa sakit, dokter sudah melarang penggunaan obat itu dalam jangka panjang, karena bisa merusak organ tubuh yang lain. Mazaya menelan tiga butir sekaligus, air mata kesakitan keluar dari sudut matanya.

Lima menit kemudian sakitnya mulai berkurang, Mazaya bisa mati, ketika penyakit yang tak biasa itu tumbuh semakin besar dalam rahimnya. Dia harus memaksa si Bisu itu melakukannya.

Dengan tekad yang kuat, Mazaya bangkit, dia harus hamil, walaupun harus bersikap layaknya pelacur.

Mazaya berjalan menuju kamar Riki, laki-laki itu sedang asik dengan komputernya.

Mazaya melingkarkan tangannya di leher Riki, saat Riki menoleh, dia memanfaatkan kesempatan. Riki kaget, bibirnya yang ternganga menjadi kesempatan kepada Mazaya untuk menyentuhnya lebih dalam.

Ciuman sepihak tersebut berhenti saat Riki mendorong tubuh Mazaya dengan kasar, menghapus jejak yang ditinggalkan Mazaya di bibirnya.

Mata Riki terbelalak tak percaya, kali ini Mazaya mendatanginya lebih rendah dari pelacur. Riki geram , dengan cepat dibungkusnya tubuh Mazaya dengan kaos besarnya. Mazaya memberontak, melepaskan kaos Riki dari tubuhnya, dia harus berjuang membuat laki-laki itu melakukannya.

Mazaya kehilangan kesabarannya, dia berteriak keras di depan wajah Riki.

"Lakukan sekali saja! brengsek! aku harus hamil."

Mazaya menangis frustasi. Tubuhnya luruh ke lantai, Rambut hitam acak- acakan menutup wajahnya, Riki tak menghiraukannya, dia pergi meninggalkan Mazaya sendiri.

Mazaya meraung, dia lelah, sangat lelah dengan penyakit yang di deritanya. Dia tak boleh menyerah, jika menyerah dia akan mati. Tapi bagaimana memaksa Riki, bahkan dia tak tertarik sedikit pun.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status