Share

Chapter 7: Moraka dan Gerbang Neraka

Langit yang gelap gulita tanpa adanya bulan dan bintang, tidak ada yang namanya siang ataupun malam di tempat ini, yang ada hanya kegelapan. Di bawah langit itu, berjajar banyak bukit yang mengelilingi sebuah gerbang besar. Gerbang berwarna abu yang ditutupi oleh rantai-rantai yang sangat kokoh.

Ada sesosok makhluk yang menyeramkan di depan gerbang itu. Tinggi dia mencapai 18 meter, tubuhnya berwarna hitam legam dipenuhi oleh otot yang gagah, di kepalanya ada tanduk besar mirip seperti domba jantan, mata merah tuanya melambangkan darah para musuh yang telah dihabisi olehnya.

Moraka adalah namanya, Neraka menciptakan dia untuk menjaga Gerbang Neraka. Seringkali Moraka merenung dengan tugas yang diberikan kepadanya, 'menjaga dari siapa?' Tidak ada Malaikat yang cukup gila untuk masuk ke kawasan Gerbang Neraka. Hanya Iblis pencari informasi yang keluar masuk melalui gerbang ini, dan memang seharusnya selalu seperti itu.

Tapi saat ini dia sangat waspada, sebuah portal hitam tiba-tiba muncul di hadapannya. Pertama kalinya dia melihat kejadian seperti ini, tapi dia tidak gentar, karena bagaimanapun tidak mungkin dia bisa mati di sini. 

Sebuah tangan, diikuti kepala, badan, serta kaki. Seorang wanita dewasa dengan beberapa helai kain di tubuhnya keluar dari portal itu dan terjatuh sangat dekat dari kaki besar Moraka.

"Aduuhh…" rintih wanita itu sambil mengangkat tubuhnya dari tanah.

'Manusia?' pikir Moraka dengan agak ragu

Moraka pernah melihat Manusia sebelumnya di Warplace, waktu perang 'Kelahiran Raja Iblis'. Ribuan Manusia yang dianugerahi kekuatan Dewa ikut berperang di pihak para Malaikat. Dan dia sangat ingat ada seorang Manusia yang bisa membunuh ratusan pasukan Iblis hanya dalam satu ayunan pedang.

Namun tak pernah terlintas dalam benaknya seorang Manusia akan muncul di depan Gerbang Neraka. Sangat tidak mungkin seorang Manusia punya keberanian untuk menginjakan kakinya di sini, karena Iblis memiliki keabadian saat berada di kawasan Neraka, sedangkan Manusia hanya makhluk fana yang dapat dilenyapkan begitu saja.

Moraka tersenyum lebar pada wanita yang tersungkur di hadapannya. "Apa kau tersesat, Manusia?" tanya Moraka dengan suara yang serak dan dalam.

Wanita itu berdiri dan melihat ke depan, tapi dia hanya melihat satu kaki yang sangat besar. Dia menengadahkan kepalanya ke atas, melihat wajah mengerikan yang sedang tersenyum itu membuat jantungnya berhenti berdetak untuk sesaat.

Senyum Moraka perlahan menghilang digantikan oleh ekspresi dingin. "Kenapa diam saja? Seharusnya kau mengerti apa yang aku ucapkan, bukan?" tanyanya dengan nada datar.

Wanita itu telah membeku ketakutan, wajahnya sangat pucat, dan tubuhnya bergetar hebat. Cairan kuning keluar dari alat kelamin wanita itu, cairannya terus mengucur mengenai punggung kaki Moraka.

"Kau… berani…" gumam Moraka sambil menyiapkan tinjunya, urat-urat menonjol di kepalanya. "Berani-beraninya kau kencing di kakiku?!" Dia mengangkat tinjunya ke langit, bersiap menghancurkan Manusia di depannya.

Tapi, tiba-tiba muncul dua orang Manusia lagi dari portal itu. Seorang lelaki berambut hitam panjang yang seluruh pakaiannya sudah sobek, tidak ada satu pun bagian tubuhnya yang tertutupi, dia adalah Firson dengan tubuh dewasa. 

Di dadanya ada seorang gadis kecil berambut krem yang tidak lain dan tidak bukan adalah Yuna. Mereka terjatuh menabrak gadis yang sedang membeku ketakutan di hadapan Moraka.

Sekarang gadis itu pingsan, dan mereka bertiga tersungkur ke tanah tepat di bawah selangkangan si iblis besar. 

"Duh, duh… hah? Kita dimana?" tanya Yuna sambil memegang kepalanya, dia kemudian melihat lelaki dewasa yang sedang ia duduki. "Siapa… kamu?"

"Aku…"

Sebelum Firson sempat menjawab, Moraka sudah menggeram kesal sambil mengambil ancang-ancang untuk menendang mereka bertiga ke samping.

Menyadari hal itu, Firson langsung bangkit, dia menggendong Yuna dan wanita dewasa di sampingnya, lalu melompat ke depan dengan cepat sehingga tendangan Moraka meleset.

"Aah–" Yuna hampir menjerit saat melihat monster mengerikan itu, namun Firson segera menghentikannya.

"Sssttt…" Firson membuat isyarat untuk diam.

"Hrrrrgggg! Manusia sialan!" Moraka berjalan ke arah 3 manusia itu, Setiap langkahnya menimbulkan dentuman keras.

Firson menurunkan mereka berdua lalu berdiri dengan postur tegap, dia menatap Iblis yang sedang mendekatinya. "Apa kau Moraka?" panggilnya dengan nada datar.

Seketika Moraka menghentikan langkah kakinya. "Dari mana kau tahu namaku?" tanya Moraka tidak senang.

"Ayahku selalu menceritakan kehebatan Panglima Perang kaum Iblis saat di medan perang," sahut Firson sambil tersenyum tipis. 

"Ayah…?" Moraka mengernyitkan alisnya. "Siapa kau sebenarnya?" tanyanya kembali dengan waspada.

Firson menaikkan satu alis sambil melipat lengan di dadanya. "Namaku Artega, Artega Flail Grandine," ucapnya dengan angkuh.

Kerutan dahi Moraka semakin dalam. "Kau… anak Grandine?" tanyanya agak ragu.

Grandine, nama pemberian Dunia pada manusia yang dianggap sebagai yang terkuat dalam satu abad dan memiliki hati murni. 'Sang Pelindung' Surga. Satu-satunya manusia yang diberkati kekuatan dan keabadian saat berada di Surga, Warplace, dan Neraka. Dialah yang telah mengalahkan Naesvil Magot Presytof— Raja Iblis —sekaligus menyegelnya.

Firson mengangguk sedikit. "Ya, tapi aku bukan anak dari Grandine biasa. Aku anak Raja Grandine dan Permaisuri Surga," sahutnya sambil tersenyum percaya diri.

"...Kau pikir aku bodoh?" Suara Moraka tiba-tiba berubah menjadi dingin. "Kau ingin mempermainkanku, heh?" Ekspresinya kini sangat menakutkan, seperti ingin mencincang Manusia di depannya.

"Apa maksudmu?" tanya Firson dengan nada datar.

"Aku tahu bagaimana wujud Raja bangsat dan si pelacur itu!" raungannya membuat dua gadis itu menutup telinga mereka. "Tidak ada satu pun ciri fisik mereka yang mirip denganmu. Apa sebenarnya tujuanmu, hah?!"

Firson menutupi wajah menggunakan telapak tangannya, dia tertawa terbahak-bahak cukup lama hingga membuat Moraka kesal. 

"Tidak heran Ayahku banyak menceritakan kebodohanmu, ternyata memang sebodoh itu," ujarnya sambil tersenyum mengejek.

"Kau akan segera mati bocah," ujarnya dengan nada ancaman.

Firson langsung menghilangkan senyumnya, dia menatap tajam ke arah Moraka, tatapan yang dibumbui dengan niat membunuh. "Kau yang akan mati, sampah."

Tubuh Moraka langsung menggigil mendengar suara yang sedingin es itu. 'Apa…? Aku… takut? Tidak! Mana mungkin seorang Panglima takut pada bocah!' batinnya sambil berusaha menguatkan diri.

"...jika kau memang anak orang itu, apa tujuanmu datang ke sini tanpa mengenakan pakaian apa pun?" Suaranya menjadi pelan.

"Buka Gerbang Neraka, aku ingin mengambil pedang Rakhasa," ucap Firson dengan tenang tanpa memikirkan tubuhnya yang telanjang.

Moraka mengerutkan kening. "Tidak mungkin aku membukanya…." 

"Kenapa?"

"Yah, justru aneh jika aku membiarkanmu masuk begitu saja. Kau ingin aku membuka gerbang ini, lalu mempersilahkan kau masuk untuk mengambil satu-satunya pedang Teresial di Neraka? Apa kau benar-benar menganggapku bodoh?" sindir Moraka dengan wajah yang tidak senang.

"Hmm…" gumamnya membuat Moraka waspada.

"Baiklah kalau begitu, mau bagaimana lagi… aku akan pergi dari sini," ucap Firson sambil berbalik.

"Hah…?" Kebingungan terlihat sangat jelas di wajah menyeramkannya itu.

Firson menoleh ke belakang. "Ada apa?"

"Ah, tidak, hanya saja… kau tidak akan bertarung denganku?"

"Untuk apa?"

Moraka menggaruk kepalanya. "Tentu saja untuk memaksa aku membuka Gerbang Neraka, bukankah kau ingin pedang Rakhasa?"

"Aku bukan orang yang pemaksa," sahutnya, dia menggendong gadis yang masih pingsan di bahunya, kemudian menoleh pada Yuna yang sedari tadi diam menunduk. "Ayo, Ana."

"Oh ya, gomong-ngomong siapa dua wanita itu?" 

"Mereka teman tidurku," sahutnya datar.

Moraka mendesis jijik. "Bukankah dia hanya anak kecil?"

"Ya, terserah aku."

Mata Firson melihat ke sana sini mencari portal yang telah membuatnya berteleportasi ke tempat ini, tapi sialnya portal itu sudah tidak ada.

Moraka menyipitkan matanya. "Sedang apa kau berdiri diam di sana?" tanyanya agak curiga.

"...." Firson tidak menjawabnya dan langsung berjalan menuju bukit-bukit yang mengelilingi tempat ini, Yuna mengikutinya dengan berlari kikuk.

Melihat hal itu membuat kecurigaan Moraka semakin meningkat. "Tunggu, kau mau ke mana?"

"...aku akan keluar dari kawasan Neraka,"  sahut Firson tanpa menoleh ke belakang dan terus melaju menuju salah satu bukit.

"Bukankah kau putra seorang Raja Grandine? Kau bisa membuat portal menuju Surga, kan? Dan bukankah kau datang ke sini menggunakan sebuah portal?" Dia bertanya sambil berjalan mendekati Firson. "Lantas ke mana kau akan berjalan tanpa alas kaki?"

"Aku hanya ingin berteleportasi di atas bukit, apa itu masalah bagimu?" tanya Firson tanpa berhenti berjalan ataupun menoleh ke belakang.

"Benar juga," Moraka menyeringai. "Aku tidak punya hak untuk melarang seorang putra Raja Pelindung dan Permaisuri Surga, bukan begitu, Artega…?"

*Bruugghh!*

Puluhan meter tanah di sekitar Moraka retak, dia melesat dengan sangat cepat menuju mereka bertiga.

"Tch," decak Firson. Dengan sigap dia menggendong dua gadis itu dan melompat ke samping.

*Duuaarrrggg*

Pukulan Moraka membuat sebuah lubang besar yang terus merembes menuju Firson, dia berlari sambil mengangkat dua gadis di kedua lengannya.

"Kau mau ke mana, Artega?!" teriak Moraka sambil menyeringai lebar. "Neraka adalah tempat yang cocok untuk penipu sialan sepertimu!"

Firson terus berlari menuju bukit tanpa peduli provokasi Iblis yang sedang mengejarnya. Meski Moraka memiliki tubuh yang besar dan jangkauan kaki yang sangat panjang, kecepatan Firson tidak dapat diimbangi olehnya.

"Woy tikus! Apa kau hanya bisa berlari saja?! Kemari kau!" Suaranya semakin mengecil seiring Firson terus menjauh darinya.

Moraka berhenti berlari dan melakukan ancang-ancang untuk melompat lagi.

*Brruuuughh*

Tanah menjadi retak kembali, Moraka melesat jauh lebih cepat dari kecepatan lari Firson, dia melebarkan kedua tangannya supaya Firson tidak bisa menghindar ke samping.

"Kena kau!"

Firson tidak menyamping, tapi dia melompat tinggi ke atas, membuat Moraka menengadah.

"Dasar bodoh, aku berlari bukan karena aku takut–" ucap Firson sambil terjun dengan sangat cepat ke tubuh Moraka, kakinya bersiap untuk menyerang tubuh besar itu.

*Buuummm*

Tubuh Moraka menghantam tanah dengan sangat keras, beberapa tulang punggung dan dadanya langsung patah.

"–tapi karena aku tidak suka buang-buang waktu," lanjutnya dengan nada datar.

Moraka menggeram kesakitan. "BANGSAAATT!! Pergi dari tubuhku!" teriaknya dipenuhi amarah.

"Ya, memang." Firson langsung melompat dan berlari lagi menuju bukit.

Tubuh Moraka langsung beregenerasi dengan cepat, semua luka di tubuhnya dan tulang yang patah itu telah sembuh. Dia berdiri berniat untuk mengejar Firson lagi, tapi dia sudah sampai di atas bukit.

"Akan aku ingat wajah busukmu itu!" raungannya dapat terdengar jelas di telinga Firson.

Firson yang kini sudah berada di atas salah satu bukit, menatap ke bawah, sisi lain dari tempat Gerbang Neraka dan Iblis itu berdiri. Hanya ada cahaya biru sejauh mata memandang, seperti sebuah lautan yang tidak memiliki batas melampaui cakrawala. Tanpa ragu dia melompat ke bawah sambil membawa dua gadis di lengannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status